Pertengkaran

1207 Kata
Esoknya, Cathy berangkat ke kampus sendirian menggunakan mobil sepupunya, sejak semalam ia tak pulang ke rumah karena ia malas bertemu suaminya. Padahal jika tak ada dirinya, Devan pasti akan kelabakan mengurus dirinya sendiri karena selama ini suaminya itu begitu bergantung padanya mengenai segala aktivitas dan rangkaian jadwal sehari-harinya. Meski ada pembantu di rumah, namun mereka hanya bertugas untuk memasak dan membereskan rumah, bukan untuk mengurusi keperluan majikan mereka. Apalagi Devan memiliki riwayat penyakit maag yang sewaktu-waktu bisa kambuh jika ia telat makan atau kelelahan menghadapi jadwalnya yang padat, di saat sakit selama ini, hanya istrinya lah yang selalu ada untuknya sebagai pengganti sang mama. Cathy bahkan tak pernah lelah mengingatkannya makan dan istirahat supaya dirinya sampai tak jatuh sakit. Namun Devan seakan buta, kebaikan istrinya selama ini selalu ia anggap wajar dan tak berharga sama sekali dimatanya. "Loh beb! Kok Lo berangkat sendirian sih? Laki Lo mana?" Tanya Fany pada Cathy. "Tau! Males gue bicarain dia." Jawab Cathy dengan wajah cuek. "Kalian berdua lagi marahan? Ada apa sih beb? Kenapa lagi sama si Devan? Dia nyakitin Lo lagi?" "Nanti aja gue ceritain sama Lo, sekarang kita ke kelas dulu." "Hm, ya udah deh." Fany dan Cathypun akhirnya pergi menuju kelas mereka. Pagi ini jadwal di kampus tak terlalu padat karena ujian tengah semester baru saja usai. Cathy sendiri sebenarnya sangat malas untuk datang ke kampus, mau pulang ke rumah suaminya malah lebih malas, apalagi kalau ia pergi ke rumah orangtuanya atau kakak laki-lakinya yang sudah menikah, bisa-bisa ia akan kena omel habis-habisan karena sudah main kabur begitu saja dari rumah sang suami. "Laki Lo kok sadis amat ya beb, kenapa tuh mata bisa buta banget gitu lho, Lo tuh perfect, bahkan idaman bagi setiap cowok-cowok, tapi kenapa sampai sekarang si Devan masih belum juga bisa cinta sama Lo. Lo kan udah berubah, malah menurut gue Lo tuh udah jauh berubah menjadi pribadi yang lebih baik." Jelas Fany. "Lo aja bisa sadar kalau sekarang gue jauh lebih baik ketimbang dulu, gue juga sadar kalau semenjak gue nikah sama Devan, hidup gue berubah banget, dulu gue sering dugem, keluar malem, shopaholic, pokoknya banyak deh kebiasaan buruk gue, tapi sekarang gue udah berubah, dan itu semua demi dia, tapi perubahan gue selama ini kayaknya nggak berarti sama sekali buat Devan, gue bingung harus gimana lagi, apa gue nyerah aja ya?" Cathy tampak begitu putus asa dan hal itu bisa dirasakan oleh Fany, sahabat yang selama ini selalu ada untuk Cathy. "Lo capek ya berjuang sendirian? Kalau Lo emang udah nggak ada harganya lagi di mata Devan, mending Lo cabut aja, jangan maksain kehendak Lo lagi. Di dunia ini cowok bukan cuman dia doang beb... Lo pantes bahagia, dan Lo pantes dapet cowok yang bisa mencintai dan ngebahagiain Lo." Fany menyentuh pipi Cathy dengan tulus, dan ucapannya barusan membuat Cathy semakin yakin akan keputusannya. "Tapi untuk sekarang kayaknya belum bisa, gue harus bicarain hal ini sama kakak gue dulu, perceraian bukan perkara mudah, gue harus bener-bener mempersiapkan semuanya secara matang. Apalagi mertua gue sayang banget sama gue, gue nggak mau ngecewain dia dan buat dia sedih." "Kalau gitu untuk sementara, Lo harus berbuat sesuatu untuk bisa mastiin perasaan suami Lo. Lo harus uji dia, gue nggak percaya kalau dia nggak punya rasa apapun sama Lo secara selama kalian menikah Lo udah banyak berkorban buat dia." Jelas Fany membuat senyuman licik langsung mengembang dibibir Cathy. Devan memang harus ia kasih pelajaran, selama ini suaminya itu begitu bergantung padanya hampir mengenai berbagai hal, lantas bagaimana nasib Devan jika Cathy sudah tak mau peduli lagi padanya, bisakah Devan melakukan segala hal sendiri? Bahkan untuk memakai dasi saja ia masih butuh istrinya, Cathy jadi sanksi jika Devan tak akan bisa melakukan segala hal tanpanya. "Hm, gue ngerti