50. Advance

1183 Kata
Panjang lebar yang Roger katakan pada Anna, justru sekarang malah lelaki itu sendiri yang kepikiran. Tidak tahu kenapa, entah kenapa juga, malah dia yang tidak bisa tertidur di saat Anna sudah kembali terlelap dalam dekapannya. Roger memang terkadang tidak paham dengan dirinya sendiri. Yang dirinya sendiri mau itu apa sampai memutuskan hal yang sudah jelas di depan mata, susahnya minta ampun. Harusnya mudah baginya untuk memutuskan sesuatu yang salah--yang jelas-jelas sudah ada di depan matanya. Entah kenapa juga dengan dirinya ini. Padahal, dia percaya kalau dirinya adalah orang normal, tapi tetap saja ada sesuatu yang membuatnya tertrigger dan membuatnya berpikir kalau sebenarnya dia tak betul-betul normal. Jujur saja Roger bukan orang baik. Terkadang dia juga merasa seperti ingin membalas apa yang sudah terjadi pada dirinya. Kecelakaan yang menimpanya tempo hari membuatnya seakan ingin menemui yang berada di balik ini semua dan mengajaknya berbicara, siapa tahu bisa menemukan jalan terbaik dari yang terbaik. Kalau tidak bisa dengan bicara baik dari hati-hati, secara kekeluargaan, Roger akan dengan senang hati menempuh jalur hukum untuk menghukum mereka yang memang seharusnya mendapat hukuman. Kalau boleh memilih, Roger lebih baik mengajak orang itu sparing di ring tinju. Namun Roger sadar, emosi tidak akan menyelesaikan apa-apa. Yang ada malah tambah runyam dan tak kunjung menemui akar permasalahan yang sebenarnya. Dia butuh tahu apa yang membuat orang-orang di luar sana begitu mengincar keluarga Abraham. Menoleh, memandang Anna, tatapan Roger lantas meredup. Dia tidak menyangka kalau perempuan cantik yang tengah tertidur lelap di sampingnya ini adalah istri yang sedari dulu memang sudah diinginkannya. Melihat wajah Anna yang begitu damai, ada rasa iba saat melihat perempuan itu bersedih. Apapun itu yang membuat Anna sedih, Roger juga sedih. Sayangnya, Roger belum bisa membantu banyak sampai sekarang. Karena lebih dari apapun itu, bisa dibilang Roger juga menjadi alasan Anna bersedih. Musuh di balik musuh yang dimaksud, Roger masih tak paham sampai sekarang. Kalau diperbolehkan berbicara pada Anna, Roger akan mengatakannya. Dia sebenarnya tahu kalau papa mertuanya sudah mengantongi satu sama, tapi Barack tidak mau speak up di waktu-waktu dekat ini. Padahal kenyatannya, dia sudah tahu sejak dulu, hanya saja pihak yang diutusnya belum memiliki bukti konkrit. Kalau tidak ada bukti, nanti jatuhnya fitnah. Karena itu Barack dan semua orang sedang berusaha mengungkap siapa dalang di balik kekacauan yang terjadi di Keluarga Abraham sedari dulu. “Kau akan segera mengetahui siapa b*****h di balik semua ini, Sayang. Jangan khawatir.” Gumam Roger pelan dengan tangan yang sudah kembali mengusap puncak kepala Anna begitu lembut., tidak ingin kalau sampai membangunkannya setelah susah payah Anna berjuang untuk bisa tertidur. “Apa, Kak?” tanya Anna pelan saat terjaga begitu merasakan usapan lembut di tubuhnya. Kan, Anna sangat sensitif sekali dengan sentuhan di waktu tertentu. Roger saja sampai meringis tidak enak hati. Anna sudah betulan tertidur tadi. “Tidak ada, istirahat, ini masih pagi buta.” “Kakak juga. Sini aku pijat biar cepat tidur,” Semuanya terjadi begitu saja. Roger tidak sempat mengelak saat Anna sudah menegakkan tubuhnya, mendekatkan tubuhnya dan memijat bahu Roger pelan. “Lengannya pasti sakit karena semalam jadi tumpuanku tidur.” “Tidak sakit. Tidak sama sekali.” Jawab Roger langsung saja. Dia memang tidak merasakan sakit, entah kenapa Anna mendadak menjadi orang sok tahu seperti ini. “Kakak bohong.” “Ini tubuhku, Na. Aku yang lebih tahu saat iya dan tidaknya kesakitan. Kenapa kau sok tahu sekali? Tidur saja, istirahat.” Debatnya panjang lebar agar Anna mau mengalah. “Ya sudah.” Anna melepaskan lengan Roger dan kembali rebahan, memejamkan matanya tanpa dosa, tak bilang apa-apa juga pada Roger. Lagi pula Anna juga sudah mengantuk. Tidak beberapa jam lagi sepertinya tidak buruk. Karena tak mau mengganggu