Menuntut Ganti Rugi

1352 Kata
Ponsel Yumna kembali berdering. Dua kali ia abaikan tapi yang ke tiga Yumna pun penasaran lalu mengangkatnya. “Halo,” jawab Yumna, sedikit ketus. “Yumna, apa kabar?” jawab seorang pria dari balik panggilan suara. Ia adalah Alex, pria yang nyaris menikahinya beberapa hari yang lalu. “Buat apa kamu menanyakan kabarku? Apa kabarku masih penting untukmu dan keluargamu?” “Yumna, aku minta maaf … Kejadian kemarin itu berlangsung dengan sangat cepat. Aku sendiri tidak mampu berpikir jernih. Benar-benar sangat cepat dan tidak bisa aku kendalikan.” “Lalu untuk apa lagi kamu menghubungiku? Bukankah semuanya sudah berakhir?” “Aku ingin kita bertemu.” “Bertemu untuk apa? Sudahlah, aku tidak ingin lagi membahasnya. Lagi pula kita sudah selesai.” Cepat katakan pada Yumna, kita harus minta ganti rugi atas biaya yang sudah kita keluarkan untuk persiapan pesta pernikahan tempo hari … Yumna mendengar sebuah suara lirih dari balik panggilan suara. Sayup-sayup, Yumna seperti mengenal suara itu. Seperti suara ibunya Alex. “Yumna, ada yang ingin aku bahas dengan kamu.” “Bahas apa? bahas masalah ganti rugi uang yang sudah keluarga kamu keluarkan untuk rencana pernikahan kita?” “Yumna, itu ….” “Alex, bukan aku yang membatalkan pernikahan itu. Bukan mau aku juga pernikahan kita kandas. Kalian yang sudah memutusnya secara sepihak. Kalian yang sudah mengusirku, lalu sekarang kalian minta ganti rugi? Kalian tidak punya malu ya.” Yumna berbicara tegas. “Yumna, tolong jaga ucapan kamu. Mama dan tante aku di sini mendengarnya.” “Lalu kalau mereka dengar urusannya apa? Sekarang kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Jadi jangan usik hidup aku lagi.” Yumna hendak memutus pangggilan suara itu. Namun karena mendengar suara seorang wanita, Yumna pun urung melakukannya. “Yumna, tunggu!” ucap seorang wanita dari balik panggilan suara. Yumna mengenal jelas suara siapa yang saat ini ia dengar. “Yumna, kamu tidak boleh lepas tangan begitu saja. Bagaimanapun juga keluarga kamu harus bertanggung jawab atas kerugian yang sudah keluarga kami dapatkan. Kamu pikir biaya untuk pesta pernikahan itu mura, ha?” “Tante, kalau tante mau minta ganti rugi sama keluargaku, minta saja sana. Jangan minta sama aku. Aku sendiri sudah tidak ada urusannya sama mereka,” ucap Yumna. “Dasar anak haram kamu!! Kamu itu tidak hanya membuat keluarga kamu sial, tapi keluarga kami juga!” Tiitt … Yumna langsung memutus panggilan suara itu secara sepihak. Kalimat terakhir yang keluar dari bibir ibunda Alex sangat menyakitkan telinga dan hati Yumna. Gadis itu terhenyak. Ia terduduk di lantai seraya menyandarkan punggungnya di dipan ranjang. Yumna menangis, tangisannya sanga pilu. Ia peluk ke dua lututnya seraya ia tundukkan pandangannya. *** Kota Batam, kediaman Adam. “Adam, ibu dan ayah harus pulang hari ini. Kamu bagaimana? Apa akan tetap tinggal di sini, atau kembali pulang ke Pariaman?” “Aku tetap di sini saja, Bu. Lagi pula untuk apa aku kembali ke kampung. Di sana aku belum tentu dapat pekerjaan dengan cepat, sementara di sini aku sudah bekerja.” “Ya sudah kalau begitu. Ibu dan ayah akan kembali sore nanti. Sudah kamu tolong pesankan tiket pesawat untuk kami’kan?” “Sudah, Bu. Adam sudah pesankan tiket pesawat. Nanti sore adam akan pesankan taksi online ke bandara.” “Kamu yakin kamu aman di sini sendiri? Rania sudah pergi entah kemana dan Yumna juga sudah tidak ada. Yusuf sudah lebih dahulu kembali ke Padang, sementara Daniel masih di Jakarta.” “Tidak apa-apa, Bu. Aku sudah terbiasa. Lagi pula aku belum berani kembali ke kampung. Aku masih malu. Pasti orang-orang kampung akan menanyakan keberadaan Rania dan Yumna. Aku yakin, mereka sudah tahu kalau Yumna itu bukan anak aku. Dulu saja waktu Yumna masih balita, mereka sudah curiga kalau Yumna itu bukan anak aku.” “Jangan dipikirkan lagi. Lagi pula itu bukan aib kamu. Semua itu adalah aibnya Rania jadi kamu tidak perlu ambil pusing. Ibu akan bersiap-siap dulu.” “Iya, Bu.” Wanita paruh baya yang usianya sudah sepuh namun masih segar bugar itu pun masuk kembali ke dalam kamar untuk mengemasi barang-barangnya. Suaminya pun sama, sudah senja tapi tubuhnya masih kuat dan terlihat