Seandainya saja membuat Anna tertidur memang semudah itu. Roger tidak akan dibuat pusing seperti ini.
Ada banyak hal dalam kepalanya sebenarnya. Hanya saja, dia tidak yakin punya keberanian untuk melakukannya. Dia tidak ingin kalau tangan Anna sampai patah lagi. Bisa-bisa, dia langsung ditendang keluar benua. Atau lebih parahnya dihilangkan dari dunia ini.
"Anna, katakan apa yang bisa aku lakukan agar kau bisa tertidur? Kenapa sulit sekali membuatmu tertidur. Seperti anak kecil saja." Gerutu Roger pelan. Pria ini menegur bukannya lelah menghibur. Hanya saja, dia tidak tega melihat Anna terus terjaga sementara lebih baik kalau perempuan itu tertidur saja agar kepalanya berhenti berpikir.
"Kita ke sini karena ingin liburan, Kak. Jadi kenapa aku harus tidur di saat aku sendiri sedang tidak mengantuk?" Anna menjawab pelan saat menatap Roger yang matanya masih terang benderang. "Ayo jalan-jalan lagi. Tapi yang dekat-dekat saja. Aku tidak mau jauh-jauh, jangan pakai acara tutup mata, ya?"
"Ya tapi kan kau sedang tidak enak badan. Lebih baik istirahat saja, tidur lebih awal. Aku akan menemanimu di sini, sampai tertidur."
"Aku tidak sakit." Anna mengelak saat Roger mengatakan dirinya sedang tidak sehat. "Tadi hanya sedikit terkejut."
Roger berdecak pelan, lantas mengusap lehernya yang tak gatal sama sekali. "Terserah kau saja lah, Na. Kau ini memang aneh, tidak pernah berubah sama sekali. Random."
Anna hanya tersenyum seadanya. Tanpa menunggu lebih lama, Anna langsung menegakkan tubuhnya, bangkit berdiri, lantas keluar dari kamar tanpa menggunakan penyangga tangannya. Roger yang ditinggal tetap duduk di tepi ranjang, meratapi kepergian Anna dalam diam.
Waktu berlalu, Anna hanya berdiri di balkon, menatap langit yang nampak cerah. Ini memang belum terlalu larut, tapi daerah pegunungan memang tidak perlu dipertanyakan lagi hawanya saat malam hari. Dinginnya bukan main. Kalau Anna punya penyakit pernafasan, dia pasti sakit karena tidak bisa beradaptasi dengan cuacanya yang begitu dingin.
"Kau mau ganti masuk angin?" Roger yang baru menyusul, menyejajarkan tubuhnya di samping Anna.
"Dalam istilah medis, tidak ada yang namanya masuk angin, Kak."
Roger mendengus pelan. Dia ini anak sosial lah, mana paham? Pahamnya cuma cara reproduksi saja, sudah. Anna kenapa menyebalkan sekali, sih?
"Ya berarti mau perutnya kembung karena kedinginan?"
Anna hanya tersenyum tipis, wajahnya terasa segar sekali saat diterpa angin. Sampai entah kesurupan dari mana, Roger mundur selangkah dan memberikan Anna dekapan hangat dari belakang.
"Di sini dingin," bisiknya. "Kenapa sudah sekali dibilangi, Na. Kau bukan gadis kecil lagi. Kalau kau sakit, Paman Barack bisa mengirim tentara langsung ke sini."
"Kakak berlebihan sekali. Mana ada seperti itu." Anna tertawa tidak habis pikir, kemudian mengusap tangan besar Roger yang memeluk perutnya.
"Kau tahu, Na? Aku punya mimpi besar untuk hidup bersamamu. Jangan hancurkan impianku, tolong. Terkadang aku takut saat kau bersama orang lain. Kepala ini tidak ada henti-hentinya membeda-bedakan diri sendiri dengan orang lain. Rasanya tidak enak, aku lelah. Tapi aku tidak bisa berhenti.
Anna berbalik, Roger yang awalnya mendekap perut Anna, kini gantian mendekap pinggang perempuan itu posesif. Tangan Anna terangkat, menyapu rahang tegas Roger perlahan. "Kakak dengar?"
Roger menerima tatapan mata Anna, menyelaminya begitu dalam sampai Roger tidak bisa menemukan apa-apa selain ketenangan dan kedamaian di mata Anna yang seakan langsung menyatu dengan perasaannya. "Kenapa Kakak jadi insecure seperti ini? Jangan suka membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain, itu tidak baik. Syukuri apa yang Tuhan beri. Kita beruntung tahu. Hidup di keluarga yang serba berkecukupan. Dan harus aku akui, aku bahagia Kakak pulang. Jadi jangan merasa seperti itu lagi. Lagi pula aku tidak punya waktu untuk memikirkan pria lain."
Kalau saja mereka sudah sah, Roger tidak akan menahan-nahan diri sendiri untuk melakukan apapun pada Anna. Yang ada, dia hanya bisa merapikan anak rambut Anna yang berterbangan tertiup angin. Wanitanya ini pasti kedinginan.
"Kakak istirahat saja. Nanti aku menyusul." Anna kembali berbalik yang langsung ditahan Roger agar tidak beranjak kemana-mana. Anna tadi mengatakan kalau dirinya tidak mengantuk. Jadi, lebih baik mereka bergadang saja kalau begitu.
"Ayo jangan tidur untuk malam ini." Roger berujar pelan seraya menatap Anna dalam. "Bagaimana kalau kita meletakkan kasur lantai di sini, selimut dan api unggun kecil-kecilan?"
Anna menelengkan kepalanya. "Kakak serius? Kita akan melakukan hal seperti yang ada difilm-film?"
"Boleh saja kalau kau setuju. Bagaimana?"
"Boleh." Jawab Anna dengan antusias. Dia bahkan tidak sadar sudah mengalungkan kedua tangannya di leher Roger saking semangatnya.
"Jangan sampai aku kelepasan dan memaksa untuk menciummu lagi, Na."
Anna meringis mendengar peringatan Roger. Kalaue begini, dia juga tidak berani. Dia tidak mau berjalan sejauh itu sebelum pernikahan.
Ya, Anna akui dia tidak polos-polos amat. Terkadang dia menonton film romantis dengan teman-temannya yang berada di butik saat kelelahan bergadang, sekadar untuk melepas penat.
Di negara ini, Anna juga biasa melihat orang-orang berciuman bahkan tidak sadar tempat sekalipun. Yang hanya ciuman biasa, sampai parah, bahkan sampai tidak sengaja melihat orang tidur juga pernah waktu dia ada grand opening di hotel.
Sementara Roger, dia bukannya tidak pernah lagi. Tapi dia malah pernah melakukan ciuman dengan perempuan lain. Kalaupun pernah tidur juga dan membohongi Anna perihal itu, itu pilihannya jika ingin membangun rumah tangga didasari dengan kebohongan.
"Ayo, Kak."
Roger lantas memundurkan tubuhnya, memilih masuk ke dalam dan melakukan apa yang dia rencanakan dengan Anna tadi. Sementara Anna hanya diam menunggu di sana karena tidak diizinkan untuk membantu. Sesekali tersenyum entah karena apa. Yang jelas, dia senang sekali.
Begitu Roger kembali dari dalam dengan wajah yang begitu serius membawa barang-barang, Anna memperhatikannya dalam diam.
Pria itu terlihat lihat sekali menata kayu untuk menyalakan perapian yang masuk langsung ke cerobong asap hingga mereka tidak akan penat asap nantinya. Kemudian dia menggelar karpet tebal sebagai alas sebelum akhirnya kasur lipat yang cukup tebal Roger taruh di atasnya untuk mereka agar bisa tiduran. Selesai, tinggal mengambilkan selimut yang tak kalah tebal untuk mereka berdua.
"Finish? Begini, kan?" Roger menatap Anna dengan senyum tipis yang dibalas Anna anggukan pelan. Perempuan itu berjalan mendekat yang membuat Roger mempersilahkannya untuk tidur. "Silahkan beristirahat Tuan Putri Anna. Semuanya sudah siap."
"Astaga, Kak. Jangan seperti itu." Anna menepuk pelan tangan Roger yang memperagakan gerakan pangeran yang menyambut kedatangan kekasihnya.
"Anggap saja ini latihan, Na. Setelah menikah nanti, kau akan melihat yang lebih dari ini."
Anna hanya menggeleng pelan. "Baiklah, terima kasih."
Pada akhirnya, Anna menerima uluran tangan Roger. Dia langsung tiduran di kasur yang membuat matanya tentu saja menghadap ke langit yang terbentang begitu luas sejauh mata memandang.