Semua orang pasti ingin yang terbaik untuk keluarganya sendiri. Dan sebagai kepala rumah tangga, Roger berjuang betul-betul untuk memberikan semua hal terbaik yang bisa dirinya berikan.
Ini bukan tentang pamer kebahagiaan dan sebagainya, tapi ini tentang bagaimana upaya yang bisa dilakukan oleh suami untuk membuat istrinya bahagia dengan hal-hal sederhana saja, tidak perlu yang mewah-mewah. Karena sesungguhnya, kebahagiaan tidak bisa diukur dengan barang mewahnya atau sebagainya yang menjadi alasan itu terjadi.
Malam ini di kediaman Abraham ramai sekali karena ada adik Irish yang datang dari Singapura, semua orang tentu memilih di rumah dan melepas kerinduan satu sama lain daripada pergi bekerja atau bertemu orang lain. Karena mereka tahu betul, sejauh apapun tempatnya, keluarga tetaplah keluarga. Sosok yang paling mengerti dan tidak akan pernah tergantikan kedudukannya oleh orang terdekat sekalipun. Sebaik apapun orang lain, terkadang ada saja membuat sedih dan selalu keluarga yang menjadi tempat pulang paling nyaman.
Roger yang disebut-sebut menantu kesayangan karena lelaki sendiri menjadi ejekan--atau lebih tepatnya dipanas-panasi biar cepat punya anak.
"Jordan sudah punya jagoan kecil, Khris sebentar lagi menyusul, tinggal beberapa hari saja, kan, Shilla?"
Perempuan hamil besar yang sedari tadi duduk di sofa sesekali izin ke kamar mandi karena ingin buang air kecil, mengangguk membenarkan. Anna dengan setia duduk di sampingnya, mengusap perut ibu hamil itu perlahan. Dia juga suka saat Shilla menyentuh perutnya, mendoakan agar Tuhan segera meniupkan ruh ke dalam rahimnya.
"Lihatlah Anna, dia lucu sekali, seperti kakak yang menantikan adiknya lahir." Celetuk sang bibi lagi. Bukan karena ingin mencela, mereka memang sudah terbiasa bercanda yang semoga saja tidak sampai membuat perasaan orang lain menjadi tersinggung.
Yang lain tertawa, Anna hanya cengengesan. Dia tidak keberatan dibilang seperti itu karena memang seperti itu kenyatannya. Namun dengan begitu tulusnya Shilla turut menjawab seraya mengusap perut Anna. "Sebentar lagi pasti diberi sendiri. Iya kan, Na?"
Bukan hanya Anna, semua orang yang berada di sana yang langsung beramai-ramai mengaminkan doa terbaik mereka semua. Karena doa yang baik, pasti akan kembali pada yang mendoakan.
Mereka berbincang begitu banyak hal, minus Kania yang sudah tidur nyenyak di kamar karena kelelahan mengurus si kecil Niel yang rewel sekali hari ini. Karena itu Shilla yang memang tidak bisa tidur karena selalu ingin buang air kecil lebih memilih bersama keluarga yang lain untuk terjaga.
“Itu bagaimana putriku yang hamil besar malah diajak berbincang di malam seperti ini? Harusnya dia istirahat.” Barack lantas menatap Khris tajam yang tengah terduduk di samping perempuan hamil itu. “Khris, bawa istrimu ke kamar, Shilla harus istirahat, tidak boleh kecapaian!”
Tahu apa yang dilakukan oleh, Khris? Dia malah cengengesan, menghadap Anna dan membisikkan sesuatu pada adik kesayangannya itu. “Kalau kau nanti hamil, Na, siap-siap menyabari Roger yang dibilangi ini itu oleh papa dan mama, ya?”
Anna tertawa, mencubit perut kakaknya ini dan berganti mengusap d**a suaminya perlahan, bermaksud menenangkan. “Kak Khris bercanda.” Katanya.
Roger tidak perlu merespon karena dia sendiri tahu yang sebearnya seperti apa. Kalau soal anak-anaknya, Barack tidak pernah main-main. Dia begitu perhatian kepada kedua menantunya yang perempuan bukan karena ingin mendapatkan keturunan saja, tapi karena dasarnya mereka adalah keluarga yang penyauang, yang tidak perlu diragukan lagi kepeduliaannya terjadap satu sama lain.