segar. Tidak lama, Adam melihat sebuah mobil berhenti di depan pagar rumahnya. Adam memerhatikan mobil itu, seakan ia tidak asing dengan kendaraan itu. Benar saja, tiga orang turun dari mobil. Ia adalah orang tua Alex dan juga Alex sendiri. Mereka turun lalu berjalan masuk ke pekarangan rumah Adam. “Assalamu’alaikum …,” sapa ibunda Alex. “Wa’alaikumussalam … Eh, ada tamu … Silahkan masuk, silahkan duduk,” ucap Adam, ramah. Ia masih bersikap ramah kepada keluarga Alex karena ia merasa bersalah akan gagalnya pernikahan Yumna dan Alex. Lagi pula, Adam memang sangat menyukai Alex. Selain karena Alex berasal dari keluarga berada, Alex selama ini juga sering membawakan bingkisan ataupun makanan untuk Adam setiap berkunjung ke rumah itu. Ke dua orang tua Alex dan Alex sendiri masuk ke dalam rumah dan duduk di sofa tamu rumah Adam. “Sebentar, saya ambilkan minuman dulu,” ucap Adam. “Tidak usah, Pak Adam. Bisa anda duduk dulu sebentar? Ada yang ingin kami bicarakan dengan anda,” balas ibunda Alex. Adam mulai curiga, sebab raut wajah ke dua orang tua Alex tidak ada manis-manisnya. Bahkan ke duanya terkesan ketus ketika berbicara. “Ada apa ya? Apa ada masalah?” tanya Adam. Pria itu pun duduk di kursi berbeda. “Anda sudah tahu sendiri apa masalahnya, bukan? Pernikahan Alex dan Yumna tiba-tiba saja batal karena insiden memalukan itu,” balas ibunda Alex. “Iya … Sangat disayangkan. Tapi bukankah kalian yang membatalkan pernikahan itu? Penghulu masih mau meneruskan pernikahan, tapi kalian tegas membatalkan pernikahan itu karena tidak ingin punya menantu anak haram.” “Iya, anda benar, Pak. Tapi bagaimanapun juga, keluarga kami adalah korban di sini. Andai saja kami tahu lebih awal, maka rencana pernikahan dengan segala persiapannya, tidak akan pernah kami gelar.” “Saya juga sangat menyesali semua ini, Bu. Bahkan saya dan keluarga besar pun baru mengetahuinya.” “Pak, kami datang ke sini bukan untuk membahas siapa yang benar atau siapa yang salah. Atau membahas tahu atau tidak mengenai status Yumna. Tapi kami datang ke sini untuk menuntut ganti rugi.” “Apa? Ganti rugi? Ganti rugi atas apa?” Adam yang tadinya masih tersenyum ramah, tiba-tiba saja langsung berubah. Wajahnya bengis dan kini penuh amarah. “Pak Adam, anda tahu sendiri kalau kami mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk persiapan pernikahan Yumna dan Alex. Dua ratus juga lebih uang saya habis untuk persiapan pernikahan itu. Tapi kenyataanya apa? Semua sia-sia. Pernikahan gagal, undangan pernikahan pun pasti gagal datang. Saya rugi besar.” “Jadi kedatangan kalian ke sini untuk menuntut ganti rugi uang pesta pernikahan kalian? Heh, lucu sekali kalian bertiga ini. Jangankan kalian, kami di sini juga rugi. Kalian pikir kami juga tidak persiapkan pesta pernikahan untuk ke duanya? Lagi pula yang membatalkan bukan pihak kami, tapi pihak kalian. Satu lagi, kalau anda mau menuntut, silahkan tuntut Rania atau ayah kandung dari Yumna, jangan tuntut saya yang tidak tahu apa-apa.” “Jangan berkilah begitu, Pak Adam. Saya sudah siapkan pengacara untuk masalah ini. Jadi saya hara panda bertanggung jawab untuk mengatasi masalah ini. Jangan sampai nanti kami memenjarakan anda.” Adam yang tadinya masih duduk sopan, tiba-tiba saja langsung berdiri dan menatap ke tiga tamunya itu dengan tatapan penuh emosi. “APA?! KALIAN MAU MEMENJARAKAN SAYA? Silahkan saja kalau kalian bisa. Asal kalian tahu, saya juga rugi besar di sini. Kalian pikir saya takut, ha? Dan kamu Alex, bisa-bisanya kamu ikut mendukung orang tua kamu. Dulu kamu selalu bermanis-manis di depan saya supaya saya luluh dan merestui hubungan kamu dan Yumna. Lalu sekarang kamu mau menuntut saya? Dasar orang-oran gila!” “CUKUP, PAK ADAM!! Jangan katakan kami ini orang-orang gila. Kalian yang gila yang selama ini sudah menyembunyikan anak haram di rumah ini.” “PERGI KALIAN DARI SINI, ATAU SAYA AKAN PANGGIL WARGA UNTUK MENGUSIR KALIAN!! Ingat, saya bisa menuntut kalian balik karena kalian yang sudah membatalkan pernikahan itu. Atau saya juga bisa menuduh kalian membuat keributan di rumah saya, jelas!” Ke dua orang tua Alex terdiam. Mereka saling pandang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN