Part - 10

1148 Kata
Alena terus mengikuti Revan. Dengan langkah kakinya yang pendek gadis itu bisa tetap berada di radius amannya. Revan berhenti di trotoar dekat halte bus. Dia duduk di atas trotoar di pinggir jalan. Panas jam 1 siang begitu menyengat kulit. Alena sampai berlindung di bawah pohon kecil yang tak jauh dari halte tersebut. Gadis itu terus mengawasi Revan dari kejauhan. Revan duduk dengan pandangan kosong. Dia sama sekali tidak mempedulikan orang yang tengah lalu lalang di sekitarnya. 'Ih sedang apa aku ini, mengawasi cowok terkutuk itu?' batin Alena dengan melindungi kepalanya dari panasnya sinar mentari. Ada rasa aneh saat Alena melihat Revan yang sekarang. Begitu berbeda dan sangat jauh dari sosok Revan yang menyebalkan saat di sekolah. Pandangan itu seperti mengisyaratkan kepedihan yang mendalam. 'ada apa dengan cowok itu? Mengapa dia berdiam diri di bawah terik matahari siang seperti ini?' batin Alena terus bertanya. Tak berapa lama datanglah seorang anak kecil. Mungkin usianya 8 tahun. Dengan pakaian yang lusuh anak itu mendekati Revan. Revan tersenyum lebar saat anak itu mulai bermain gitar di hadapan Revan. Setelah selesai bermain anak itu berbincang dengan Revan cukup lama sebelum dia pergi. Namun, sebelum pergi Revan merogoh saku celananya. Membuka dompetnya dan mengeluarkan selembar uang berwarma biru. Sudah bisa di pastikan itu pecahan uang 50 ribu. Dengan cuma-cuma Revan memberikannya pada anak tadi. Setelah mendapat pemberian uang dari Revan anak itu pun pergi. Lalu datanglah satu anak lagi usianya lebih muda dari anak sebelumnya. Dia meminta Revan untuk memberikan uang yang sama seperti anak sebelumnya. Namun, Revan menolak. Dengan tersenyum Revan berbicara pada anak itu. Entah menjanjikan sesuatu atau apa. Anak itu mengangguk lalu pergi dari hadapan Revan. Alena begitu terkesiap. Mengapa bisa cowok semacam Revan bisa bersikap samanis itu. Bahkan dia sampai tersenyum lebar pada anak-anak pengamen tadi. Mengapa begitu berbeda dengan Revan yang biasanya Alena temui di rumah maupun sekolah. Siapa Revan sebenarnya??? Pertanyaan demi pertanyaan mengenani Revan mulai bermunculan di benak Alena. Karena asik dengan pikirannya Alena sampai kehilangan jejek Revan. *** Malam ini,semua orang sudah berkumpul dirumah besar keluarga Pradana. Karena mama sudah menikah dengan Hengki pradana itu artinya marga mereka berganti. Dan Alena pun mau tak mau harus mengikuti. Alena duduk di sebelah mamanya. Sedangkan Revan duduk di hadapan mama. Mereka berempat makan malam dengan suasana yang begitu hening. Hanya ada suara sendok dan garpu yang berdenting di atas piring. "Akhirnya kita bisa makan malam bersama kembali," ucap papa Revan membuka pembicaraan. Sama sekali tidak ada jawaban dari kedua anaknya. Mereka sibuk menikmati hidangan yang sudah di siapkan. "Pekerjaan di kantor sebenarnya menumpuk. Tapi jika mengikuti jadwal yang ada. Kami berdua tidak akan bisa mewujudkan rencana kami." mama ikut membuka suara. "Kamis dan jumat kami akan mengambil cuti. Kami manfaatkan sabtu plus hari minggu untuk berlibur," masih tidak ada jawaban dan respons dari kedua anaknya. 'mau kerja kek, berlibur kek, emang aku pikirin' batin Alena berkomentar sembari menancapkan garpu ke atas udang saus mentegannya. Menyantapnya dengan penuh kenikmatan. Sedangkan Revan sibuk dengan sup asparagusnya. "Kami akan honey moon," imbuh papa Revan. Tetap tidak ada sahutan. Karena geram mama pun bersuara lagi. "Kami jamin sepulangnya kalian akan mempunyai adik," tutur mama dengan senyuman. Dan.... Sukses. Perkataan mama barusan sukses membuat udang yang tadi berada di gigitan Alena kembali lagi kedalam piringnya. Dan sup asparagus Revan tumpah ke atas meja. Bagai melihat kuntilanak di siang bolong wajah kedua remaja itu sangat pas untuk di abadikan. Mereka bedua saling pandang kaget, terpukul. Dan yang paling pas untuk di dokumentasikan adalah wajah kedunya melotot plus mangap. *** "Mereka udah keterlaluan," gerutu Revan di depan pintu kamarnya. Di sebelahnya sudah ada Alena. "ini hari apa?" "Selasa," jawab Revan singkat. "Berarti lusa mereka berangkat?" "Orang bego juga tau kalau sekarang hari selasa dan kalau mereka rencana berangkat hari kamis itu berarti lusa,"semprot Revan. "Nggak! Ini semua nggak bisa di biarin. Gue nggak akan sudi punya adik yang mukannya mirip sama lo dan mirip gue," jerit Alena sambil membanyangkan itu benar terjadi. "Kalau mirip gue sih nggak masalah. Gue ganteng,keren. Kalau mirip lo itu yang nantinya ancur," seru Revan tak mau kalah. "Ngaku-ngaku lo," "Lah emang gue ganteng dan keren. Semua orang mengakui itu," Iya ada benarnya sih dengan apa yang di katakan Revan barusan. Dia memang tipe cowok yang di gilai banyak wanita. Tubuh berisi dan tinggi yang sempurna. Keren dan pastinya memang tampan. Alena tidak memungkiri itu. Tapi tetep saja semua akan hilang jika sifat Revan menyebalkan di mata Alena. Alena menatap Revan dengan pandangan dingin, "Apapun itu gue tetep gak sudi. Bisa dongkol seumur hidup jika nanti harus liat mukannya," "Kita harus cari cara, agar bulan madu itu gagal." imbuh Alena. Revan tersenyum miring sambil memandang Alena. Alena sampai deg degan di pandang seperti itu. "Lo jadi cewek polos banget. Walau kita berusaha batalin bulan madu mereka. Kalau mereka niat bikin anak. Bisa di mana aja," Jawaban Revan membuat wajah Alena panas. "Terus kita harus apa?" "Pernikahan mereka yang harus di hancurkan," "Dengan cara?" Revan maju mendekati Alena. Gadis itu sampai mundur ketakutan dengan tingkah Revan. "Lo yakin mau kerja sama dengan gue?" tanyanya. Mereka hanya berjarak belasan senti saja. Bahkan Alena bisa mencium bau parfum apa yang di pakai Revan. "Asal nggak merugikan gue bakal mau," jawab Alena cepat. Mau gimana lagi udah mepet. Tidak ada waktu untuk berfikir lagi. "Gue kan udah bilang semua akan menyenangkan. Dan yang jelas nggak akan merugikan lo atau pun gue," jelas Revan sambil memasukan kedua tangannya kedalam saku celannya. "Oh ya? Cepet kasih tau gue apa rencana lo itu." Revan mundur satu langkah. Dia memandang wajah Alena yang sudah penasaran. Sedetik kemudian dia tersenyum misterius. Alena begitu takut dengan senyum yang di tampilkan Revan. "Jadi pacar gue," ucapnya dengan entengnya. Wajah Alena seketika lemas. "Apa!? Nggak, nggak akan! gue nggak mau!" 'memangnya aku udah gila,mau pacaran dengan cowok playboy, agresif dan b***t macam Revan!' batin Alena. Sudah bisa di tebak oleh Revan jawaban dari Alena. Dia hanya tersenyum. "Hanya pura-pura, sampai mereka benar-benar pisah. Gampang kan?" "Gampang menurut lo, buat gue udah kayak mati masuk neraka, tahu!" Kepala Alena rasanya ingin meledak saja. Dia benci sekali dengan situasi seperti ini. Yang benar saja kerjasama ini akan menguntungkan. Yang ada hanya Revan lah paling untung dalam kerjasama ini. Namun, jika di pikir kembali. Rencana Revan 99% akan berhasil. Bayangkan saja bagaimana reaksi kedua orang tua itu jika mengetahui kedua anaknya pacaran. Sangat heboh bukan. "Terserah! Yang penting gue nggak mau terikat selamanya dengan kalian. Gue pengin semua ini segera berakhir," jawab Revan. "Sama." sambar Alena sambil mengacak rambutnya frustasi. "Emangnya nggak ada cara lain selain ini?" tanya Alena memelas. "pikir aja sendiri. Kalau lo udah nemu kasih tau gue," jawab Revan dan melangkahkan kakinya memasuki kamarnya. "oke oke," ucap Alena. Dia paham tidak ada lagi cara yang ampuh kecuali rencana Revan. Dan waktu untuk berfikir pun sudah tidak ada. "Tapi kita perlu buat perjanjian," ucap Alena yang membuat langkah kaki Revan terhenti. Dia memandang Alena.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN