Part 2
"Loe kenapa sih Bry? "sosok gadis dengan rambut berkepang dua serta terdapat kaca mata bundar yang bertengker dipangkal hidungnya tengah menatap sahabatnya.
" Napa napa? "sosok gadis yang dirasa aneh olehnya itu langsung mengibaskan rambut sebahunya.
" Lo dari tadi cekikikan mulu sambil senyum-senyum gak jelas. "Gadis berkaca mata itu pun meletakkan peralatan gambarnya di atas meja belajar milik sahabatnya. Setelah itu, ia mendekat ke arah sahabatnya yang duduk di atas kasur.
" Oh itu, gue emang hari ini seneng banget. " gadis yang dipanggil Bry alias Brylea itu memamerkan senyuman lebar yang selalu menghiasi wajah cantiknya dan senyuman yang terasa bisa membuat orang merasa terhipnotis olehnya hingga membuat orang yang melihat senyuman itu akan terasa tak bosan melihat kecantikan Lea yang makin hari makin manis senyumannya.
" Lo gak cerita sih, jadi gue gak tau apa yang buat lo seseneng ini."sosok gadis di samping Lea itu adalah sahabat Lea sedari kecil.
"Lo kan udah gue ceritain dari dulu kalau gue suka sama cowok, tiap hari lo pasti gue ceritainkan. "
" Oh gue kirain apa, emang kenapa sampai bikin lo hampir jadi orang gila? "
" Ihh mulutmu Qil, kan gue bukan orgil. "gadis bernama Aqila alias sahabat Lea itu terkekeh pelan.
" Lha siapa yang bilang lo orgil?
"Tadi lo bilang kok. "
" Gue cuman bilang 'hampir jadi orang gila' bukan orgil, hadeh. "
" Udah udah ah. "Lea mencebikkan bibirnya membuat Aqila langsung merangkul Lea sembari tertawa renyah.
" Yaya, lanjutkan untuk bercerita. "Aqila pun mulai menyimak dengan seksama apa yang diceritakan oleh Lea. Menurut Lea, Aqila adalah sahabat yang baik yang bisa menjadi pendengar baik baginya.
Hanya sahabat lah yang mengertinya disaat ia rapuh, tak seperti kedua orang tuanya yang selalu sibuk bekerja di luar kota walau ia tau orang tuanya bekerja untuk mencukupi kebutuhannya namun Lea juga ingin mendapatkan kasih sayang yang tak pernah ia dapatkan sejak kecil, ayahnya sibuk bekerja sedangkan mama pun juga begitu padahal penghasilan papanya dulu juga sangat lumayan sekali apalagi sekarang perusahaan kakeknya tengah dirundung kebangkrutan dan itu membuat mamanya malah tak mengganggap dirinya ada di rumah. Di rumah ia hanya tinggal bersama tiga orang yaitu dua pembantunya dan sopir. Itulah mengapa Lea selalu meminta Aqila untuk sesekali menginap di rumahnya yang dirasa sepi seperti tak dihuni oleh seorang pun. Percuman bagi Lea memiliki rumah yang tampak luas.
"Jadi gini, kan lo tau ya perjuangan gue dulu saat ulangan. Gue menghabiskan waktu untuk belajar, belajar dan belajar agar bisa satu kelas dengan cowok yang gue sukai sejak dulu. Tiba saatnya, tadi saat pengumuman akhirnya apa gue harapin dari dulu terkabulkan sekarang gue satu kelas plus satu bangku sama dia. "Lea langsung memeluk Aqila karena saking senangnya bahkan ia ingin berteriak meluapkan rasa bahagiannya sekarang tapi tak jadi karena pastinya akan ditampar oleh temannya itu nanti.
" Wahh selamat! Tapi gimana respon si cowok yang lo suka? "tanya Aqila yang mulai penasaran.
" Hemm gimana yahh. "tiba-tiba Lea mengadahkan wajahnya ke atas sambil memasang wajah murungnya.
" Gimana-gimana? "tanya Aqila lagi.
" Dia masih cuek Qil, "balas Lea dengan suara parau.
" Yahh, tapi lo gak bakal nyerah kan buat dapetin hatinya? "Aqila tersenyum mencoba menguatkan Lea agar tak menyerah begitu saja.
" Pasti dong, seorang Lea itu gak kenal yang namanya menyerah. Lea itu harus kuat dan pantang menyerah! "Lea mengucapkan kalimat itu dengan nada semangat membara di dalam hatinya.
" Nah gitu dong, baru deh sahabat gue. Oh ya gimana selanjutnya? "
" Selanjutnya? Hmm masih pikir-pikir dulu, bantuin mikir dong Qil. "Lea menatap Aqila dengan wajahnya yang dibuat memelas.
" Iyaya, gue bantuin mikir, biasa aja deh wajahnya. "Aqila mengusap wajah Lea membuat Lea tertawa pelan.
" Oke deh gue beri waktu tiga puluh menit dari sekarang,"ujar Lea sambil tersenyum lebar. Gadis itu langsung meraih boneka beruang berwarna cokelat serta tak lupa baby breath yang selalu menjadi hiasan dimana pun ruangan tempat yang ia tinggali.
Aqila menganggukkan kepalanya paham dan ikut berpikir untuk langkah selanjutnya agar temannya itu bisa lebih dekat lagi dengan sosok cowok yang disukainnya. Sambil berpikir ia membaca sebuah n****+ yang tadinya ia pinjam dari perpustakaan sekolahnya. Walau ia tak pernah tau sosok rupa wajah lelaki yang menghiasi pikiran sahabatnya itu.
"Lo dapet kelas apa Qil? "tanya Lea kala melihat sahabatnya itu sedang membaca n****+.
" Dapet kelas IPS 5."
"Dapet temankah disana? "
" Masih belum. "
" Cari temen yang banyak dong Qil, masak iyah lo terus mengurung diri sendiri dan gak berinteraksi sama murid lain. Padahal lo kelas IPS yang biasanya terkenal dengan jiwa sosialnya yang tinggi. "
" Ya gimana yahh, itu sudah jadi kebisaan gue sedari dulu. Gue aja bersyukur punya teman cuman elo aja Bry, karena bagi gue punya temen satu dan sebaik lo aja itu udah cukup. "
"Ouhh so sweet! "Lea memeluk Aqila dari samping dengan penuh kasih sayang. Sosok sahabat yang seperti saudara sendiri, sebab Lea hanyalah anak tunggal meskipun Aqila juga sama-sama anak tunggal tapi Aqila masih bisa mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya yang selalu perhatian penuh padanya.
"Tapi gue tetep nyuruh lo untuk cari temen, masak iyah kalau tugas kelompok lo ngerjain sendiri kan itu memberatkan lo juga. "Lea merangkul pundak Aqila.
" Entar aja saat ada waktunya tiba gue bakal cari temen, lo sih kebanyakan temen di sekolah. "
" Padahal kita satu sekolah tapi gak pernah ketemu, lo sih ngurung terus di kelas. "Lea mencebikkan bibirnya kesal. Andai saja gedung ips dan ipa dekat pasti akan sering berkunjung ke kelas Aqila.
" Ya habisnya enak gambar di kelas kok. "
" Oh gimana nihh, trik selanjutnya." seketika raut wajah Lea panik.
"Oh ya deh, yaudah gue pikirin nanti. Besok gue bakal mutusin sesuatu. "
" Serius bingit deh, padahal seharusnya gue yang lebih serius mikirin trik selanjutnya tapi malah lo yang kayaknya lebih serius. "
" Lo kan plin plan Bry, jadi biar gue yang mikirin soal ini. Oh ya, lo ada tugas gak? Apa perlu bantuan dari gue? "
" Emm kayaknya ada deh, oh ya matematika! "pekik Lea saat teringat ada tugas yang belum terselesaikan.
" Yaudah gue bantuin! "Aqila sudah terbiasa dengan hal ini. Ia selalu mengerjakan tugas matematika Lea. Memang ia sangat menyukai mata pelajaran itu jadi bisa membuat ia belajar juga jika mengerjakan soal mat anak ipa.
" Lo kerjain aja deh Qil gue gak bisa meskipun udah dijelasin. "Lea meringis mengingat tadi pagi saat Daniyal membantunya namun tak ada satu pun materi ia tangkap sebab ia terlalu fokus menatap wajah Daniyal yang makin tampan dlihat dari dekat.
" Yaudah deh lo kerjain tugas sosiologi gue! "Aqila memberikan sebuah buku tugas sosiologi pada Lea.
" Ah iya deh, lebih suka mapel IPS. "akhirnya dengan senyum sumringah, Lea mengerjakan tugas Aqila begitupun sebaliknya. Inilah yang namanya hubungan simbolis mutualisme antar teman.
Lea memang sebenarnya paling cocok di kelas IPS namun mengingat Daniyal yang berada di kelas IPA membuat Lea belajar tekun bahkan pernah memanggil guru privat agar nilainya meningkat dan bisa satu kelas dengan Daniyal. Sempat kecewa saat dulu kelas 10 sudah ditetapkan, ia berada di kelas IPA 5 sedangkan Daniyal berada di IPA 3.
...
"A a ponsel kamu bunyi terus itu! "teriak seorang wanita paruh baya dari arah dapur.
" Iya bunda, bentar!"sahut anaknya yang berada di ruang keluarga bersama adik bungsunya.
"A a dipanggil bunda tuh, cepet kesana. "Adik bungsunya yang tak lain bernama Nevan, berusia 11 tahun.
"Iya dek." siapa kalau sosok yang dipanggil a a dari keluarga Abrissam kalau bukan Daniyal. Lelaki berparas tampan itu langsung beranjak dari tempat duduknya sebelumnya tadi ia menemani adiknya belajar di ruang keluarga.
"Kebiasaan ya kalau naruh ponsel sembarang tempat, "tegur sang bunda, Nadya.
Nadya sedang memasak untuk makan malam nanti, meski ia mempunyai pembantu namun ia tetap ingin terjun langsung kalau soal masak memasak sebab suaminya-Bryan tak mau makan jika bukan dari masakannya serta anak-anaknya pun juga begitu.
"Habisnya terlalu asik bun jadi lupa sama hp. "Daniyal mengecek ponselnya untuk mengetahui siapa yang menelponnya.
" si bodoh itu, "gumam Daniyal ketika melihat foto profil sosok yang menelponnya. Sosok gadis yang selalu menganggunya dimana pun entah berada.
" Siapa yang kamu maksud bodoh a? "tanya Nadya ketika mendengar gerutuan anaknya itu. Nadya hanya melihat anaknya sekilas yang tengah berdiri di samping meja makan sebab ia masih berkutat dalam kegiatannya.
" Eh? Emm anu bun itu."Daniyal gelapan sendiri ketika ternyata Nadya mendengar gerutuannya.
"Lhoh malah lari, dasar! "Nadya terkekeh melihat anak keduanya yang tiba-tiba saja berlari cepat meninggalkan dapur.
Kini Daniyal berada di dalam kamar sesekali ia menekan tombol merah ketika gadis yang dimaksud 'bodoh' itu terus saja menelponnya. Tak lama ponsel lelaki itu bergetar bertanda ada sebuah pesan masuk dan itu membuatnya membuka ponselnya lagi.
Daniyal membaca pesan yang ternyata itu dari Lea, lagi-lagi gadis itu tak pernah lelah untuk menganggunya.
Diangkat dong kalau aku telpon kamu
Aku kesusahan ini
Gak bisa mat :(help me
Daniyal menghela napasnya pelan, dulu ia pernah memblokir nomor gadis itu namun ternyata gadis tetap saja melakukan beribu cara agar bisa menghubunginya. Apalagi Pio dan Satria yang selalu memberitahukan nomornya ke gadis itu.
Akhirnya Daniyal pun menekan tombol hijau yang bertanda ia menerima panggilan dari gadis itu.
"Apa? "tanya Daniyal malas.
" Tadi aku kan udah ngerjain tugas mat sama temen aku tapi ternyata kurang satu, temen aku udah pulang. Bantuin dong! "rengek Lea dengan nada manjanya.
Tanpa menjawab, Daniyal berjalanmenuju meja belajarnya. Ia duduk di kursi meja belajarnya seraya membuka buku mat di atas meja.
" Haooo? "
" Apasih! "
" Kok diem? "
" Mau diajarin apa gak? "tanya Daniyal dengan nadanya yang ditekan.
" Eh iyaya. "Lea tertawa pelan dari seberang sana. Betapa bahagianya ia yang baru pertama kalinya telepon darinya diangkat oleh Daniyal, sosok pujaan hatinya yang sejak lama tak pernah pudar.
" Nomer berapa? "
" Eh? "Lea yang tadinya melamun karena terlalu membayangkan wajah kesal Daniyal dipikirannya.
" Serius dibantuin gak? "
" Iyaya, bentar... Emm nomer 15,"balas Lea dengan nada lembut.
"Gue jelasin, lo dengerin. "
" Siap! "pekik Lea sambil tertawa pelan dari sana.
Daniyal mulai menjelaskan cara mengerjakan soal nomer 15 yang bagi cowok itu sangat mudah. Sedangkan di sana, Lea tengah mendengarkan suara Daniyal yang panjang dan lebar itu sambil berbaring di atas kasur. Lea memeluk boneka beruang berwarna cokelat kesayangannya, senyumannya tak pernah pudar kala terdengar suara bass Daniyal yang baginya tak membosankan. Beberapa menit kemudian, Lea merasa mengantuk bahkan menguap lebar. Gadis itu mencoba memaksa membuka matanya lagi namun tetap saja hawa kantuk tak bisa dicegah akhirnya Lea tertidur mungkin ia menganggap Daniyal bercerita agar ia tidur terlelap.
"Heh?! "Daniyal bingung ketika tak mendengar suara gadis itu lantas ia melihat ponselnya sebentar dan ternyata masih terhubung.
" Ini cewek serius belajar apa enggak sih?! "
" Buang-buang waktu gue aja. "sebelum mematikan ponselnya, lelaki itu mendengar suara dengkuran halus dari ponselnya.
"Ck,malah tidur dia." Daniyal pun meletakkan ponselnya di atas meja belajar.
"Cewek yah yang nelpon kamu? "
Suara yang ia kenali pun membuat Daniyal langsung membalikkan tubuhnya ke belakang. Ia terkejut ternyata bundanya tengah berdiri di ambang pintu kamarnya.
" Se sejak kapan bunda ke kamar Iyal? "tanya Daniyal dengan nadanya yang gugup.
" hmm sejak kapan yaaa, intinya kamu teleponan kan sama cewek. Hayoo pacar kamu ya?"goda Nadya sedangkan Daniyal merasa tersudut.
Nadya memasuki kamar anaknya sambil membawa s**u cokelat kesukaan anaknya itu.
"Mangkanya kamar jangan lupa dikunci, nih diminum susunya. "Nadya meletakkan gelas kaca itu di atas meja nakas samping kasur Daniyal.
" Kamu punya pacar ya? "tanya Nadya yang kini mendekat ke arah anaknya yang masih berdiri mematung di tempat tadi.
" Enggak bun. "
" Kalau punya pacar kenalin ke bunda ya, jangan diem-diem kalau pacaran. Bunda juga ingin tau siapa sih gadis yang beruntung yang dipilih anak bunda. "Nadya mencubit gemas pipi Daniyal.
Daniyal mengulum senyum simpul.
"Masih belum kepikiran ke sana bun." Daniyal menggaruk tekuknya yang tak terasa gatal untuk mengusir rasa gugupnya. Entahlah, bundanya selalu membahas soal ini sebab ia memang tertutup soal asmara.
"Masa SMA kalau gak pernah ngerasain gimana rasanya jatuh cinta itu kayak kosong gitu bagi bunda. Bunda gak ngelarang kamu pacaran sama siapapun hanya saja kamu harus tau aturan. Bunda udah percaya penuh sama kamu, jangan ingkar ya? "Nadya tersenyum lembut, sorot matanya memancarkan betapa sayangnya Nadya kepada anak keduanya ini. Daniyal yang terlalu tertutup membuat Nadya semakin ingin membuat anaknya untuk terbuka ketika mempunyai masalah.
" Iya bun, "balas Daniyal sembari menganggukkan kepalanya paham.
Inilah sifat anaknya yang dulu ia kira paling aktif ternyata ketika mulai menginjak usia remaja, anaknya itu justru mulai tertutup pada orang tuanya. Nadya dulu sempat takut melihat sifat Daniyal yang aktif, ia takut Daniyal menjadi anak nakal tapi ternyata justru sekarang sebaliknya. Daniyal yang memiliki sifat tak bisa di tebak dan itu sama seperti Bryan bedanya Bryan suka menindas sedangkan Daniyal suka berbicara kasar meski wajahnya yang terbilang anak kalem.
"Bentar lagi ayah pulang, segera ke bawah ya? "
" Baik bun. "
...