Mereka semua yang diam di ruang VIP ini tidak habis pikir dengan Anna yang bisa-bisanya mendapat musibah lagi dan lagi. Kalau Anna tadi telat mendapatkan penanganan, entah apa yang akan terjadi pada putri kesayangan keluarga Abraham ini. Semua orang bahkan tidak bisa membayangkan hal terburuk yang bisa saja terjadi pada Anna.
Anna adalah perempuan lemah lembut. Dia juga tidak pernah mencari gara-gara dengan orang lain. Tapi lihatlah, dia terus saja disakiti dengan atau bahkan tanpa sengaja. Dia mau makan saja dicelakai. Bagaimana kalau dia tetap bernafas, bahkan sampai detik ini?
Sudah tahu kan kenapa keluarnya sampai begitu protektif pada Anna? Ya karena memang itu. Anna memang diincar orang selama ini. Bahkan sejak dulu. Saat dia mulai tumbuh menjadi gadis yang menawan. Di saat umurnya mulai menginjak 17 tahun. Setelah itu, banyak sekali hal tidak baik yang terjadi pada dirinya.
Dari keluarga sendiri mempercayai kalau Anna sampai diganggu karena politik perusahaan. Namun, apa adil kalau memainkan politik bersamaan dengan mempermainkan nyawa orang? Itu jelas tidak lucu dan tidak adil sama sekali. Apalagi, Anna tidak ada hubungannya dengan semua persaingan yang ada. Seharusnya, yang mengincar Anna memiliki sedikit otak agar bisa berpikir dengan benar. Setidaknya, mereka atau siapapun dia yang berniat jahat pada Anna berpikir terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk menyakiti perempuan itu.
Pernah mendengar kalau perempuan terbuat dari tulang rusuk yang mudah bengkok. Ya! Perempuan memang harus dijaga. Perempuan harus diperlakukan lembut. Kalau tidak, tulang rusuk yang mudah bengkok itu akan patah.
"Pulang dulu bersama Shilla. Aku dan Khris akan menjaga Anna di sini." Jordan mengusap perut Kania pelan, kemudian mengecup puncak kepala istrinya ini sayang.
Kania langsung mencebik saat suaminya yang tak lain adalah Jordan sudah memintanya untuk pulang. "Aku kan ingin menunggui Anna sampai sadar."
"Tidak, Sayang. Nanti kau Kelelahan. Pulang saja, aku akan pulang kalau Anna sudah diperbolehkan untuk pulang."
Sebenarnya, Kania tidak masalah meski Jordan terlihat lebih peduli dengan Anna atau apapun itu. Yang menjadi penting untuk Kania, dia juga sama menyayangi Anna. Dia ingin memastikan keadaan adiknya ini juga baik-baik saja. Karena itu, Kania bersikeras ingin melihat Anna sedari tadi. Dan sekarang, baru duduk tidak ada satu jam saja, dia sudah disuruh pulang.
"Apa Ilyas akan dimarahi, Kak Pria itu terlihat terpukul sekali. Dia pasti sedih." Kata Kania mengalihkan pembicaraan.
Jordan yang sedari tadi diam saja memikirkan keadaan Anna jadi teringat juga dengan Ilyas. Kalau mau, Khris yang jago judo bisa menghajar Ilyas sedari tadi karena tidak becus menjaga Anna. Namun, Anna yang tadi sempat tersadar terus menyebut jangan marahi Ilyas. Jadi ya sudah. Mereka hanya diam, tidak mengajak Ilyas bicara atau apapun itu. Takutnya, mereka ada yang emosi dan malah menghakimi seseorang yang seharusnya tidak dihakimi. Sementara Barack Abraham sendiri tengah berpikir keras, menanti kabar putrinya. Dia tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri kalau sampai terjadi sesuatu yang buruk pada Anna. Sampai kapanpun, Anna tetaplah putri kecil di matanya. Dia tidak akan membiarkan siapapun menyakiti putri kesayangannya ini.
"Jangan khawatir. Pulang, istirahatlah." Jordan akhirnya membalas.
Karena tidak mau menambahkan beban suaminya, akhirnya Kania pergi bersama Shilla yang tentu saja sudah dijemput supir keluarga. Semua perempuan di keluarga Abraham diperlakukan sebagai ratu. Mereka tidak akan kekurangan atau merasa tidak disayangi. Karena itu, meski sudah tahu seprotektif apa suami-suaminya, Kania dan Shilla tetap setia hidup bersama anak laki-laki dari keluarga Abraham. Selain itu, mereka tidak mempermasalahkan status sosial karena jelas, anak-anak mereka kelak yang akan menjadi kepala rumah tangannya. Namun kalau Anna, perempuan sendiri, jadi sudah dasarnya si pria yang harus jadi kepala rumah tangga. Karena itu mereka siaga sedari dulu, takut Anna jatuh pada orang yang salah. Padahal sungguh, keluarga Abraham sangat memuliakan perempuan.
Tentu saja sudah jelas kalau perempuan adalah sosok yang akan melahirkan anak-anaknya kelak. Yang mendampingi sampai maut memisahkan. Dan tentu lagi, para perempuan yang akan mendampingi mereka dalam keadaan susah maupun. Meri yang diajak berbagi dan membagi.
"Roger mengatakan apa?" Jordan kembali bertanya saat istrinya dan istri adiknya ini pulang.
"Hanya mengatakan kalau memang sengaja dimasukkan."
Jordan memejamkan matanya dalam-dalam dengan tangan terkepal kuat. Dia ingin menghajar seseorang tapi dia tahan mati-matian sedari tadi. Dia tidak boleh main tangan sendiri. Istrinya sedang hamil. Jangan sampai kemarahannya berimas buruk oada istri dan calon anaknya.
"Tutup Louise sampai pelakunya ditangkap. Dan jangan biarkan dibuka kembali sebelum penjahatnya ditemukan."
Khris yang mendengar perkataan Kakak tertuanya ini hanya bisa mendesah lelah. Tak menyangka saja kalau adiknya yang sangat dia jika selalu saja dipermainkan nyawanya seperti ini. Maksudnya, ada dirinya di sana. Mereka yang membenci keluarga Abraham bisa langsung datang ke rumah dan membicarakannya secara kekeluargaan. Namun sayangnya, tidak ada yang seperti itu. Yang ada, ada saja berita kalau Anna celaka. Adiknya ini fisiknya sudah lemah sejak awal. Tapi mereka terlalu pintar dengan mengincar seseorang yang paling mudah di serang di keluarga ini.
"Keadaan Anna belum membaik, Kak." Khris berujar lirih yang langsung membuat Jordan menoleh menatapnya tajam.
"Anna tidak akan suka kalau kita sampai memutuskan mata pencaharian orang-orang di sana." Khris melanjutkan. Tahu betul sifat adiknya yang terlalu baik.
Terkadang, mereka sering mengerjai kalau Anna adalah anak pungut karena kepribadian mereka yang jomplang jauh. Anna yang sabar dan lemah lembut dan medeka yang tidak sabar dan tidak lemah lembut. Kalaupun ada yang sifatnya seperti Anna, jelas itu keturunan dari Irish-mamanya yang orangnya sebelas dua belas seperti Anna. Penyayang, lemah lembut dan tidak tegaan menjadi orang.
"Lalu menurutku bagaimana? membiarkan pelakunya berkeliaran dan bisa mencelakai Anna kembali? Dia bisa saja pergi ke rumah sakit, Khris."
"Roger sudah mendapat satu satu kartu As Kak Jangan khawatir. Kita akan segera mendapat pelakunya."
Sementara Ilyas yang memang sedari tadi hanya duduk diam, semakin tidak bisa melakukan apa-apa begitu nama Roger disebut-sebut sudah mendapatkan kartu As-nya. Tapi apapun itu, tidak apa. Meski namanya tergeser dari daftar calon suami Anna versi Barack Abraham, yang terpenting bagi Ilyas adalah Anna baik-baik saja. Pria ini tidak percaya kalau jodoh tidak akan kemana. Lagi pula, Ilyas mengakui kelalaiannya yang menyetujui untuk makan begitu saja. Padahal tadi, Barack Abraham sudah berpesan kalau jangan sampai membiarkan Anna keluar dari mobil. Ini lho yang terjadi kalau tidak patuh dengan orang tua.
"Ada yang ingin kau katakan?" Khris tiba-tiba bersuara yang tanpa bertanya sedikitpun, Ilyas tahu kalau itu pertanyaan dingin yang ditujukan untuk dirinya yang tidak becus menjaga Anna.
"Carilah pembelaan kalau kau tidak ingin sampai sekarat, Ilyas." Khris belum selesai, dia menambahkan apa yang memang seharusnya Ilyas dengar.
"Aku tidak akan mencari pembelaan, Khris. Hukum saja aku. Anna sampai seperti ini karena memang kelalaianku untuk menjaganya.
Jordan hanya tersenyum miring. Muak juga lama-lama mendengar suara Ilyas. Malah yang ada, dia semakin benapsu ingin menghajar Ilyas lagi dan mempertanyakan kelakuannya yang sampai membuat keadaan Anna genting seperti ini.
"Kau tahu separah apa kalau Anna sampai makan udang?"
"..."
"Dia pernah sekali seperti itu dan hampir kehilangan nyawanya. Dan sekarang harus terulang lagi saat dia dewasa. Kalau kau tidak mampu menjaga Anna, jangan pernah dekati Anna lagi. Kami bisa menjaganya sendiri. Tidak usah sok menjadi pahlawan kesiangan untuk Anna."
***
Anna sudah tersadar sejak beberapa saat yang lalu. Begitu membuka mata, dia masih tidak bisa memahami apa yang terjadi di sekitarnya. Kemudian, dia baru menyadari wajah sedih orang-orang di sana.
Perempuan ini bahkan sampai meringis karena tak kunjung mendapatkan kenyamanan di tenggorokannya. Rasanya seperti nyeri dan seakan berdarah. Namun, Anna tahu kalau tidak sampai separah itu.
Bu Irish, mamanya pernah bercerita waktu dia kecil. Dulu, Anna suka sekali melihat bentuk udang. Karena kesukaannya itu, jadi Bu Irish pikir tidak apa-apa memberi Anna udang di usianya yang kelima tahun. Sebelum terkena pemicunya, alergi tidak akan kambuh, kan? Itu yang Anna alami.
Anna kecil yang lucu makan udang dengan begitu lahap. Sayangnya, beberapa menit kemudian setelah makan, dia langsung sesak nafas dengan muka yang memerah hebat. Dan tanpa pikir panjang, dia langsung di bawa ke rumah sakit terdekat. Dan dokter mengatakan, Anna alergen dengan kandungan yang ada pada udang.
Alergi udang disebabkan sistem daya tahan tubuh bereaksi dengan protein yang terdapat dalam udang.
Ketika seseorang yang memiliki alergi terkena protein udang atau seafood lain, sistem kekebalan tubuh jadi aktif dan melawan zat yang dianggap ancaman tersebut.
Reaksi ini dapat memicu tubuh melepaskan histamin. Pelepasan bahan kimia ini bisa menimbulkan gejala alergi.
Dan setelah pemeriksaan, dokter menyatakan kalau Anna mengalami anafilaksis atau syok anafilaksis
Anafilaksis adalah reaksi alergi berat yang berpotensi mengancam nyawa. Anafilaksis dapat terjadi dalam waktu hanya beberapa detik sampai menit setelah terjadinya paparan terhadap zat alergen seperti kacang atau sengatan lebah.Pada orang yang mengalami anafilaksis, sistem imun tubuhnya menghasilkan banyak zat kimiawi yang menyebabkan seseorang jatuh dalam kondisi syok yang ditandai dengan tekanan darah yang turun secara tiba-tiba dan saluran napas yang menyempit sehingga menyebabkan kesulitan bernapas.
Semenjak saat itu, Anna tidak pernah lagi makan udang. Orang-orang dalam rumah pun mulai tidak makan udang sejak kejadian itu.
Sebenarnya makan. Hanya saja, saat mereka berada di luar alias pesan di resto-resto langganan keluarga mereka. Dan saat Anna kembali alergi seperti dulu, mungkin dia sudah lupa rasanya atau memang chef-nya yang terlalu pintar hingga bisa menyamarkan amis udangnya dan membuatnya seakan menyatu dengan daging ayam dan saladnya.
"Ma. Mam-ma." Lirih Anna pelan saat melihat mata Bu Irish bengkak kanan kiri.
"Hai, Sayang. Oh syukurlah..." Kata Bu Irish lega buka main. Bagaimana tidak, Anna tak sadarkan diri selama tiga hari. Sempat sadar beberapa detik di hari pertama. Namun setelahnya, mata indah putrinya ini kembali terpejam dan tak kunjung terbuka sebagaimana mestinya.
Tanpa pikir panjang, Barack Abraham langsung memanggilkan dokter lewat emergency call di dekat tabung oksigen di kamar putrinya ini.
"Jangan banyak bicara dulu, Sayang. Kamu sudah aman." Masih penuh keharuan, Bu Irish mengusap puncak kepala putri kesayangannya ini lembut.
Sampai akhirnya dokter yang dipanggil datang dan memeriksa keadaan Anna. Bu Irish tentu sudah mundur dan kembali berdiri agak menjauh terlebih dahulu bersama suaminya, Barack Abraham.
Begitu selesai diperiksa, dokter meminta Barack Abraham untuk berbicara empat mata dengannya sementara Bu Irish tentu saja kembali menghampiri Anna, menenangkan putrinya ini kembali.
"Apa yang dirasain, Na? Dadanya masih sesak?"
Anna tersenyum tipis di balik masker oksigennya. Lantas tangan kirinya terulur untuk menyentuh tangan kanannya yang agak nyeri.
"Kenapa, tangannya sakit?"
"Iya, Ma."
Bu Irish meratapi putrinya ini nanar lantas mengatakan pada suaminya saat sudah kembali agar memanggilkan dokter spesialis tulang untuk memastikan keadaan Anna. Bu Irish tidak ingin kalau Anna sampai kenapa-kenapa.
"Mama lebih baik pulang saja, jaga Kania. Papa mendapat kabar dari Khris kalau tadi Kania panas tinggi. Takutnya kenapa-kenapa. Biar papa yang jaga Anna di sini."
Anna yang mendengar berita itu jadi prihatin. Semoga kakaknya dan calon bayinya baik-baik saja. Semua orang pasti sedih kalau terjadi sesuatu dengan calon cucu pertama mereka, anak mereka dan keponakan-keponakan mereka.
"Mama pulang saja. Papa yang akan menungguiku di sini. Mama jangan khawatir, ya?"
Bu Irish mengangguk lemah. "Cepat sembuh ya Sayang, cepat pulang ke rumah." Lirihnya sendu.
"Iyaa Ma."
Pada akhirnya, meskipun berat, Bu Irish tetap meninggalkan Anna. Mereka berpelukan erat sebelum berpisah satu sama lain. Rasanya berat sekali meninggalkan Anna yang sangat membutuhkan dirinya sekarang.
"Sayang?"
Anna tersentak dan tersenyum lemah saat Barack Abraham menggantikan posisi istrinya tadi untuk menunggui Anna.
"Hai, Pa."
Dan entah apa yang sudah Anna lewatkan, tiba-tiba saja Barack Abraham menangis di hadapannya, memohon maaf seraya mendekap tangan kirinya erat di depan d**a, sesekali menciumnya penuh haru.
"Maafkan papa, Sayang. Papa lalai lagi menjagamu. Harusnya papa tidak membuatkanmu pergi sendiri dengan Ilyas di saat papa sendiri tahu kalau banyak yang ingin menjatuhkan papa lewat dirimu."
"No, Pa." Perempuan ini menatap papanya nanar. "Bukan salah siapa-siapa. Mungkin sudah nasibku harus seperti ini. Lagipula, aku bangun kembali, kan? Papa jangan khawatir. Aku tidak apa-apa. Kak Jordan kan pernah bilang, nyawaku ada sembilan. Jadi, papa jangan khawatir."
Niat hati ingin menghibur, Anna jatuhnya menangis juga.
"Kamu bukan kucing yang punya sembilan nyawa, Sayang."
"Tapi aku berteman dengan kucing. Jadi sama saja."
Ya, Anna Abraham. Putrinya yang keras kepala kembali. Sayangnya, mau Anna berkata apapun itu, sesak yang dirasa Barack Abraham tidak akan hilang begitu saja sebelum melihat putrinya ini kembali baik-baik saja.
"Papa come on, you're my daddy. Papa selalu bilang kalau tidak boleh cengeng jadi perempuan. Tapi sekarang apa, papa malah mengisiku seperti ini."
Barack buru-buru mengusap matanya yang berkaca-kaca. "Kau tidak bangun selama tiga hari Sayang. Papa takut sekali."
Tapi sekarang aku di depan mata Papa sedang bicara. Papa jangan khawatir berlebihan. I am fine, Pa."
"Baik bagaimana? Kau bahkan masih menggunakan alat bantu nafas. Tidak ada yang baik-baik saja, Sayang. Papa rasa, papa harus segera mencari suami yang paling tepat untukmu."
"Papa please, Papa bicara apa? Menikah bukan mainan, Pa."
"Kamu tidak mau menikah dengan pria pilihan papa?"
Anna terdiam melihat sorot kecewa yang jelas nampak di mata ayahnya. Dia memang tidak pernah tega melukai orang lain. Bahkan, saking lembut perangainya perempuan ini, dia lebih memilih yang disakiti daripada dia yang menyakiti.
"Aku belum ingin terikat oleh orang lain, Pa. Mimpiku masih banyak yang belum terpenuhi. Aku belum membalas semua yang mama, papa dan kakak yang kalian beri kepadaku."
Barack Abraham menggeleng pelan. "Tidak, Sayang. Itu memang harus. Kau memang pantas mendapatkannya. Kami sangat menyayangimu. Kau adalah mutiara kami. Papa, mama, dan kakak-kakakmu, kami tidak akan bisa tidur dengan tenang kalau kau belum hidup bersama dengan orang yang tepat."
Kalau seperti ini, justru Anna enggan pergi meninggalkan keluarganya. Dia terlalu suka dengan zona nyaman yang memang tercipta dengan sendiri saat dirinya berada di rumah. Namun tak ayal, terkadang Anna membayangkan kalau dia menikah nanti, pasti senang sekali bisa mengurus semua keperluan suaminya. Hanya saja, memangnya siapa calonnya? Anna rasa, semua pria yang datang melamarnya selalu mundur perlahan kecuali Ilyas. Dan diturut dari kejadian ini, Anna rasa kalau Ilyas akan dihapus dari daftar calon suaminya versi yang dibuat oleh papanya sendiri.
Anna memang memiliki kriteria yang sederhana tentang hidupnya. Namun, orang-orang terdekatnya ingin yang lebih-lebih dan yang paling baik untuk Anna. Sudah jelas putri mereka satu-satunya. Mereka tidak ingin kalau Anna sampai jatuh pada pria yang salah hingga membuat hidup putrinya ini seperti di neraka alias menderita.
"Thank you for everything, Pa. Sampai nanti, aku tidak akan bisa membalas semua kebaikan kalian. Terima kasih juga untuk Tuhan yang sudah menjadikanku sebagai putri Papa." Anna tersenyum haru kepada papanya. "Di kehidupan selanjutnya, kalau aku dilahirkan kembali, aku ingin tetap terlahir dari orang tua hebat seperti kalian. I love you so much, Pa. You are my hero, always, forever."
Barack Abraham tersenyum begitu tulus kepada Anna dan memberikan kecupan hangat di kening putri kesayangannya ini. "I love you to, Sayang. Selama papa masih hidup, papa akan menjagamu sampai akhir hayat meski nanti kau sudah hidup bersama dengan suamimu sekalipun."
Apapun itu, Anna tidak mempermasalahkannya. Baginya, kebahagiaan keluarganya adalah untuk terpenting. Karena dari miliaran orang yang berada di dunia ini, hanya kepada keluarga tempat yang paling nyaman untuk kembali.