Part - 21

1177 Kata
Sejak kejadian kemarin malam. Suasana di antara Revan dan Alena begitu berbeda. Bahkan saat mereka menikmati liburan pun dua remaja itu saling menghindar. Hal aneh kembali terjadi saat mereka akan pulang. Alena ngotot ingin satu mobil dengan kedua orang tuanya hanya karena ingin menghindar Revan. Saat mereka berada di rumah mereka juga saling menghindar. Alena sebenarnya sangat merasa tertekan dengan situasi saat ini. Setiap dia melihat wajah Revan, dia teringat akan kejadian itu. Mungkin bagi Revan ini adalah hal biasa. Tapi bagi Alena ini adalah hal baru, yang baru pertama kali dia lakukan. Dua hari sudah berlalu, sejak kejadian itu. Di sekolah mereka juga hanya saling diam. Sama sekali tidak ada perbincangan di atara mereka. Sebenarnya Revan juga mengalami hal yang sama. Dia juga tertekan dengan situasi ini ingin sekali dia menyapa Alena. Tapi setiap bibirnya siap berucap gadis itu menjauhinya. Malam ini Revan ingin sekali mengakhiri suasana asing di antara mereka. Terlebih Revan sudah mulai merasakan rasa yang berbeda pada dirinya saat memandang Alena. "Bibi tau Alena pergi kemana?" tanya Revan pada bi yanti. Sedari tadi Revan tidak melihat Alena di rumah. "Non Alena keluar sama mas Deren sejak tadi sore." jawab bi yanti. Revan mengeratkan giginya. Ada rasa marah yang sekarang berkobar di hatinya. Dan tanpa kata, Revan memutuskan kembali ke kamarnya. Jam menunjukan pukul 8 malam. Tapi Alena belum pulang juga. Revan melihat ke arah gerbang depan lewat balkon kamarnya. Sebuah mercy hitam berhenti tepat di sana. Seorang cowok yang Revan hafal betul siapa dia turun bersama seorang gadis yang Revan juga mengenalnya. Deren dan Alena baru saja sampai. Sebelum memasuki rumah Alena berbincang cukup lama dengan Deren. Penuh dengan senyuman dan candaan. Revan dongkol melihatnya. Dia segera berlalu dari balkon saat mobil mercy itu pergi. "Gue rasa perjanjian itu sangat jelas. Tidak boleh ada pihak ketiga di antara yang bertanda tangan di situ. Jangan karena lo udah baikan sama cowok itu lo lupa perjanjian kita." ucap Revan menyambut kedatangan Alena di depan kamarnya. "Maksud lo?" Revan berdecak,"Lo masih tanya maksud gue apa? Si Deren. Kurang jelas? D E R E N!" Revan menekankan nama Deren di depan Alena. Alena menatap tak percaya. 'Dia cemburu? Benarkah?' batin Alena dalam hati. "Kenapa lo mesti marah. Hari pertama perjanjian waktu itu lo juga di jemput sama cewek naik peugeot putih dan gue sama sekali nggak marah." sentak Alena yang sudah berkacak pinggang di hadapan Revan. Revan memalingkan wajahnya sebentar, "cewek naik peugeot yang mana?" "Oh iya gue lupa, cewek lo kan banyak. Dan lo juga ngelakukan hal yang sama seperti lo lakukan ke gue malam itu." ucap Alena berani. "Maksud lo ciuman itu? Gue emang sering lakuin itu dengan pacar-pacar gue. Tapi sama sekali nggak ada arti istimewa buat gue. Semua hanya karena rasa penasaran." jelas Revan dengan wajah memerah. "Termasuk sama gue juga?lo juga penasaran?" Alena memberanikan diri bertanya hal yang membuat hatinya berdetak tak karuan. "Apa perlu gue ulang biar lo bisa rasain gue tulus atau nggak?" tantang Revan dengan mendekatkan wajahnya pada Alena. Sontak Alena membeku. Revan tersenyum lebar melihat perubahan ekspresi gadis di depannya. "Udah ya. Kita akhiri pertengkaran ini. Gue nggak mau jauh dari lo. Jujur situasi ini menyiksa buat gue." ucap Revan sambil membenarkan anak rambut Alena. Alena mengangguk, "Gue mau mandi dulu. Setelah itu kita ngobrol lagi. Gue lihat kamar lo berantakan banget. Gue bantuin beresin setelah ini biar kelihatan rapi dan nggak sumpek." Alena memasuki kamarnya. Sedangkan Revan dia masih membeku dengan senyum yang enggan luntur di bibirnya. *** "Van. Kenapa wajah lo senyum-senyum sejak kedatangan lo pagi ini." tanya Reza di seberang. "Lo tau nggak berita yang akan bikin heboh?" tanya Revan balik yang membuat Reza kebingungan. "Oh no. Jangan bilang Alena beneran suka sama lo?" Revan menggeleng, "Gue yang jatuh cinta dengan dia." "What?? Serius?? Wah wah gak beres nih. Seorang playboy b***t tobat di tangan ratu es. Gila gila." Reza benar-benar teheran dengan pernyataan Revan baruan. "Gue juga nggak mengira semua ini terjadi. Gue jatuh cinta dengan dia, semalem dia bantuin gue beberes kamar dan kita ngobrol sampai malam. Ternyata karma itu benaran ada." ucap Revan sambil memandang Alena yang baru saja datang. Revan tersenyum lebar ke arah Alena begitu pun sebaliknya. "Gue akan buat berita hot new sehabis ini," ikrar Reza masih tidak percaya. *** Malam ini Alena ingin sekali ke perpustakaan yang biasanya dia datangi. Bukan karena dia sedang kangen dengan papa. Tapi karena dia bosan di rumah. Mama dan si om sudah kembali berkerja tapi jadwal mereka sudah tidak seperti dulu. Mama juga sering meluangkan waktunya hanya untuk membuatkan Alena dan Revan sarapan atau pun makan malam. Sebuah kelegaan untuk Alena. Dia kembali merasakan kehadiran sosok mama yang selama ini dia rindukan. Perlahan keluarga ini mulai seperti keluarga sungguhan. Alena juga sudah mulai membuka hatinya menerima kehadiran om hengki sebagai papanya. Dan Revan, cowok itu sekarang juga sangat berarti untuk Alena. Cowok menyebalkan yang menjadi adik tirinya sudah membuatnya bangkit kembali. "Mau kemana?" tanya Revan yang berada di ruang keluarga. Alena menghentikan langkahnya,"Mau ke perpustakaan." "Ikut." ucap Revan yang langsung mengandeng tangan Alena dan mereka pun pergi dengan jalan kaki karena letak perpustakaan itu tidak jauh dari rumah mereka. "gue tunggu disini aja," ucap Revan melepaskan tangan Alena dari genggamannya. Mereka sudah sampai di depan perpustakaan. "Katanya mau ikut. Kok malah nunggu di sini?" "Gue nggak suka baca." jawab Revan cuek. Alena tertawa ringan,"Kalau lo nggak suka baca. Kok bisa nilai lo bagus. Lo juga pintar." "Orang yang suka baca belum tentu pintar. Dan orang pintar belum tentu suka membaca." Alena mengerutkan dahi tidak mengerti dengan ucapan Revan. Benar-benar cowok yang seenaknya. "Oke oke. Terserah lo mau bilang apa. Gue masuk dulu." pamit Alena dan segera menuju perpustakaan itu. Sedangkan Revan,dia berjalan menuju cafe yang sering dia datangi akhir-akhir ini karena menunggu Alena. Dia memasuki cafe dan memesan minuman kesukaannya. Revan bermain ponsel dan sesekali memandang ke arah depan. Menunggu Alena dengan sabar. Revan yakin dirinya kini benar-benar jatuh cinta dengan gadis itu. Sejak awal mereka bertemu. Meski Alena melupakannya. Orang bilang ini adalah karma bagi dirinya. Dulu semua orang yang jatuh cinta padanya. Tapi kini dia yang jatuh cinta pada orang yang membenci yan sejak pernikahan kedua orang tua itu. Bisa di katakan Revan melanggar perjanjiannya sendiri dengan menyukai Alena. Revan tidak perduli, apa yang dia inginkan harus dia daoatkan. Perjanjian dengan Alena akan dia batalkan. Dia menginginkan Alena lebih dari perjanjian itu. Alena adalah miliknya meski dunia menentang hal ini. Cinta mereka tidaklah salah. Mereka hanya terjebak di situasi yang salah. Karena takdir mereka memang seperti ini. "Kalian lihatin apa?" ucap seorang cowok pada barista dan pelayan yang bekerja di cafenya. "Oh itu mas. Kita lihatin cowok yang sering duduk disana sambil menunggu gadisnya pulang." jawab seorang pelayan wanita pada cowok itu. "Kenapa kalian tertarik?" "Bukankah kisah mereka romantis. Mas Deren apa nggak kepengen seperti itu?" goda salah satu barista. Deren tersenyum tipis. Dia lalu menghampiri meja cowok yang di maksud oleh para karyawannya. "Kelihatannya kalian memang benar-benar dekat." ucap Deren sambil meletakan cappucino panas di meja. Revan menoleh ke arah datangannya Deren. Dia terheran mengapa Deren bisa ada disini.

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN