BUKAN DIA PELAKUNYA

1005 Kata
Zalina menatap IPTU Leo dengan tajam. Yang ditatap nampak sedikit salah tingkah sementara yang menatap nampak tenang dan tetap elegant. Siapa yang tidak kenal dengan Zalina Maharani pengacara muda yang sangat luar biasa pintar dan juga jujur luar biasa. Di hadapan Leo nampak sebuah map yang baru saja di sodorkan oleh Zalina. "Atas alasan apa, anda ingin saudara Revan Aminoto di periksa. Kita semua tau bukan siapa orang tua pemuda itu." "Orang tua angkat tepatnya, Pak Leo. Silahkan buka dokumen yang saya bawa ini," jawab Zalina dengan tegas. Leo membuka dokumen yang Zalina bawa. Ada dua dokumen adopsi anak. Yang satu milik Aminoto dan satu lagi milik Rudi. Juga surat keterangan dari panti asuhan yang menerangkan bahwa kedua anak yang di adopsi itu adalah saudara kembar. "Jadi, maksud anda..." "Revan Aminoto malam itu hadir di pesta ulang tahun itu. Bahkan menurut saudara Ardy Cresna, korban Tiara Wulandini minum bersama di bartender dengan saudara Ardy. Sekarang, mengapa tidak di lakukan tes DNA yang sama kepada saudara Revan. Dan, kita semua tau ada satu sidik jari yang tidak kita ketahui itu sidik jari siapa di TKP bukan?" Leo terdiam. Malam itu, ia lah yang langsung meluncur ke TKP setelah mendapat telepon bahwa telah terjadi tindak pelecehan. Dan, memang ia menemukan ada sidik jari lain selain sidik jari tersangka dan korban. "Saya akan menyelidiki hal ini, nona Zalina," ujar KOMPOL Leo. "Kapan?" "Secepatnya tentu, siang ini juga saya dan tim akan datang ke kediaman Revan Aminoto. "Saya ikut." Zalina memutuskan. KOMPOL Leo menatap Zalina lekat- lekat. "Eeehm, anda yakin?" "Katakan alasannya mengapa saya harus tidak yakin?" Leo pun tidak dapat berbuat apa-apa selain mengiyakan. "Jadi, apa yang anda tunggu?" tanya Zalina saat melihat Leo masih diam di kursinya. Pertanyaan Zalina membuat KOMPOL Rendy yang ada di ruangan itu terkikik geli. Leo hanya mendelik pada rekan sekaligus adik iparnya itu. Zalina hanya menoleh sekilas pada Rendy dan langsung melangkah keluar ruangan. * "Tidak mungkin anak saya adalah pelaku pelecehan! INI FITNAH!" seru Aminoto dengan tegas pada Leo dan Zalina. "Ah, kalau memang anda yakin bahwa Revan tidak bersalah, kita buktikan melalui tes DNA. Kenapa harus takut?" sahut Zalina dengan santai. Ia menoleh pada Revan dan Bu Kalina Setiawan istri dari Aminoto. "Baik, silahkan saja tes DNA nya!" jawab Aminoto. "Tapi, Revan nggak mau. Ngapain harus tes DNA segala. Revan memang ada di pesta itu tapi, nggak pernah nyentuh Tiara. Dia juga dalam posisi mabuk malam itu," tolak Revan. Zalina tersenyum simpul. "Ah, anda nampaknya tau dengan pasti bahwa korban sedang mabuk. Artinya, anda ada didekat korban saat kejadian itu berlangsung, betul?" "Tolong jaga mulut anda! Ini bukan persidangan di mana anda dapat menyudutkan anak saya!" seru Aminoto. "Owh, saya hanya menyimpulkan perkataan putra anda saja. Lagipula, saya pastikan anda akan sangat malu jika anak anda terbukti memiliki DNA yang sama dengan tersangka Revan. Karena mereka adalah saudara kembar. Dan, lebih malu lagi jika anda terpaksa harus mengakui bahwa Revan adalah anak adopsi. Bukan begitu, Bapak Aminoto yang terhormat?" Aminoto dan Kalina nampak pucat pasi, begitupun dengan Revan. "Anda jangan sembarangan!" seru Aminoto. Zalina tersenyum, "Barangkali, dokumen ini bisa sedikit menyegarkan ingatan anda." Revan yang melihat perubahan ekspresi wajah kedua orangtuanya sontak merasa kaget. "Aku bukan anak Papi sama Mami?" tanyanya. Zalina tersenyum penuh kemenangan. "Jika anda bijaksana, anda bisa memilih. Anda mau membuat putra anda mengaku atau saat berkas naik ke pengadilan nama baik keluarga anda di pertaruhkan karena saya akan memanggil saksi- saksi yang pastinya dapat membebaskan saudara Ardy. Jadi, saya sarankan anda segera berunding dengan keluarga Tiara supaya tuntutan kepada klien saya dicabut. Atau, anda tetap mau di lakukan tes DNA supaya terbukti bahwa putra kesayangan anda ingin ini adalah pelaku pelecehan?" "Tidak mungkin Revan pelakunya!" Aminoto masih tampak bersikeras. "Silahkan kalau begitu ikut dengan kami, kita lakukan tes DNA. Bagaimana?" tantang Zalina. KOMPOL Leo dan AIPTU Rachel nampak tersenyum tipis. Mereka geli melihat sikap Aminoto dan istrinya yang serba salah itu. "Apa aku betul bukan anak Papi?" tanya Revan lagi. "Papi dan Mami tidak pernah menganggapmu anak angkat. Kau adalah putra kami," jawab Kalina. Revan terhenyak. Aminoto nampak menghampiri putranya itu. "Tolong, kau jawab dengan jujur nak. Apa kau pelakunya? Jika memang betul, lebih baik kau bertanggung jawab. Kita ke rumah gadis itu. Papi tidak mau nama baik keluarga kita tercemar, nak. Apalagi kalau sampai orang banyak tau kalau kau bukan anak Papi dan Mami." Revan menghela napas panjang. Dan, pada akhirnya ia pun mengangguk. "Tidak perlu di lakukan tes DNA atau apapun. Saya adalah pelakunya," sahut Revan lirih. Zalina pun tersenyum dengan angkuh. "Kalau begitu, tugas saya di sini sudah selesai. Silahkan anda lanjutkan KOMPOL Leo. Dan, saya akan menunggu klien saya di bebaskan dari segala tuduhan. Permisi, selamat siang." Zalina meraih tas dan dokumen yang ia bawa. Dengan anggun dan penuh percaya diri ia pun mengenakan kacamata hitamnya dan melangkah keluar dari rumah besar itu. Hal itu membuat AIPTU Rachel mencebikkan bibirnya. "Sombong sekali dia," ujarnya sedikit berbisik. Zalina sedang duduk di ruangannya saat sekretaris pribadinya mengetuk pintu. "Ada Pak Rudi bersama anak dan istrinya." "Mereka sudah membayar jasaku. Lalu, untuk apalagi kemari?" "Tidak tau, mbak. Saya suruh masuk saja?" tanya Arimbi, sekretaris pribadi Zalina. Zalina mengembuskan napasnya perlahan. "Baiklah, suruh mereka masuk." Arimbi pun keluar dari ruangan dan tak lama Pak Rudi beserta Marisa dan Ardy masuk ke dalam ruangan. "Selamat siang, mbak Zalina. Maaf kalau kami mengganggu." "Silahkan, apa ada yang dapat saya bantu kembali?" tanya Zalina. Pak Rudi menoleh pada Ardy. "Ardy ingin berterimakasih secara langsung," ujar Pak Rudi. "Betul, mbak. Saya sangat berterimakasih sekali atas pertolongan mbak Zalina. Jika anda tidak menolong saya, saya bisa terancam tidak bisa praktek karena kasus kriminal. Dan saya tidak dapat mengangkat sumpah kedokteran saya yang sudah di depan mata." "Hmm...Tidak masalah, lagipula saya di bayar untuk membela anda. Selamat bertugas menjadi dokter kalau begitu. Semoga saja, anda dapat menjadi dokter yang baik. Masih ada lagi yang perlu dibicarakan? Jika tidak, saya harus pergi. Saya ada janji makan siang bersama Ibu saya." . Keluarga Rudi pun merasa tau diri, mereka lekas bangkit berdiri dan berlalu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN