40. Beautiful Night

2348 Kata
Sebagai pemilik acara, sudah sepantasnya Anna dan Roger menjamu tamu sebagai bentuk penghargaan karena sudah mengundang mereka ke pesta pernikahan walaupun baru kecil-kecilan. Untuk acara besarnya akan menyusul nanti. Pagi, siang sampai sore tadi, Anna dan Roger sibuk sendiri-sendiri karena meladeni ucapan selamat semua orang yang turut bahagia atas pernikahan mereka. Namun entah kenapa, tiba-tiba Anna merasa ada yang aneh pada Roger. Perempuan itu masih berpikiran kalau-kalau suaminya itu cemburu. Tapi dia juga tidak bisa membaca pikiran orang. Jadi, Anna tidak tahu apakah pemikiran ini benar atau tidak. Yang jelas, dia bisa merasakan kalau Roger tidak baik-baik saja meski sedari tadi tersenyum kepada semua orang yang mengalaminya. Sejak Roger tiba-tiba menghilang dari jangkauan matanya, Anna langsung mencari. Di rumah, kamar Anna yang berada di lantai dua sendiri juga menjadi kamar pengantinnya, makanya Anna langsung ke atas begitu tubuhnya lelah sekali setelah menemui semua tamu. Namun sayangnya, Anna tetap tidak menemukan Roger di manapun. Dan detik itu juga, otaknya langsung berpikir yang tidak-tidak. Syukurnya, begitu Anna ingin turun lagi, hendak menanyakan keberadaan Roger pada orang rumah, mata Anna diperlihatkan dimana lelaki itu berada. Balkon yang terbuka tanpa sadar tertangkap oleh penglihatan Anna padahal terabaikan begitu saja. Dia melihat sosok yang sempat membuatnya khawatir tadi tengah merokok di sana, seraya mengamati langit malam dalam diam. Jas yang dipakainya sedari tadi sudah tidak ada, hanya tertinggal kemeja berwarna putih yang masing-masing lengannya Roger gulung sampai siku. Dengan sengaja, Anna berjalan ke arah Roger, duduk di sofa depannya dan menegur lelaki itu. "Aku kira Kakak melarikan diri di malam pertama." Singgungan senyum terlepas begitu saja dari tipe wajah Roger yang datar. “Aku tidak tahan untuk tidak merokok, Na. Jadi akau pergi ke atas.” Ungkapnya jujur. Anna tersenyum renyah melihat wajah tak bersalah Roger. Kemudian bangkit karena tubuhnya terasa lengket sekali. Dia ingin bersih-bersih kemudian tidur. “Na?” Roger memanggil pelan. “Ya?” Anna sudah menoleh, melihat ke arah Roger. Kalau tadi Anna sudah merasa tidak khawatir perihal kepergian Roger, sekarang Anna kembali kepikiran lagi karena wajah lemas suaminya ini. “Kemari.” Roger mengulurkan tangannya yang langsung disambut oleh Anna. Ternyata lelaki itu membawa Anna ke pangkuannya hingga Anna bisa merasakan bau rokok yang begitu menyengat. Namun, dia masih merasa tidak enak untuk menegur. Setelah di bawa ke pangkuannya, Roger hanya mengamati wajah Anna dalam diam, tidak dengan matanya. Sementara Anna sendiri penasaran dengan apa yang membuat Roger tampak gundah gulana seperti ini. Dengan kedua tangan yang Anna kalungkan pada leher Roger, Anna berujar pelan. “Kakak kenapa? Tidak enak badan? Kenapa wajahnya murung begitu?” Lelaki itu hanya menggeleng pelan dengan senyuman tipis yang menghiasi bibir penuhnya. Kemudian tangan kanannya tergerak untuk mengusap tengkuk leher Anna lembut. “I’m fine.” “Tidak. Kakak tidak baik-baik saja.” Anna menolak statement suaminya ini. “Ada apa?” tanyanya lirih kemudian. Pada mulanya, Roger terus diam. Dia hanya mengusap tengkuk leher Anna tanpa mau melihat ke arah mata perempuan itu berada. Hingga tubuhnya ia tegakkan dan baru menatap ke mana mata Anna berada. “May I?” Anna tersenyum tipis, balas mengusap leher Roger pelan, menatap mata suaminya ini dalam. “Semuanya punyamu, Kak.” Dengan senyuman yang sama terukir, Roger mendekatkan wajahnya, ragu namun pasti karena Anna yang seperti ingin maju mundur jadi tak jadi perlahan tenang sendiri hingga Roger leluasa memagut bibir ranum istrinya ini dengan penuh damba. Dasarnya Anna yang masih nope, dia pasrah saja dan mengimbangi sebisanya, selebihnya dia serahkan pada Roger yang menurut Anna sudah pro prayer sekali. Entah siapa yang mengajari. Entah alami sendiri atau karena memang pernah berciuman dengan orang lain sebelumnya. Decakan pelan lantas terdengar beberapa detik dan berjlanjut detik setelahnya. Anna tidak memikirkan apapun kecuali rasa yang tengah ia rasakan bersama Roger. Sampai semuanya harus terhenti karena Anna meremas kemeja Roger cukup kuat. Roger lantas sedikit menjauhkan wajahnya, dia masih bisa merasakan embusan nafas Anna yang berkejaran menyapu wajahnya. “Why, Na?” Memberanikan diri Anna mengangkat kepalanya untuk melihat ke arah Roger. “Kakak mau sekarang juga?” “Mau apa?” Roger balik bertanya dengan suara yang agak berat. Sengaja menguji istrinya ini. “Itu.” Anna mencebik. “Unboxing.” Tawa Roger mengudara kemudian mengecup singkat bibir Anna sekali lagi. “Kau bukan barang, Na.” “…” “Kau terlihat lelah sekali, istirahat saja, besok kan masih ada waktu. Tidak usah terburu-buru.” Roger menenangkan seraya mengusap rambut panjang Anna yang dibiarkan tergerai. Anna tersenyum melihat kedewasaan Roger. Dia sangat menyukai Roger yang seperti ini. “Terima kasih, Kak.” “Mau kubantu membersihkan make up, biar cepat selesai, kita bisa istirahat.” “Tidak usah.” Anna berdiri dari pangkuan Roger dan berjalan lebih dulu ke dalam kamar. Meski sudah dilarang, Roger tetap mengikuti. Anna yang semula sudah duduk di kursi rias ingin membersihkan make-upnya yang tidak terlalu tebal lantas ditarik pelan tangannya oleh Roger, diminta untuk duduk di ranjang saja. Kemudian Roger mengambil kapas dan micellar water yang digenggam oleh Anna. Dengan insting yang Roger punya, dengan telaten dia tumpahkan cairan itu kepas kemudian dia usapkan secara lembut ke wajah Anna yang membuat perempuan itu memejamkan matanya dalam-dalam sesekali tertawa karena mengintip dan melihat wajah Roger yang serius sekali.   Beberapa waktu terlewatkan, akhirnya bersih juga wajah Anna dari make up yang didempul tadi. “Sudah berih, cuci muka sana.” Anna tersenyum. “Terima kasih.” Begitu perempuan ini berdiri ingin bersih-bersih ke kamar mandi sekalian mengganti gaunnya, Roger menahan tangan Anna pelan, meminta Anna duduk di sampingnya lagi, tapi dengan posisi Anna membelakangi tubuh Roger. “Mau apa, Kak?” tanyanya polos. Roger tidak menjawab, hanya saja tangannya terangkat menurunkan resleting gaun Anna hingga membuat tubuh Anna menegang saat jemari Roger yang hangat tidak sengaja menyentuh kulit punggungnya yang mulus. Tak sampai di sana, Anna sampai dibuat menahan nafas saat Roger menghadiahi ciuman singkat di punggung Anna yang terbuka. “Sudah sana, bersih-bersih.” Bak robot yang jalannya kaku sekali, Anna memegangi gaunnya dari depan, takut melorot dengan jantung yang jedak-jeduk tidak karuan. Anna akui, Roger memang bisa membuatnya melayang dengan cara sederhana yang Roger miliki. Sementara Roger sendiri memilih turun ke lantai bawah yang kebetulan ada Khris dan Jordan yang entah kenapa mas  ih terjaga berjamaah di sana. “Eh, pengantin baru turun.” Khris menyeletuk yang saat itu menyadarkan Jordan juga kalau Roger berjalan menuruni tangga. “Kenapa turun?” “Ya memangnya kenapa?” Roger balik bertanya saat sudah duduk di samping sahabat karibnya ini. “Ya tidak apa-apa,” jawab Khris sekenanya. Haknya Roger juga mau sekarang ataupun besok-besok. Yang penting kan dua-duanya sama-sama siap. Kalau Anna sudah siap, Roger ya ayo-ayo saja. Lagi pula, dia tahu kalau Anna lelah. Dia ingin istrinya fresh dulu, dia tidak ingin kalau Anna sampai stress. Mereka di sana malah membahas pekerjaan tentang project baru yang syukurnya membuat Roger lebih tenang karena sudah dihandle oleh orang yang tepat. Begitu pembahasan itu selesai, Roger kembali ke kamar. Di sana sudah ada Anna yang memakai piyama tidur biasa sementara Roger langsung membongkar koper dan mengambil boxer dan tsirt putihnya, lantas bersih-bersih di kamar mandi kamar Anna yang sekarang juga sudah menjadi miliknya. Begitu keluar, Roger hanya tersenyum tipis saat sadar Anna menunggunya. “Kenapa belum tidur?” tanyanya setelah menyimpan handuk ke ranjang kotor. “Menunggu, Kakak.” “Hm, tidak takut?” tanya Roger mendekat, meraih tangan Anna, mendekapnya, lantas duduk di depan perempuan itu yang juga tengah duduk di tepi ranjang. Anna tersenyum, “tadi katanya mau tidur.” “Iya, cuma tidur.” Kata Roger seakan menegaskan. “Yaudah ayo tidur, kenapa malah duduk begitu?” Merebahkan dirinya sendiri di ranjang, begitupun dengan Roger. Mereka sama-sama tidur berdampingan dan meratapi langit-langit kamar dalam diam. “Sekarang apa, Na?” Roger bertanya pelan. “Tidak tahu,” Anna menghela nafas berat. “Aku malah tidak bisa tidur.” Roger menoleh ke arah Anna yang masih menatap langit-langit. “Mau kuberitahu caranya cepat tertidur?” “Caranya bagaimana?” Anna menoleh antusias. Roger yang semula telantang, miring ke arah Anna, merapatkan tubuhnya dengan tangan yang mulai tergerak untuk memebelai puncak kepala Anna sayang. “Kata Papa, kau akan tertidur kalau diusap-usap seperti ini.” Perempuan itu hanya tersenyum, Roger memang benar. “Kalau Kakak biar bisa tertidur bagaimana?” “Aku akan tertidur kalau memang sudah waktunya.” “Kakak pasti terbiasa bergadang.” “Sudah menjadi kebiasaan.” “Itu tidak sehat.” Anna berkomentar. “Kau juga suka bergadang.” Roger menambahi. “Itu juga tidak sehat.” Semakin malam, mereka yang tidak bisa tidur malah berbicara semakin random, tidak dalam konteks malam pertama sama sekali. Sampai mungkin Anna malu, makanya Roger yang memang suka to the point langsung tancap gas saja. “Kalau hanya berciuman, Na?” “Ya? Bagaimana?” tanya Anna seperti telat berpikir. “Malam ini, hanya berciuman, tidak lebih.”Roger berkata lugas. Pada awalnya, Anna tidak berpikir terlebih dulu. Dia mengiyakan keinginan Roger. Lagi pula, Anna juga siap-siap saja semisal Roger meminta hak-nya sekarang juga. Anna memang hanya ingin mengulur waktu, tapi Roger yang licik sudah bisa menebak niatnya. “Kau tidak menghindar dariku, kan?” dengan posisi sedekat ini, Roger bisa merasakan harum tubuh Anna yang begitu membuatnya candu hingga tanpa sadar mengendus leher Anna dan menanamkan ciuman agak lama di sana hingga meninggalkan bekas kemerahan meski tidak terlalu kentara. “Kak?” Anna melenguh pelan saat ciuman Roger semakin intens di lehernya. Roger berhenti, melihat ke arah Anna yang napasnya sama-sama saling memburu. Namun, dengan gerakan pelan dia mendeatkan tubuhnya kembali dan memberikan Anna kecupan hangat di keningnya. “Ayo tidur.” Lelaki itu tidak menjauh sama sekali, tetap mendekap Anna, menjadikan lengan kirinya menjadi bantalan istrinya ini. Seharusnya, Anna tidur seperti yang sudah direncanakan. Anna memang sedikit khawatir dengan yang dinamakan malam pertama. Tapi rasanya tidak adil kalau dia menganggurka Roger begitu saja. “Jangan khawatir, Na. I am totally well, tidak perlu ada yang perlu dikhawatirkan. Nanti kalau kita sama-sama siap, tidak perlu disuruh, pasti melakukannya sendiri.” Dengan begitu dewasanya, sekali lagi Roger menenangkan. “menikah bukan hanya perkara selangkangan.” Tambahnya kemudian. Anna tanpa pikir panjang langsung menutup bibir suaminya itu. Anna agak merinding kalau mereka membahas hal semacam ini meskipun sudah tidak dianggap tabu lagi oleh keduanya. “Iya-iya, ayo tidur.” Roger tertawa, lantas mendekap Anna sekali lagi dan menuntun perempuan dalam dekapannya ini agar segera tertidur seperti yang seharusnya. “Aku sudah siap,” kata Anna tiba-tiba dengan tatapan mata yang menatap langit lurus-lurus. “Aku cuma mau mengetes Kakak saja.” “Eh, nakal, ya?” Roger tertawa, lantas memandang Anna yang terlebihat tambah cantik kalau dilihat sedekat ini. “Sekarang, kau maunya apa?” Roger bertanya pelan. “Ya ayo,” kata Anna. “Ayo apa?” alis tebal Roger terangkat sebelah yang membuat Anna tersenyum. Karena Anna hanya tersenyum yang Roger anggap sebagai lampu hijau, langsung saja dia menarik tubuhnya, bangkit dan berada di atas tubuh Anna dengan kedua telapak tangan sebagai tumpuan. Anna langsung merasa udara di sekitarnya menipis ketika Roger berada di atas tubuhnya, dia benar-benar tidak bisa berpikir dengan benar saat itu. “Kau tetap cantik seperti dulu, Na. Tidak pernah berubah.” Roger berugar pelan sebelum akhirnya mendekatkan tubuhnya dan menanamkan ciuman lembut di bibir istrinya ini. Awalnya memang lembut, tapi semakin lama semakin dalam. Tangan mereka bahkan sudah menyentuh sama lain, seakan mendamba untuk waktu yang sudah lama. Hingga nafas mereka yang semakin tak beraturan membuat Roger mengambil andil untuk melucuti semua pakaian yang ada pada tubuh Anna, begitupun sebaliknya. Menahan tubuhnya kuat-kuat karena takut menyakiti Anna mengingat tangan perempua itu belum dinyatakan 100% sembuh. “Kak Roger?” Anna bergumama lirih dengan nafas yang hancur berantakan saat Roger mencari jalan di bawah sana, semetara Anna tak kuasa menangani dirinya sendiri. Perlakuan Roger yang begitu lembut dan perlahan-lahan membuat Anna melayang dan jatuh di waktu bersamaan. Dia belum pernah merasakan sensasi ini sebelumnya. Tidak ada yang bisa dia pikirkan selain Roger. Rasanya begitu nyata, tapi di waktu bersamaan, Anna juga merasa seperti bermimpi. Hingga getaran hebat dalam tubuhnya diredam dengan ciuman lembut yang Roger berikan. Lelaki itu memperlakukannya begitu lembut, tidak ingin kalau sampai menyakiti Anna. Nafas mereka yang masih berkejar-kejaran membuat mereka saling memeluk satu sama lain, sesekali Roger mengusap rambut Anna dan memberikan ciuman hangat di kening dan pelipis perempuan itu. “Terima kasih, Sayang.” Di sela-sela mengatur nafasnya, Anna juga balas tersenyum meski tubuhnya terasa lengket sekali. “Thank you for being gentle on me, Kak.” “Itu harus, Na. Seorang istri harus diperlakukan lemah lembut. Hanya pecundang yang memperlakukan istrinya sendiri buruk.” Anna menatap nanar sosok yang tengah menatapnya begitu teduh. Tubuhnya yang masih menyatu sama lain membuat Anna sesekali merinngis dengan Roger sendiri sadar wajah pucat pasi istrinya. “Kau terlihat lelah, Na.” “Tidak, aku justru senang, sudah tenang.” Kata Anna jujur. Roger tergelak. “Memang making love ujian?” candanya. “Sudah ayo tidur, tidurmu pasti lebih nyenyak.” Dan benar saja, saat mereka menjauhkan diri dan bersih-bersih seadanya, justru Roger dulu yang menjemput mimpinya, sementara Anna baru menyusul kemudian setelah didekap erat oleh lelaki yang menjadi suaminya belum ada 24 jam ini. Serangkaian yang Anna lewati dari padi sampai malam tadi memang melelahkan. Tapi begitu melihat wajah lega suaminya, Anna juga merasakan kelegaan yang mendalam. Mereka tidak perlu menjadi pasangan semepurana seperti yang ada di TV-TV untuk bisa melengkapi satu sama lain. Perlakukan Roger yang begitu lembut membuatnya merasa begitu disayangi. Lelakinya ini tidak mau kalau dirinya sampai kenapa-napa. Ya meskipun kalau urusan malam pertama memang tidak dipungkiri akan sedikit sakit untuk para perempuan yang baru pertama kali merasakannya, tapi dengan perlakukan Roger yang begitu hati-hati kepada tubuhnya membuat Anna sadar kalau yang dikatakan Roger memanglah benar. Kalau menikah tak sebatas perihal selakangan, ada banyak hal yang bisa dilakukan selain hal itu. Salah satu contoh sederhananya saja saling berpelukan saat tidur. Tidak perlu hal-hal mewah untuk membuat sesuatu begitu berharga, cukup hargai semua apa yang dimiliki. Seperti Anna yang bersyukur sekali. Sekarang, dia memiliki Roger sebagai miliknya dan mereka bisa memiliki satu sama lain.      
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN