ZALINA

1057 Kata
Zalina menatap rumah panti di hadapannya. Rumah itu cukup terawat dengan baik, Rudi dan Marisa sudah memberikan surat kuasa dan juga dokumen lengkap adopsi anak pada Zalina. Dan, pagi ini gadis cantik bertubuh langsing dengan mata tajam itu melangkah penuh percaya diri. Kedatangannya di sambut oleh seorang wanita paruh baya berusia sekitar 55 tahun. "Ibu Ajeng?" tanya Zalina dengan ramah. Wanita itu mengangguk, Zalina pun tersenyum dan mengulurkan tangannya. "Saya Zalina Maharani, seorang pengacara." Wajah bu Ajeng nampak panik mendengar kata 'pengacara'. Namun, dengan cepat Zalina tersenyum manis. "Saya kemari hanya membutuhkan bantuan ibu untuk kasus yang saat ini sedang saya tangani. Apa boleh saya masuk?" tanyanya. Bu Ajeng langsung mengembuskan napas lega. "Saya kira dari pengadilan yang akan menggusur kami semua." "Gusur...?" "Ah, maaf mbak Zalina. Mari, kita bicara saja di dalam," ajak Ibu Ajeng dengan ramah. Zalina mengangguk dan mengikuti langkah Ibu Ajeng. Mereka pun duduk di sofa yang menurut Zalina sudah cukup jadul. Namun, ruangan itu nampak rapi dan bersih. Lengkap dengan foto- foto yang menghiasi dindingnya. "Maaf, Ibu tadi mengatakan gusur. Apa panti ini akan di gusur?" tanya Zalina. Bu Anjeng mengangguk lesu. "Panti asuhan ini didirikan oleh suami saya 30 tahun yang lalu, mbak Zalina. 5 tahun yang lalu, suami saya meninggal karena penyakit kanker usus yang dideritanya. Untuk membiayai pengobatan, saya terpaksa berhutang pada rentenir dan sisa hutang itu sebesar 76 juta rupiah, saya tidak sanggup membayarnya. Sebetulnya, jika mencicil mungkin bisa. Tapi, pemilik uang meminta saya mengembalikan uang itu sekaligus. Dia akan menempuh jalur hukum. Sementara saya sendiri buta terhadap hukum. Dan, saya pikir kedatangan mbak tadi..." Zalina tersenyum manis, ah pucuk dicinta ulam tiba, pikir Zalina kebetulan sekali. "Ibu tidak perlu khawatir, saya datang kemari tidak ada hubungannya dengan hutang piutang. Tapi, jika Ibu mau memberikan saya informasi yang saya perlukan, saya akan membantu Ibu dalam masalah hutang piutang Ibu, bagaimana?" tawar Zalina. Bu Ajeng menatap Zalina sedikit ragu. Ia nampak berpikir sejenak, untuk kemudian mengangguk. Mata tajam Zalina pun nampak berbinar ceria. Bu Ajeng menarik napas panjang dan mengembuskan perlahan. "Jadi, apa yang bisa saya bantu, mbak Zalina?" tanyanya. "23 tahun lalu, ada bayi kembar yang di titipkan kemari. Dan, salah satu dari bayi itu di adopsi oleh pasangan Bapak Rudi Haryono dan Ibu Marisa Kusuma. Bisakah saya mengetahui siapa pasangan suami istri yang mengadopsi saudara kembarnya dan, siapa Ibu kandung dari kedua bayi kembar itu?" tanya Zalina sambil menyerahkan dokumen yang di miliki oleh Rudi. Bu Ajeng membuka dokumen tersebut, kemudian ia melangkah dan membuka arsipnya. "23 tahun lalu, belum semaju sekarang, mbak Zalina. Jadi, saya masih menyimpan arsip ini secara manual. Tapi, data sejak 30 tahun lalu, masih tersimpan dengan aman di lemari ini." Bu Ajeng membuka arsipnya dengan teliti. Dan, ia pun memperlihatkan catatan nya pada Zalina. "Kakek kedua bayi kembar itu bernama Raden Harya Wadana. Putrinya Gayatri hamil di luar nikah. Kekasihnya bernama Trisnadi, bukan dari keturunan darah biru, sehingga Raden Harya menentang hubungan mereka. Namun, rupanya kedua muda mudi ini sudah di mabuk cinta. Sehingga mereka nekad melakukan hubungan terlarang. Dan, pada akhirnya Gayatri hamil. Bukannya memberi restu, Raden Harya memisahkan keduanya. Dan, Gayatri akhirnya melahirkan si kembar tanpa di dampingi Trisnadi. Saat si kembar lahir, Raden Harya langsung membawanya kemari. Raden Harya itu adalah sahabat dekat almarhum suamiku. "Jadi, kami pun dengan berat hari menerima si kembar di panti ini. Hanya seminggu berselang, keluarga Aminoto datang untuk mengadopsi salah satu karena mereka tidak dapat memiliki keturunan. Mungkin, dalam dunia bisnis nama Aminoto Buana cukup terkenal kan, mbak. Ini surat- suratnya. Dan, berselang 2 hari saudara si kembar di adopsi oleh Bapak Rudi karena kabarnya sang istri depresi karena putra pertama mereka meninggal dunia. Kalau boleh saya tau, kasus apa yang sedang di hadapi oleh Bapak Rudi?" "Ardy Cresna, putra Bapak Rudi menjadi tersangka kasus pelecehan terhadap salah seorang mahasiswi. Menurut pengakuan korban, saat pelecehan itu terjadi korban sedikit mabuk sehingga tidak terlalu jelas siapa yang sudah menodainya. Namun, saat ia tersadar Ardy lah yang ada di kamar itu. Ardy sudah menyangkal, namun hasil visum dan dari cairan yang tertinggal cocok dengan DNA Ardy. Itulah yang membuat saya memiliki pemikiran bahwa Ardy bukanlah putra kandung Pak Rudi. Atau, Pak Rudi memiliki anak lain yang mungkin diberikan pada orang lain. Karena, DNA yang sama hanya akan dimiliki oleh orang yang memiliki hubungan darah, bukan?" terang Zalina. Bu Ajeng mengangguk. "Ah, seperti itu masalahnya. Apakah nantinya saya perlu bersaksi di pengadilan? Tapi, jika iya saya tidak dapat menyebutkan siapa orang tua kandung dari si kembar. Karena, selain saya sudah berjanji. Gayatri juga saat ini pasti tidak akan mengingat kedua putranya. Karena, setelah melahirkan Gayatri mengalami depresi berat hingga akhirnya dia harus di rawat oleh seorang psikiater. Dan akhirnya menjalani pengobatan dengan cara hypnotherapy. Sekarang, Gayatri sudah memiliki kehidupan sendiri yang bahagia. Dan, tidak ada yang berani mengusik masa lalunya." "Kita tidak perlu mengatakan siapa orang tua kandung si kembar. Ibu dapat mengatakan bahwa si kembar ditinggalkan begitu saja di depan pintu panti. Rasanya itu tidak akan melanggar janji Ibu pada Raden Harya. Bagaimana?" Bu Ajeng tersenyum. "Baiklah, mbak Ibu bersedia." "Sekarang, saya bisa meminta salinan dokumen adopsi dari keluarga Aminoto?" tanya Zalina. Bu Ajeng menganggukkan kepalanya. "Tentu saja, mbak Zalina." "Dan, saya minta surat perjanjian hutang piutang Ibu. Saya yang akan menyelesaikan semuanya dengan baik." Wajah Bu Ajeng makin berseri-seri. Dengan segera ia menyediakan surat- surat yang Zalina minta. Dan langsung menyerahkannya pada gadis cantik itu. "Oh ya, bagaimana dengan mantan kekasih Gayatri? Apakah dia tidak tau mengenai kedua putranya? Tidak mencarinya?" tanya Zalina penasaran. Bu Ajeng menggelengkan kepalanya. "Trisnadi mengalami kecelakaan saat Gayatri mengandung 7 bulan. Itulah juga yang menjadi salah satu penyebab Gayatri menjadi depresi berkepanjangan. Saya pribadi kadang tidak mengerti, mengapa masih ada saja orang yang menilai segala sesuatu dengan harta dan tahta. Padahal, di mata Tuhan kita semua sama." Zalina mengangguk, "Betul, bu. Apa yang Ibu katakan selalu dikatakan oleh Mami saya. Oya, ada berapa anak di panti ini, bu? Saya lihat tadi kok sepi?" "Mereka tentu saja sekolah, mbak. Saya tinggal disini bersama 30 anak-anak. Ada yang masih SD dan paling besar SMU kelas 2. Kami memiliki donatur- donatur tetap untuk kelangsungan panti ini. Dan, jika tadi mbak Zalina melewati rumah makan kecil di ujung jalan, itu adalah milik panti ini. Keuntungan rumah makan setiap hari untuk kehidupan anak-anak. Mereka mendapatkan juga beasiswa dari sekolah mereka, sehingga kami cukup terbantu."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN