Bab.9 Kekesalan Alya

461 Kata
  Alya lantas menjawab dengan lantang dan lugas.   "Maaf. Saya ini guru pembimbing bukan teman main. Jadi, bisakah kau lebih sopan, dengan memanggil saya dengan sebutan Bu Alya, atau kau boleh memanggilku Miss Alya."   Marcello menarik sudut bibirnya, merasa lucu dengan penuturan wanita yang ada dihadapannya ini.   'Cukup galak juga rupanya.' batin Marcello.   "Kalau aku tidak mau, bagaimana? Apa Anda tidak akan jadi membimbing saya, begitu?" tanya Marcello.   Sontak Alya menjadi gelagapan dan bingung. Mana mungkin ia bisa protes, gaji yang ditawarkan oleh mama Della begitu besar, dua kali lipat dari honor yang ia dapat selama ini.   Dengan kesal Alya kembali mendaratkan tubuhnya di kursi lalu menyahut, "Terserah! Terserah kau mau memanggilku apa." Matanya memicing tajam. Belum apa-apa sudah dibuat pusing, calon muridnya kali ini betul-betul akan menguji kesabarannya.   Sejak pertama melihat saja Alya bisa menebak jika Marcello bocah yang menyebalkan. Kendati demikian ia harus bisa bersabar menghadapi bocah yang memiliki hobi melukis itu.   Dalam hati Marcello merasa puas lantaran berhasil membuat wanita bertubuh ramping itu kesal di awal pertemuan mereka. Tetapi, di sisi lain sebenarnya Marcello masih ingin tahu lebih jauh lagi tentang guru cantik tersebut.   Marcello kira kalau guru pembimbingnya adalah seorang pria tua yang membosankan. Namun, setelah melihatnya secara langsung ternyata guru pembimbingnya adalah seorang wanita yang sangat cantik. Tak hanya itu, Alya juga sudah menarik perhatiannya.   "Usiamu berapa?" tanya Marcello tiba-tiba dan seketika membuat Alya melongo tak percaya.   "Memang apa urusanmu? Cukup kau tahu siapa namaku, tidak lebih! Itu adalah privasiku. Ingat itu!" sahut Alya dengan bersungut-sungut.   "Ck! Kenapa kamu sangat galak?" ejek Marcello dengan dengusan samar. "Kalau tidak mau memberi tahu, ya, sudah. Aku juga tidak akan memaksamu." Marcello menyeringai melihat wajah Alya yang tampak memerah menahan marah.   Tanpa menunggu lama lagi Alya pun gegas berdiri, "Bukan urusanmu. Saya pikir sudah tidak ada lagi yang perlu kita bahas. Jadi, saya akan pulang sekarang. Permisi!"   Baru saja Alya melangkah, tiba-tiba Marcello menahannya.   "Tunggu!"   Memejamkan mata sambil menghembuskan nafasnya dengan kasar, Alya pun menghentikan langkahnya kemudian berbalik.   "Apalagi?" sungutnya.   Marcello lantas berdiri, "Butuh tumpangan? Aku bisa mengantarmu pulang dengan selamat sampai tujuan." tawarnya.   Sontak mata Alya membola mendengar tawaran yang meluncur dari mulut Marcello. Alya pikir Marcello ingin mengatakan sesuatu yang penting, namun ternyata hanya menawarkan tumpangan.   Konyol. Sungguh konyol. Pikirnya.   "Tidak perlu! Terimakasih atas tawarannya. Saya bisa pulang sendiri. Kebetulan saya juga sudah memesan taksi." tolak Alya dengan mode galak.   Mengangkat bahunya ke atas Marcello lantas menjawab, "Oke. Kalau kamu tidak mau aku beri tumpangan." Ia pun kembali duduk dan memainkan ponselnya, membiarkan Alya yang berdiri dengan menahan kekesalannya.   Sungguh, Alya ingin sekali mengomel, memaki bocah yang selalu tampil casual itu.   "Menjengkelkan!" Alya lantas meninggalkan Marcello dengan perasaan dongkol. Sedangkan Marcello hanya mengulas senyum menatap kepergian Alya dari ekor matanya. Sementara tangannya sibuk memainkan benda pipih miliknya.   ====
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN