Roger mungkin sudah pergi terlalu lama. Pria itu bukannya pergi selama setahun dua tahun. Namun, dia sudah menghilang dari hidup Anna bertahun-tahun lamanya. Bahkan sampai melebihi angka 20 tahun.
Selama itu, Roger memang tidak pernah menemui Anna sama sekali. Jangankan bertemu, mengirim pesan pun tidak. Karena itu, hanya lewat kenangan pria itu hanya mampu mengingat adik kecilnya yang manja, tapi Roger sangat merindukannya di kala itu. Hanya saja, tidak banyak yang bisa Roger lakukan karena dia tidak punya apa-apa saat itu. Roger pun berpikir kalau di sana Anna pasti bisa menemukan teman baru tanpa dirinya. Khris dan Jordan pasti menjaga Anna tanpa diminta.
Sampai saat kembali, di awal Roger bisa melihat Anna kembali, dia merasa rendah diri kala melihat Anna bergandengan dengan pria lain. Dia pikir Anna melupakan dirinya dan tidak ingat janjinya masa dulu yang mengatakan ingin menunggunya.
Namun kenyataannya, Roger hanya berprasangka. Anna melakukan apa yang perempuan itu katakan masa dulu. Dia benar menunggu kepulangannya. Entah hanya pulang untuk kembali menjadi kakaknya atau lebih dari sekadar itu.
Mungkin ini kisah mereka yang sebenarnya diuji. Ketika Anna diserang secara tidak benar, lalu Roger dan Lili yang menolongnya saat itu.
Sampailah kenyataan demi kenyataan terbongkar begitu saja tanpa diminta. Sayangnya, dibalik terbukanya rahasia-rahasia terpendam itu, ada banyak luka satu sama lain yang baru mengetahuinya.
Roger memang menyayangi Anna. Dari dulu dan sampai sekarang, apapun dia lakukan untuk melindungi Anna. Dia sangat bersyukur sekali saat Anna mau menerima dirinya.
Iya, Roger tahu kalau dibalik ketidaksempurnaan Anna, dirinya jauh tidak sempurna. Jadi, Roger tidak mempermasalahkan itu semua sama sekali. Setiap orang pasti memiliki porsi ketidaksempurnaan dalam hidupnya.
Karena sejak awal, Roger bukan mencari kesempurnaan perempuan yang kelak menjadi istrinya. Tapi bagaimana dirinya bisa menciptakan kesempurnaan bagi ketidaksempurnaan yang masing-masing mereka miliki.
Seperti sekarang, saat Roger menuntun Anna yang tiba-tiba tubuhnya dingin sekali. Dia sadar ada banyak hal yang terlewatkan begitu saja saat dirinya tidak ada di samping Anna.
Kalau boleh mengatakan, Roger sudah menyimpan rasa kepada Anna sedari kecil. Saat mereka masih suka bermain lari-larian atau petak umpet.
Katanya, cinya monyet hanyalah cinta masa kanak-kanak. Tapi sekarang lihatlah, cinta Roger pada Anna bukan lagi cinta monyet tapi cinta buta.
"Na? Hai?" Roger mengusap tangan Anna pelan saat pria itu sadar kalau wajah Anna pucat sekali. Dia jadi tidak paham dengan semua yang terjadi. Kenapa waktu berlalu, Anna juga semakin takut dengan banyak hal. Padahal Roger tahu kalau Anna adalah perempuan yang pemberani sejak kecil. Dia tidak pernah tahu apa yang terjadi hingga mengubah Anna sampai memiliki ketakutan akan banyak hal seperti ini.
"Anna?"
"Waktu semester satu kuliah, ada yang mencoba menculikku." Anna mulai bercerita dengan tangan yang saling bertaut, bergerak gelisah satu sama lain. "Aku tidak tahu salahku apa. Kenapa banyak sekali yang ingin membunuhku."
"Astaga Anna, kau bicara apa!" Roger tanpa sadar langsung memekik mendengar perkataan Anna yang menurutnya itu tidak baik ah salah, bukan tidak baik lagi, tapi sangat-sangat tidak baik. Perkataan itu doa. Dan Roger tidak mau kalau perkataan itu sampai terjadi.
Anna menoleh, menatap tepat di manik mata Roger nanar. Dia ingin mengatakan banyak hal. Sayangnya, Anna tahu kalau semuanya akan percuma. Dia tidak bisa mengubah penilaian orang lain terhadap dirinya.
"Sudah lebih tenang?" Roger bertanya pelan, lantas mengusap sisi wajah Anna perlahan, kemudian naik dan berakhir mengusap puncak kepala Anna menenangkan.
"Kak?"
Roger hanya membalas pelan, masih setia mengusap puncak kepala Anna sayang. Dia tatap wajah ayu kekasihnya ini yang terlihat ketakutan.
"Bagaimana kalau saat kita sudah menikah nanti, masih ada yang ingin melihatku mati."
"Anna kau bicara apa? Kenapa dari tadi kau bicara melantur seperti itu?!" Roger menatap Anna dalam, agak tidak suka. Lantas tatapannya melembut. "Jangan bicara seperti itu lagi. Aku tidak suka. Dan lagi, tidak akan ada hal buruk yang akan terjadi padamu lagi. Tenang saja. Aku, kedua kakakmu dan Paman Barack pasti menangkap pelaku yang memberimu udang tempo hari. Jangan khawatir, ya?"
Anna hanya diam, sesekali berkedip dengan matanya yang lelah.
"Ya sudah, sekarang istirahat dulu, aku temani."
Roger berakhir membawa Anna ke kamarnya, meminta perempuan itu untuk beristirahat agar pikirannya bisa tenang esok hari.
Dengan telaten, Roger membantu membukakan penyangga tangan Anna, memastikan betul kalau Anna tidak akan terluka sama sekali saat bersamanya.
"Tadi obatnya sudah diminum, kan?"
Anna yang duduk memangku tangannya mengangguk pelan.
"Sekarang istirahat. Aku akan di sofa bed itu." Roger menunjuk sofa panjang yang ada di ruang kosong depan tempat tidur Anna. Jadi, Anna tahu kalau Roger menemaninya, tidak pergi kemana-mana.
"Aku ingin bercerita." Anna berujar pelan. "Tentang penculikan itu." Tambahnya lagi.
Roger hanya diam, entah memang enggan menanggapi atau memang tidak tahu harus menjawab apa.
"Saat diculik, aku dibawa ke tempat yang gelap sekali. Lalu banyak sekali suara hantu yang dijadikan backsound. Aku tahu itu hanya bohongan, tapi aku tetap takut. Lalu saat dibawa lagi, mataku ditutup. Aku tidak tahu tepatnya di mana. Yang pasti, tak diberi kesempatan untuk membuka mata, tubuhku di didorong ke air."
"Kau tidak bisa berenang, Na." Roger menatap Anna nanar.
"Aku pikir aku akan mati. Tapi... tapi ada yang menolongku." Anna menatap Roger penuh keyakinannya. "Aku sangat berterima kasih pada orang itu. Semoga Tuhan selalu melindunginya. Aku tidak bisa melakukan apapun untuknya."
"Anna dengar," Roger mengusap tangan Anna yang dingin pelan, kemudian kembali melanjutkan perkataannya. "Kau mendoakannya langsung pada Tuhan. Kau melakukan hal besar untuknya juga. Kau tahu itu, hm? Sudah, tidak apa. Istirahat dulu."
Kalau seperti ini, Roger seperti mengajak anak kecil berbicara. Anna penurut sekali dengannya.
Setelah merebahkan diri, Roger memastikan tangan Anna baik-baik saja. Kalau Anna sampai kenana-kenapa, pernikahannya bisa diundur dan Roger bisa mati berdiri kalau harus menunggu lebih lama lagi.
"Tidur, Na." Roger geregetan karena Anna malah meratapi langit-langit dalam diam. Dia mengusap wajah perempuan itu yang malah membuat Anna tertawa pelan.
"Malah tertawa." Roger jadi ikutan tertawa, kemudian meminta Anna untuk tidur lagi. Posisinya yang tengah duduk di sisi Anna yang tengah berbaring membuatnya leluasa untuk mengusap kepala Anna sayang.
Mungkin Anna terlibat lemah sekali seperti anak kecil. Namun apapun itu, Roger sudah bersumpah untuk menerima semua kelebihan ataupun kekurangan Anna. Dan bagi Roger, bukan Anna yang tidak sempurna, tapi dirinyalah yang tidak sempurna.
Tiga puluh menit kemudian, Anna masih saja terjaga dengan matanya yang sayu. Sebagai orang yang tidak peka, jelas Roger antara kesal, kasihan juga, bertanya pada Anna. Apakah gerangan yang mengganggu perempuan itu hingga tak kunjung tertidur meski sudah ditemani sekalipun. Seandainya ada Barack Abraham di sini, pria paruh baya itu pasti langsung menendang Roger karena tidak bisa melakukan apapun untuk putrinya.