“Kau tidak perlu menenangkanku Na, aku memang harus siap mental saat kau hamil nanti.”
“Khris?” Barack menginteruspi lagi karena malah terlihat menantang dengan tak kunjung membawa Shilla ke kamar dan istirahat.
“Iya papaku sayang, papa jangan marah-marah, nanti Papa cepat tua.”
“Kurang ajar ya, Anda. Saya pecat jadi anak—“
“Pa?” Irish langsung menegur, menggeleng pelan ke arah suaminya yang langsung diam. Barack memang bukan definisi suami takut istri, tapi dia memang kalem kalau bersama dengan istrinya. Ya mau bagaimana, Isrih yang memberinya keturunan, Irish juga yang selalu menemaninya tengah baik siang maupun malam. Kalau Barack sampai tidak bisa membahagiakannya, Barack akan merasa kecewa pada dirinya sendiri.
“Ayo Sayang, nanti Papa marah lagi.” Khris membantu Shilla berdiri, bahkan dengan sengaja menggendong istrinya ini di depan semua orang.
“Kak Khris!” Pakik Shilla terkejut, agak takut juga kalau sampai terjatuh karena Shilla juga sadar kalau semenjak hamil, nafsu makannya meningkat sekali dan sudah jelas bagaimana tubuhnya yang jadi lebih gemuk sekarang. Tapi dengan santainya Khris selalu mengatakan,
“Mau kau gemuk ataupun kurus, kau akan tetap seksi di mataku, Sayang. Jadi jangan khawatir.” Yah, setidaknya gimbalan receh seperti itu yang selalu Khris katakana. Namun setidaknya, Khris memang tidak berbohong. Tubuh Shilla yang lebih berisi terlibat lebih seksi di matanya, dan perlu ditekankan lagi kalau Khris tidak sedang berbohong untuk membuat Shilla senang. Karena pada akhirnya, buat apa membuat orang senang jika kebohongan itu sejujurnya hanya menghasilkan kesakitan. Tidak di awal, tidak pula di akhir, karena sesungguhnya tepat di waktu kebohongan itu dilontarkan.
“Awas hati-hati!” Barack memperingatkan lagi saat anaknya yang paling pecicilan ini mencari sensasi. Kalau Shilla sampai jatuh, langsung kena hajar dia oleh kedua tangan Barack sendiri. Sedari kecil anak laki-lakinya selalu dilatih untuk melindungi wanita, bukan menyakiti lewat lisan ataupun lisan.
Begitu Shilla dan Khris sudah masuk kamar, menutup pintunya rapat-rapat, Barack gantu melihat ke Anna dan Roger. “Kalian juga istirahat. Sudah malam, besok sudah bekerja kembali.”
Anna yang manis langsung menurut saat papanya yang menyuruhnya untuk istirhat. Lagi pula, dia juga sudah merasa mengantuk, Roger pasti juga lelah karena dari semua orang yang berada di sana, dia yang bekerja kemudian di telfon untuk pulang dan berkumpul dengan semua orang, membagi kebahagiaan satu sama lain.
“Ayo, Kak.” Perempuan bertubuh ramping itu berdiri lebih dulu, kemudian Roger menyusul dan pamit untuk naik ke lantai atas.
Kalau seperti ini, sudah jelas apa yang terjadi. Melihat saudara-saudarinya sudah ada yang memiliki dan sekarang akan ada anggota kecil yang datang kembali, baik Ann maupun Roger semakin semangat dan berusaha semakin keras untuk bisa segera dimiliki momongan.
Tentu saja mereka harus b******a. Memangnya mereka harus melakukan apa lagi? Setidaknya mereka melakukan hubungan itu tiga kali selama seminggu, bahkan tak jarang semalam bisa sampai beberapa kali saking niatnya. Mereka memang sunguh-sungguh ingin mendapatkan keturunan sesegera mungkin. Semoga Tuhan berkenan mengabulkan doa mereka yang tidak pernah berubah.
Mereka tahu kalau Tuhan sudah menuliskan semuanya, tapi tetap. Anna dan Roger tidak akan berhentu berusaha sebelum Tuhan sendiri yang membuat mereka berhenti berusaha.