apa yang harus gue lakuin." "Nah gitu dong! Udah ah jangan sedih-sedih lagi, gue nggak suka lihat Lo sedih, kantin yuk! Denger-denger ada koki ganteng banget di kantin, ponakan ibu kantin, dia juga baru kuliah disini." Ajak Fany membuat Cathy malah menghembuskan nafas jengah, sahabatnya ini, padahal sudah punya tunangan, tapi masih sempat-sempatnya membicarakan laki-laki lain. "Ck, kebiasaan buruk Lo tuh! Ketahuan Delon baru tau rasa Lo!" "Alah, buat hiburan doang, wajahnya agak K-Pop gitu kayak laki Lo yang cantik itu, yah meskipun masih gantengan laki Lo tapi ini lumayan lah... Yuk!" Fany tetap memaksa Cathy untuk ikut dengannya, dan akhirnya Cathypun mau mengikuti sang sahabat. *** Alan, adalah mahasiswa baru pindahan dari Makassar, dia merupakan keponakan dari ibu kantin dan sekarang ia turut bekerja menjadi seorang koki guna membantu sang bibi sekaligus mencari tambahan uang untuk biaya kuliahnya. Hari pertama ia masuk, banyak sekali para mahasiswi yang membicarakannya bahkan sampai menjadi tranding, kantin pun jadi semakin ramai semenjak kehadirannya disana. "Tuh lihat! Ganteng kan?" Tanya Fany pada Cathy yang sejak tadi turut memperhatikan Alan. "Hhh... Biasa aja." Ujar Cathy membuat Fany mencebikkan bibirnya. "Ck, dasar bucin Lo!" "Hm." "Eh lihat tuh! Laki Lo lagi sama si Tasya, gila tuh cewek, masih berani-beraninya deketin Devan. Mana suami Lo diem aja lagi." Seru Fany dengan tatapan kesal, Cathy sendiri tak kalah kesalnya, kedua tangannya mengepal sempurna ketika melihat suaminya malah memakan bekal yang sepertinya pemberian dari Tasya. "Dia bener-bener jahat banget. Jadi sebenernya tipe istrinya itu kayak si Tasya yang lemah lembut? Dasar muna banget tuh orang, bilangnya nggak suka tapi sekarang apa?" Kedua mata Cathy tampak berkaca-kaca, biasanya dirinyalah yang menyiapkan segala kebutuhan sang suami, tapi sekarang lihatlah, posisinya malah digantikan oleh gadis cupu seperti Tasya. "Gue juga nggak habis pikir sama otak laki Lo, apa sih yang dia lihat dari Tasya? Lo bahkan jauh lebih segalanya." Ungkap Fany. Mendengar ucapan Fany, Cathy jadi semakin sakit hati, ia tak habis pikir dengan suaminya, semalaman ia tak pulang ke rumah, bukannya Devan mencarinya atau bahkan sekedar menelfon nya tapi suaminya itu malah santai sekali seolah tak terjadi apa-apa. Bahkan kini suaminya sudah melupakannya dan malah berduaan dengan gadis yang sangat ia benci. "Beb! Lo mau kemana?" Seru Fany pada Cathy yang tiba-tiba beranjak pergi begitu saja. Namun karena tak fokus dengan jalanan, Cathy malah menabrak Alan yang tengah membawa nampan berisi minuman dan makanan. Minuman dan makanan yang masih panas itupun langsung tumpah ke kaki Cathy, membuat Cathy meringis kesakitan dan semakin menangis dalam diam. Teman-teman Devan yang baru saja datangpun langsung memberi tahu bos mereka jika istrinya tengah terluka, Devan yang cemas sejak kemarin malam pun langsung melihat istrinya tanpa menghiraukan panggilan Tasya. Namun sayang seribu sayang, ketika sudah berada di dekat sang istri, Devan malah melihat istrinya tengah menangis sesenggukan di dalam pelukan seorang pria yang tak lain adalah Alan. Ini adalah hal pertama yang Devan lihat, hal pertama dimana istrinya bersama pria lain selain dirinya, selama ini Cathy memang agak urakan tapi ia tak pernah sekalipun terlihat bersama dengan pria lain kecuali dengan Devan atau kakaknya Andreas. Cathy hanya tak tahu, jika sejak semalam suaminya itu tak tidur sama sekali karena mencemaskannya, Devan bahkan sampai tak memakan apapun sejak semalam karena menunggu sang istri yang sangat sulit sekali ia hubungi. Pria itu hanya belum sadar saja jika sebenarnya selama ini ia sudah jatuh hati kepada istrinya sendiri, sampai dimana saat ini ia melihat dengan mata kepalanya sendiri, istrinya tengah menangis di pelukan seorang pria asing, dan hal itu membuat hati Devan seperti diremas-remas tanpa ia sadari.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN