10. Lunch Together

2365 Kata
Anna bahagia sekali setelah kembali dari taman. Dia berpisah dengan Lili lantas pergi lagi dengan Ilyas yang akan mengantarnya pulang. Bagaimana tidak bahagia? Ini pertama kalinya Anna berkumpul dengan anak-anak jalanan secara langsung. Kalau dulu, Anna hanya bisa bermimpi memiliki teman dekat. Karena jelas, keluarganya tidak akan mengizinkan Anna sebebas itu. Perempuan ini begitu menginginkan kebebasan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Sayangnya, itulah yang menjadi kesulitannya. Dia tidak bisa sebebas itu. Maka hari ini, entah berapa ribu detik yang sudah ia habiskan di sana bersama anak-anak jalanan tadi, membuat Anna senang dan bahagia bukan main. Di sana, Anna bisa menempatkan diri sebagai perempuan biasa. Perempuan yang mana, hanya manusia. Bukan Anna anak orang kaya yang tidak pernah kekurangan. Anna jadi merindukan masa kecilnya yang hanya ada Roger. Dan bicara soal Roger, Anna tidak mau membicarakannya. Pria itu pergi tanpa pamit. Dan bersama dengan Lili tadi, malah Lili yang bertanya bagaimana kabar Roger pada Lili. Bukankah itu terbalik? Anna pikir, Roger pergi bersama Lili. Dan jelaslah sekarang kalau Roger pergi sendirian di Singapura. Namun, sudah seharusnya pria itu kembali. Ini sudah berapa lama sejak Anna dioperasi bahkan sudah boleh pulang dan tadi jalan-jalan? Sudah dua minggu lebih. Sayangnya, entah apa yang Anna lakukan sampai Roger pergi begitu saja. Mungkin, tanpa sadar ada perkataan Anna yang menyakiti Roger. Namun apapun itu, Anna tidak sengaja. Dan lagi, Anna tidak bisa meminta maaf lewat sambungan telfon karena Anna tidak memiliki nomor telefon Roger. Selain itu, Anna juga tidak mau menghubungi Roger lebih dulu, takut menganggu meksipun Anna sendiri juga tidak yakin Roger akan terlihat lagi di depan matanya. Sudahlah. Anna sudah terbiasa ditinggal sejak kecil karena keprotektifan keluarnya. Tidak heran kalau selama hidup diperlakukan seperti itu, makanya Anna selalu bersikap senang dan selalu baik-baik saja saat sendiri. Memang begitu kenyataannya, kan? Anna memang senang sendiri. Bahkan sejak Roger melangkahkan kaki untuk pergi jauh darinya, Anna lebih suka kesendirian daripada keramaian yang membuatnya asing pada dirinya sendiri. Kalau ramai bersama dengan anak-anak jalanan tadi, sudah jelas beda kasus. Anna tidak pernah melakukan hal itu selama ini. Jadi itu termasuk hal baru yang baru Anna lakukan sekali seumur hidup di kehidupannya kali ini. "Mau langsung pulang sekarang, Na? Atau mau makan dulu?" Ilyas bertanya selagi masih ada kesempatan. Jarang-jarang bahkan hampir tidak pernah Anna mau diajak pergi seperti ini. "Memangnya mau makan di mana, Kak?" Anna bertanya lebih dulu karena dia memang ada alergi beberapa makanan. Jadi, tidak boleh asal saat mengajak Anna makan di restoran luar. "Terserah kamu saja. Paman Barack mengatakan kalau putrinya ini tidak bisa makan sembarangan. Jadi, kau saja yang memilih tempat makannya." Anna menoleh kembali ke jalanan. Kakinya bergerak pelan, mengetuk ruang di bawah. "Di Louise saja, bagaimana? Aku dan Kak Khris selalu makan di sana." Ilyas langsung mengangguk mantap. "As you wish, Na. Kita pergi ke sana." Dan perjalanan menuju sana, mereka berbicara banyak hal sekali. Anna sangat senang dan Ilyas lebih senang sekali. Dia menunggu-nunggu hal seperti ini bersama Anna. Sayangnya, semuanya terwujud saat perempuan itu terkena musibah. Semoga saja perempuan ini cepat mendapat kesembuhan. Ilyas tak sabar melakukan hal lebih daripada ini. Dalam konteks jalan-jalan hanya berdua bersama Anna. Sampai di Louise, Anna memesan makanan yang memang menjadi pilihannya saat datang ke sini. Sementara Ilyas juga memesan makanan yang sama dengan Anna, tidak mau repot memilih. Begitu pelayanannya pergi, Anna menatap Ilyas dengan alis terangkat. "Kenapa sama denganku, Kak. Padahal menunya banyak." "Malas saja memilih. Lagipula, yang kau rekomendasikan pasti enak. Aku tidak khawatir tidak mampu menghabiskannya." "Dasar!" Anna tersenyum tipis. "Kalau tidak suka jangan menyalahkanku, ya?" "Tidak akan. Pasti habis, lihat saja nanti." Tak selang lama, pelayanan datang memawa nampan yang berisi pesanan Anna dan Ilyas. Mereka lantas makan dalam diam hingga setengah perjalanan makan, Lili tiba-tiba datang dan menghampirinya dengan begitu ceria. "Anna? Kita bertemu lagi!" Lili yang ekspresif langsung mendekat ke arah Anna dan merangkul bahunya senang, penuh keakraban. Untung saja Anna tidak sampai tersedak karena terkejut. "Hai, Li. Makan juga." Anna membalas. Dengan begitu cerianya, Lili membalas. "Iya. Coba lihat ke sana. Kau pasti senang melihatnya. Anna refleks menoleh dan matanya bersitatap dengan mata tajam pria yang meninggalkannya beberapa minggu yang lalu. Roger. Pria itu tengah duduk santai dan menatapnya tanpa ekspresi. Sementara Ilyas yang jadi ikutan menoleh karena merasa terdiktraksi, berakhir tersedak dan terbatuk keras. Buru-buru Anna melarikan pandangannya ke arah Ilyas, mengulurkan air putihnya yang belum tersentuh pada pria baik di depannya ini. "Minum dulu, Kak." Katanya agak khawatir karena Ilyas betulan terbatuk hingga matanya merah pekat. Sambil memandang Ilyas yang masih terbatuk-batuk, Anna meremas tangannya pelan, menelan ludahku susah payah saat merasakan sesak di dadanya. Ilyas yang sudah bisa bernafas dengan benar menatap Anna ada yang aneh. "Na?" Panggilnya. "Kenapa? Kenapa pelipismu dibanjiri keringat seperti itu?" Bukan hanya pertanyaan belaka, Ilyas sampai berdiri menghampiri Anna, menyentuh bahunya pelan saat Anna menunduk. "Anna? Hai? Kenapa?" panggil Ilyas semakin panik. Anna mengangkat tangan kirinya, lantas menepuk dadanya perlahan. "Sesak, Kak. Aku tidak bisa bernafas." Lirihnya. "Ya Tuhan. Bagaimana ini?" Lili yang kebetulan memang tidak jauh dari sana tentu sadar ada yang tidak beres dengan Anna. Tanpa pikir panjang, dia menepuk punggung Roger keras dan meminta pria itu agar ikut menghampiri Anna. Sayangnya, Roger tetap tidak melakukan pergerakan yang berarti dan tetap menatap datar seperti itu. Lili bahkan sampai mengumpat dan meninggalkan Roger begitu saja dan memilih segera menghampiri Anna. "Anna kenap-astaga wajahnya merah sekali!" Pekikan Lili yang begitu kencang membuat orang-orang di sana jadi ikut fokus ke arah Anna. Lantas, Lili menatap Roger panik. "Ger! Lili! Cepat ke sini! Dia bisa tiada!" jeritnya tanpa pikir panjang. Baiklah. Roger tahu kalau Lili ini orangnya bar-bar. Jadi, saat melihat Lili panik dengan wajah yang tidak dibuat-buat, jelas dia tahu kalau temannya ini sedang tidak bercanda. Pria itu lantas berdiri dan berjalan menghampiri Anna. Matanya terpaku untuk beberapa saat ketika melihat wajah perempuan itu yang benar memerah. Tangannya yang kekar lantas turun ke piringnya, mengecek makanan Anna dan tidak ada apa-apanya di sana. Alih-alih membawa Anna pergi, Roger malah memarahi pelayan di sana dan memberi ultimatum kalau tidak ada yang boleh menyentuh makanan Anna sebelum pihak berwajib datang. Roger curiga ada yang sengaja meracuni Anna dan ingin membuat perempuan itu celaka. "Na? Anna?" Roger menatap Anna dalam. Dia mengangkat dagunya, lantas terdiam untuk beberapa waktu yang lama. "Oh s**t! Dia alergi!" Roger menatap Ilyas yang kebingungan, tajam. Pria itu pernah melihat keadaan Anna sekarat seperti ini sebelumnya. Tanpa pikir panjang, Roger langsung menggendong Anna dan membawa perempuan itu pergi dari sana secepat mungkin agar segera mendapat penanganan secepatnya. Ilyas yang memang belum tahu menahu mengenai perihal ini langsung mengikuti Roger dari belakang tergesa. Dia membukakan pintu mobil dan menyetirinya. Sementara Lili yang memukul-mukul kaca dibukakan oleh Roger. "Aku di sini, ya. Menyelediki siapa you meracuni Anna." Kata Lili ngos-ngosan karena mengejar langkah Roger yang terlalu lebar baginya yang memakai high heels. Roger mengangguk mantap. "Kabari aku nanti." Setelahnya, Roger menutup kaca dan Ilyas langsung tancap gas ke rumah sakit yang ditunjuk Roger karena pria itu bilang, alergi Anna bukan main-main. Jadi lah mereka pergi ke Golden Hospital. Rumah sakit besar di kota yang terkenal dengan peralatan kesehatannya yang sangat lengkap. Roger sendiri mempertahankan tubuh Anna agar tetap tegak biar bisa bernafas dengan benar. "Tenang," pria ini mengusap punggung Anna perlahan. "Tetap bernafas Anna." Anna memejamkan matanya dalam-dalam. Tangan kirinya menekan dadanya sendiri. Kemudian terulur untuk meremas tangan Roger yang memang pria itu menjadi penompang tubuhnya. "K-kak?" lirihnya. "Jangan banyak bicara dulu, Na. Tenang, kau akan segera ditangani." Roger balik meremas tangan Anna menenangkan. Anna menggeleng pelan. Kepalanya pening sekali hingga Anna ketakutan kalau tidak bisa mempertahankan kesadarannya. Hingga detik-detik yang terlewatkan, akhirnya mereka sampai juga di rumah sakit dengan Anna yang sudah setengah sadar. Badannya dingin sekali. Roger sampai harus mengangkat tubuh Anna tergesa dan membawa perempuan itu ke IGD agar segera ditangani. Seperti tadi, Ilyas yang tertinggal di belakang hanya membawa tas Anna. Dan begitu sampai ruang tunggu, Roger langsung mengambil tas Anna begitu saja, mencari telfonnya dan mengubungi Khris yang terakhir kali dihubungi oleh Anna. Sama seperti tadi, Ilyas hanya diam saja karena dia juga agak terkejut karena Roger bisa tahu password Anna. Namun tetap saja, bukan itu yang terpenting. Baginya, mendengar kabar Anna baik-baik saja adalah yang terpenting. Dia tidak bisa memaafkan dirinya sendiri kalau sampai terjadi sesuatu pada Anna. "Apa kau tahu kalau sebelum makan harus ada yang mengetes makanan Anna terlebih dahulu. Apakah makanan itu bisa dimakan Anna atau tidak?!" Roger bertanya pelan meski tatapannya begitu tajam bagaikan pedang. "Anna hanya makan salad ayam. Dia yang merekomendasikan makanan-" "Itu karena saat bersama Khris, kakaknya selalu mengetes makanan Anna terlebih dahulu! Dia tidak boleh makan sembarangan meksi di resto langganan keluarganya sekalipun! Apa kau tidak tahu?! Nyawa Anna diincar banyak pihak! Kenapa Paman Barack mengizinkan Anna pergi denganmu?!" Ilyas hanya diam mendengarkan kenyataan seperti itu. Yang dia tahu, tidak ada apa-apanya. Dia benar terkejut mendengar pernyataan Roger yang serasa langsung benar di pendengarannya meskipun Ilyas sendiri tidak tahu kebenarannya seperti apa. Sampai waktu berlalu dan Khris datang dengan wajah panik yang begitu kentara. "Anna kenapa lagi?" tanyanya nanar melihat adiknya terlihat dari jendela kaca kalau Anna sudah tidak sadar dan tengah mendapat bantuan ventilator. "Dia baru saja kecelakaan Ya Tuhan... tangannya bahkan belum sembuh." Roger tidak langsung menjawab dan langsung memilih pergi begitu saja. Meninggalkan Ilyas dengan penyesalannya. *** Tanpa mau mendengar Lili yang menahan dadanya sedari tadi, Roger tetap menerabas pihak yang berwajib. Dia ingin mendengar secara langsung apa yang sebenarnya terjadi tadi hingga semua orang bisa kecolongan. Resto ini adalah resto langganan keluarga Abraham. Bukan sehari dua hari keluarga Abraham menjadikan resto ini menjadi langganannya. Kalau ada acara penting, keluarga mereka selalu menggunakan jasa catering Louise. "Chef kami memasak seperti biasa. Kami tahu apa yang boleh dimakan oleh Mbak Anna dan apa yang tidak, Pak. Kami tidak mungkin lalai. Tadi Mbak Anna dan temannya memesan makanan dan minuman yang sama. Kami menyajikan salad ayam seperti biasa." "Tapi dari hasil pemeriksaan, ada kandungan udang di dalamnya." Pihak berwajib menekan dan menampilkan hasil dari pemeriksaan yang tadi Roger minta agar dites dulu. "Mbak Anna memiliki alergi fatal dengan udang, Pak. Kami tidak mungkin dengan sengaja menambahkan dengan membuat udangnya menyatu dengan ayam hingga Mbak Anna sendiri tidak tahu." Roger yang sedari tadi diam terus saja diam. Dia melihat makanan yang dimakan Anna tadi, memperhatikannya dalam diam sampai pihak berwajib yang tadi sempat keluar kembali masuk setelah menerima telfon. "Pihak rumah sakit mengatakan kalau Saudari Anna mengalami syok anafilaktik. Anda tahu bahayanya? Nyawanya terancam." Sang manager menunduk dalam dan terlihat memohon sekali dengan pihak berwajib. "Tolong bantu kami untuk menemukan dalang sebenarnya, Pak. Kami mengutamakan keamanan pelanggan saat datang ke resto kami. Bapak bisa mengecek di ruang CCTV." Ayolah, daripada dengan pihak berwajib, managernya malah lebih takut dengan Barack Abraham. Kalau pihak berwajib bisa menangkapnya karena kasus kerjasama rencana percobaan pembunuhan jika itu memang benar, maka Barack Abraham bisa melenyapkannya lebih dulu sebelum hasil yang sebenarnya keluar. "Siapa pelayan yang memberikan pesanan Anna?" Roger menatap managernya tajam. Tentu saja tanpa banyak berpikir, manager Louise langsung menunjukan salah satu pelayan lelaki yang memang melayani Anna tadi. "Aro, Pak." Sementara yang ditunjuk seperti nyalinya menciut, Roger mendekat. "Ikuti saya!" katanya dingin. Takut tapi tak punya pilihan, sang pelayan yang bernama Aro ini langsung mengikuti Roger yang memilih duduk di tempat makan yang sudah kosong karena ditutup sementara. Ada Lili juga yang ikut dengan mereka, tapi memilih berdiri di samping Roger, mengusap bahunya seakan menenangkan. "Kau tahu siapa Anna?" Roger menatap pelayan ini tanpa ekspresi. "Tahu, Pak." "Lalu kenapa kau memberi udang kepadanya?!" "Tidak, Pak. Saya hanya mengantarkannya makanan dari kepala chef." "Kau pikir saya percaya?" Aro tahu-tahu langsung berlutut di kaki Roger. Seakan menyesali kelalaian yang seharusnya tidak dia lakukan. "Saya tidak akan membela diri karena saya memang yang memberikan makanan itu pada Mbak Anna, Pak. Tapi saya bukan orang gila sampai berani melukai perempuan yang berjasa banyak membantu saya. Mbak Anna orang yang sangat baik. Dia sering menanyakan anak saya dan memberikan saya uang agar anak-anak saya bisa sekolah. Kalau Bapak mau memenjarakan saya, tidak apa-apa. Lebih baik saya dipenjara masih hidup daripada dibunuh dan dihilangkan identitasnya. Saya bukan orang berada sampai berani mencari gara-gara dengan keluarga Abraham." Roger mengusap wajahnya gusar. Dia percaya dengan pelayan ini. Matanya tidak berbohong. "Apa ada orang asing sebelum kau datang?" Pelayan laki-laki ini terlihat berpikir keras. Dia mencoba mengingat-ingat dan dia tidak mendapati sesuatu yang aneh atau orang baru yang dapat dicurigai. "Tidak ada orang baru, Pak. Semua orang di sini juga sudah kenal dengan Mbak Anna. Kami semua tahu kebiasaan Mbak Anna dan sekeluarga juga sudah sering mempercayakan asupan makanan mereka pada kami." "Kau boleh pergi." Kata Roger pelan meski terkesan menusuk. Begitu hanya ada dirinya dan Lili di ruangan itu, Roger memijak kepalanya yang terasa penuh dengan banyak hal. Tadi, dia terkejut melihat Anna pergi dengan pria lain, hampir saja mengajak Ilyas-Ilyas ini berbicara empat mata. Namun, belum juga niatnya terlaksana, dia melihat Anna tersenyum ramah saat pelayanan mengantarkan makanannya. Jadilah Roger menunggu waktu yang tepat. Mana tahu kalau malah kejadiannya akan seperti ini. Anna terlanjur sakit lagi. Harusnya tadi Roger memakan makanan Anna terlebih dahulu. Anna tentu saja sudah tidak ingat rasanya udang seperti apa. Sejak umur lima tahun, dia sudah memiliki alergi dengan udang. Lama berjalan, katanya alergi akan berkurang tapi nyatanya, dampaknya tetap berat di tubuh Anna. Kalau tidak, perempuan itu tidak mungkin sampai diambang maut karena penanganannya yang bisa dibilang agak terlambat. "Ger?" Lili menyentuh pundak Roger yang langsung membuat Roger memekik hampir meneriaki. "Ada yang mengincar nyawa Anna, Li! Bukan hanya satu pihak!" tekannya. "Bagaimana kalau Anna sampai kenapa-kenapa?" tanyanya dengan suara yang memelan. "Dia tidak bisa makan udang. Kau tahu dia baru saja kecelakaan. Sekarang ada saja yang menimpanya." Perempuan yang diajak Roger bicara ini hanya diam. Memangnya dia harus melakukan apa selain diam? "Ayo jenguk, Anna. Kau akan lebih tenang." Kata Lili akhirnya. "Tidak. Aku ingin melihat proses penyelidikan. Seorang penjahat pasti meninggalkan barang bukti." Roger membalas Lili begitu dingin dan kembali menghampiri pihak berwajib yang masih berbicara dengan sang manager dan beberapa pegawai di Louise. Sementara Lili yang ditinggal hanya mengembuskan nafas pelan dan berlalu pergi dari sana. Dia juga tidak akan bisa membantu. Karena sejatinya, Roger sendiri yang bisa membantu Anna.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN