Masih dengan Roger yang telaten memijat Anna, dia tak berekspresi apa-apa untuk waktu yang cukup lama sampai Anna yang ia kira sudah kembali tertidur bergumam pelan tentang dirinya.
"Kak Roger orang baik, Kakak harus tahu itu. Jangan berkecil hati atas apapun yang tidak Kakak miliki sekarang."
"Bagaimana, Na?" kening pria itu menyerngit dalam.
"Kedua orang tua Kakak. Aku tahu kalau Paman dan Bibi tidak akan pernah tergantikan oleh siapapun di hati Kakak. Mama dan Papa sekarang juga menjadi orang tua Kak Roger. Jadi jangan terlalu bersedih. Aku akan minta album-album dulu yang disimpan oleh Mama. Kakak pasti suka."
Roger langsung menoleh ke arah Anna, terlihat antusias sekali. Dia belum pernah mengetahui ini sebelumnya. Kekasihnya ini memang paling-paling mengerti dirinya. "Album apa? Kau mau menunjukkannya padaku?"
"Iya," Anna mengangguk mantap. Aku akan menunjukkannya pada Kakak nanti saat pulang."
"Hm, baiklah. Aku akan menantikan hari itu."
Anna tersenyum tipis yang langsung dihadiahi ciuman hangat di keningnya. Sampai akhirnya, Roger teringat sesuatu.
"Kau kan menamparku waktu pertama kali menciummu, Na. Kau juga menciumku paksa, berarti aku harus memberimu pelajaran juga, kan?"
"Hah, mana ada yang seperti itu? Aku kan tidak sadar. Kak Roger tidak boleh dendam padaku. Kakak tidak boleh membalasnya." Anna memeringati panik. Bagaimana kalau Roger mau ikutan paksa menciumnya?
"Kau kan tidak sadar semalam, bagaimana kalau aku mabuk saja? Jadi, kau tidak punya alasan lagi untuk bisa kucium. Bagaimana? Ide bagus, kan?" Roger menatap Anna
Sontak saja Anna menggeleng tegas kembali. Kepalanya malah jadi ringan setelah berdebat untuk alasan yang tidak berguna seperti ini.
"Mana bisa seperti itu? Tidak boleh lah, aku akan pulang sendiri kalau Kakak begitu."
Anna bangkit, hampir saja turun dari ranjang kalau saja Roger tidak memeluk perutnya dari belakang sampai Anna mengaduh dan mereka berdua jatuh telentang di ranjang. Untung tangan Anna masih aman, jadi tidak sampai terjepit, tersenggol atau apapun itu yang bisa membuat tangannya sakit.
Perempuan itu malah jadi tertawa cekikikan sendiri karena perutnya digelitiki. "Kak Roger berhenti..."
Kasian juga karena Anna terus tertawa sambil mengaduh, Roger berhenti menggelitiki perut Anna yang mungkin sudah kebas karena terus tertawa sampai ingin menangis.
"Kalau sudah menikah nanti, aku sudah boleh menciummu kan, Na? Apa tetap tidak boleh? Aku bisa mati berdiri." Gumam Roger seperti anak kecil.
"Pokoknya menikah dulu baru boleh ciuman."
Roger jadi tertawa mendengar calon istrinya ini berbicara. Dia mau dicium di kening, tapi marahnya minta ampun kalau bibirnya mau dicium. Tapi saat mabuk kemarin, Anna malah tidak memarahi dirinya sendiri. Seharusnya kan, mengingat kelakuan Anna yang langsung menamparnya, bisa jadi Anna melakukan hal yang sama pada dirinya sendiri.
"Jangan mintaku untuk menampar pipiku sendiri, Kak. Aku sedang memaki dalam hati sekarang."
"Hm?" Roger jadi menyerngit tidak paham. "Siapa yang kau maki dalam hati? Kau sedang memaki ku diam-diam?"
"Aku tidak menampar pipiku sendiri, jadi aku memaki diri sendiri dalam hati. Jadi Kakak tidak perlu memarahiku lagi. Sudah impas."
"Mana ada bisa seperti itu?" Roger tentu saja protes tidak terima. "Aku ingin balas menciummu lah. Itu tidak adil."
"Kakak m***m sekali." Mata Anna memicing agak tidak suka.
"Kalau tidak m***m, tidak akan ada kehidupan Anna."
"Benarkah? Kurasa tidak. Kakak saja yang tidak jelas." Anna berkomentar.
"Baik, kita buktikan saja nanti."
"Kapan?" Anna menoleh ke arah Roger ingin tahu. "Memangnya tidak bisa sekarang saja?"
"Kau serius, ingin sekarang juga? Astaga Na, kenapa kau polos sekali jadi orang?" Roger mengusap wajahnya gusar. "Cuci wajah sana, biar pikiranmu tidak sampai ke mana-mana. Nanti kuajari saat kita menikah nanti. Kau itu tidak keren sama sekali."
Roger bangkit, kalau terus bersama Anna, mentalnya benar-benar bisa jatuh. Pintar-pintar tapi polos sekali. Entah polos betulan atau hanya pura-pura, entahlah. Roger tidak peduli. Roger ingin mencari udara segar saja. Siapa tahu saat kembali nanti, Anna sudah lebih manusiawi. Perempuan itu tidak tertebak sama sekali di kepalanya.
"Na, Anna..."
Anna yang digumamkan hanya tersenyum tipis dan kembali merebahkan diri di ranjang. Dingin, Anna tidak mau mandi. Lebih baik dia tidur saja, nanti perutnya bisa kembung kalau mandinya kedinginan meski menggunakan air hangat sekalipun.
***
Roger sudah berjalan cukup jauh. Meskipun begitu, dia seperti tidak kemana-mana. Pada akhirnya, Roger hanya berdiri di atap villa yang pemandangannya jadi candunya sejak datang ke sana. Hamparan dedaunan hijau membuat matanya tenang. Udara yang sejuk seakan sampai masuk ke kepala dan menyegarkan pikirannya. Roger suka di sini. Kalau sudah menikah nanti, Roger akan merekomendasikan tempat seperti ini untuk berbulan madu. Atau kalau tidak, dia mau ke pantai saja biar Anna tiap malam tidak kedinginan yang terlalu ekstrem.
Di waktu ini, banyak hal yang berputar-putar di kepala Roger. Dia merindukan banyak hal, dia juga ingin menghapus banyak hal pula dalam hidupnya.
Dia ingin memulai hal baru. Hal yang benar-benar baru, yang belum pernah ia lakukan sebelumnya bersama Anna.
Memutuskan menikah dengan Anna adalah hal yang besar. Dia sudah mempertaruhkan nyawanya sendiri untuk bisa menikah dengan Anna. Karena sungguh, menikahi Anna taruhannya nyawa. Karena sedikit saja dia melukai Anna, nyawanya jadi taruhan ketiga lelaki yang menjaga Anna sejak lahir.
Namun, Roger tidak takut jika nanti dirinya yang gagal di tengah jalan. Dia hanya ingin memastikan Anna bahagia bersamanya. Apapun yang terjadi, Anna harus bahagia hidup bersamanya. Kalaupun Anna tidak bahagia, Roger akan melakukan apapun agar Anna bahagia. Lagi pula Roger sudah bersumpah membuat Anna tidak bisa melupakannya. Dia begitu menginginkan perempuan itu. Apapun yang terjadi, Roger tidak akan melepaskan Anna sebelum Anna yang melepas dirinya sendiri.
Roger tahu dia bukan orang baik. Dia juga tahu kalau tidak seharusnya dia memaksakan keadaan yang bukan menjadi kekuasaannya. Hanya saja, dia harus melakukan itu demi semuanya berjalan lancar.
Anna adalah harapan satu-satunya Roger untuk hidup. Dia ingin menjadi yang pertama dan terakhir untuk Anna. Dia hanya ingin menghabiskan waktu dengan Anna selama mungkin. Dan itu baru bisa terjadi kalau mereka sudah menikah.
Roger sangat menghargai prinsip Anna. Dia tidak akan menentangnya. Lagi pula, prinsip Anna itu baik. Zaman sekarang sulit sekali mencari orang seperti Anna. Karena itu sudah Roger bilang bukan? Dia tidak akan melepaskan Anna apapun yang terjadi. Karena Roger benar-benar mencintainya. Benar-benar menyayangi perempuan itu.
Tinggal sebentar lagi. Dia hanya perlu bersabar sedikit lagi. Anna akan menjadi miliknya. Tidak akan ada yang bisa merebut Anna dari dirinya lagi.