Anna yang Roger sadar kalau istri kecilnya ini butuh istirahat lebih setelah apa yang dirinya lakukan padanya tadi malam, karena itu daripada berpikir yang tidak-tidak seperti tadi, Roger berupaya untuk tidur, mendekap Anna, mencari posisi ternyaman untuk keduanya. Hingga kurang lebih satu jam yang terlewatkan, Anna terjaga dengan d**a yang bergemuruh hebat karena gerakan kasar di sebelah tempat tidurnya. Kalau tidak ingat sudah menikah, Anna pasti langsung berteriak melihat Roger yang bergerak gelisah di ranjangnya. Kepalanya dipenuhi dengan keringat dingin dan bibirnya meracau tidak jelas hingga satu kata yang berhasil Anna tangkap. Yaitu dirinya sendiri. Roger menyebut Anna dalam tidurnya. Sepertinya lelaki itu bermimpi buruk. "Anna? Jangan." Igaunya dengan suara begitu pilu. "jangan bawa Anna seperti Mama." Sadar tidak mungkin membiarkan suaminya tidak sadar seperti itu, Anna berusaha keras untuk membangunkan Roger, dia bahkan sampai berteriak di telinga suaminya ini agar terdasar. Kalau masih tidak berhasil, Anna ingin ke bawah, meminta bantuan semua orang untuk menyadarkan Roger. Dulu Anna pernah punya kakak kelas yang meninggal karena sesuatu yang belum dirinya ketahui secara pasti sampai sekarang. Waktu sekolah menengah atas, Anna punya kenalan anak OSIS. Anak OSIS ini menjabat sebagai ketua OSIS, jadi sudah jelas digilai siswi yang lain karena parasnya yang tampan. Namun bukan itu point kenapa Anna sampai mengingat Almarhum. Kakak kelasnya itu dinyatakan meninggal setelah mengigau dalam tidur. Sudah berusaha diciprati air, dipanggil tepat dekat telingat, tetap saja tidak kembali. Karena itu Anna bersyukur sekali saat Roger perlahan-lahan menemukan dirinya kembali. Lelaki itu terbangun dengan wajah yang sulit diartikan. Kepalanya benar-benar dipenuhi keringat dingin. “Ka-“ “Jangan tinggalkan aku. Aku tidak mau sendiri.” Tanpa bisa dicegah, Roger sangat lirih, Roger langsung memeluk Anna begitu saja. Tubuhnya bergetar ketakutan. Apa yang dirinya impikan tadi terasa begitu nyata. “Kakak mimpi buruk?” Anna bertanya lirrih yang juga tak mendapatkan balasan dari Roger. Lelaki itu sekarang lebih mirip orang linglung, tidak tahu harus melakukan apa dan bagaimana. Namun Anna yang sedari awal dipeluk tahu harus melakukan apa. Dia mengusap punggug suaminya itu perlahan, hati-hati agar suaminya ini tenang. "Tidak apa-apa, Kak. Mimpi hanya bunga tidur, tidak perlu dipikirkan. Kakak akan baik-baik saja." Andai saja semudah itu mengatakannya, Roger maunya juga seperti itu. Tapi semuanya kembali lagi pada pribadi masing-masing apakah masih percaya atau sudah tidak percaya lagi. Mimpi memang sebuah bunga tidur, tapi terkadang mimpi benar-benar menjadi sebuah pertanda. "Jangan pergi," pinta Roger masih selirih tadi, tapi Anna tidak mempermasalahkan itu semua, yang terpenting Roger sudah sadar. Jangan sampai karena sering mengalami hal buruk, semua orang yang membantunya jadi susah seperti ini. Tidak. Anna tidak mau. Anna tidak mau lagi. Sudah cukup sampai di sini. Anna akan menunjukkan siapa itu dia. Anna akan membuat semuanya kembali seperti sedia kala. Penuh damai dan senyum kebahagiaan semua orang karena penderitaan akan segera berakhir,. Dan kebahagiaan yang akan menjemput datang. Tunggu tanggal mainnya, semuanya masih baik-baik saja sekarang. Tidak tahu besok, tidak yahu nanti, tidak tahu pula apa yang akan terjadi setelah ini. "Aku tidak akan pergi kalau Kakak tidak mengizinkanku pergi, Kak." "Aku tidak akan pernah mengizinkanmu pergi sendiri, Na. Aku harus ikut kemanapun kau pergi." "Bahkan di dunia lain?" Anna kembali bertanya pelan sekali. "Iya, dimanapun itu, asalkan bersamamu. Jangan tinggalkan aku lagi." Pinta Roger kembali sendu. "Tidak, aku tidak pernah pergi kemana-mana. Aku selalu di sini." Kedua sejoli itu saling menguatkan dekapannya satu sama lain. Dengan cara ini baik Anna maupun Riger bisa mendapatkan ketenangan yang mereka tahu betul sesungguhnya ini adalah sementara.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN