Lukman sedikit terpengaruh dengan ucapan Arsen, cukup masuk akal jika kerajaan nampak tenang, bisa jadi dia menjadi gelombang besar atau menyimpan gelombang besar yang bisa menenggelamkan kerajaannya sendiri.
“Kenapa kamu bisa bicara seperti itu dokter, apa ketenangan kerajaan ini bagimu sesuatu yang mustahil,” pancing Lukman.
Arsen menyadari umpan itu dan dia berdehem, “Sehebat apapun Raja, tetap tidak mungkin kerajaan itu tenang tanpa masalah,” ucap Arsen santai.
Dokter muda itu mencondongkan tubuhnya hingga jarak mereka cukup dekat. “Raja itu menyembunyikan sesuatu atau dia mengendalikan sesuatu,” bisik Arsen.
Lukman membulatkan matanya dan menatap Arsen tajam. Lelaki muda itu memundurkan tubuhnya dan tersenyum.
“Mana yang mungkin untuk Palaciada ini, Menteri Sumber Daya,” sindir Arsen dengan menaikkan sudut bibirnya.
Lukman mencerna ucapan Arsen, Raja menyembunyikan sesuatu, apa yang Raja Adrien sembunyikan sampai semuanya nampak tenang, itu artinya suatu saat akan ada gelombang datang yang membuat semua ini terungkap.
Jika tidak dia mengendalikan sesuatu, apa yang dikendalikan Raja itu sampai semua orang menurut semua keinginannya hanya karena ingin tinggal di sini.
“Dari yang aku tahu, Palaciada memang bagus, tapi bentang alamnya juga tak begitu bagus atau nampak spesial, tapi kenapa dia ah maksudku Raja Adrien bisa membuat semua orang patuh dan tidak membantahnya sama sekali,” selidik Arsen.
Lukman diam.
“Uang kah? Jabatan kah? Wanita kah? Atau yang lainnya sehingga semuanya nampak sempurna. Setahuku tidak ada kehidupan yang tenang di dunia ini selama kita masih bernapas,” reaksi Arsen yang mulai berani membuka jalan pikiran Lukman.
“Kehidupan yang tenang ini membuat kita terlena dan lupa pada jati diri kita sendiri, bahkan kita jadi seperti robot yang punya jadwal tetap setiap hari, monoton,” sindir Arsen sambil berdecak tak percaya.
Hening.
“Jadi sebenarnya apa yang Anda inginkan dokter?” hanya kata-kata itu yang bisa keluar.
Arsen terkekeh, “Terlalu banyak kejanggalan bagiku di kerajaan ini, tapi aku tak tahu harus belajar dari siapa dan dimana aku bisa menemukan informasi semacam itu,” keluh Arsen dibuat drama.
“Jika itu keinginanmu maka kamu harus bertemu dengan Syumardana atau biasa dipanggil Dana,” balas Lukman.
Arsen mengerutkan dahinya, dia sepertinya familiar dengan nama itu tapi dia lupa pernah mendengarnya dimana.
“Dia dulu penasehat Raja sebelum Kailash, Raja Kabarash. Semenjak Raja Kailash memerintah dia diusir dari istana dan banyak versi yang beredar sampai akhirnya Raja Adrien menggantikannya dan tak tahu apa yang terjadi,” kata Lukman.
“Dia tinggal di Palaciada atau tidak?” desak Arsen sampai menegakkan tubuhnya.
Lukman mengangguk, “Setahuku iya, karena ada orang datang beberapa waktu lalu meminta ijin pindah dari Palaciada, tapi aturan pindah dari sini juga sama ketatnya dan aku baca profilnya dia penasehat kerajaan yang dari aturan Raja Adrien petugas istana tidak boleh meninggalkan Palaciada dalam kondisi apapun,” jelas Lukman.
Arsen semakin curiga dengan aturan yang aneh itu, masuk Palaciada memiliki keahlian khusus, keluar pun tidak bisa sembarangan terutama orang istana. Jika asumsinya benar, dia tidak ingin rahasia Palaciada sampai ke belahan lain dan itu artinya makin banyak yang dia sembunyikan.
“Apa Paman tahu dimana Dana tinggal?” tanya Arsen penasaran.
Lukman mengangguk, “Ada datanya di kantor aku bisa berikan kepadamu nanti melalui email atau pesan teks,” kata Lukman.
Arsen mangangkat ponselnya menandakan jika dia ingin dikirim melalui teks. Lukman mengangguk tak masalah. Keduanya diam sesaat membuat Arsen memiliki ide yang bisa dilakukan Lukman tanpa perlu terlibat dalam urusan pribadinya ini.
“Paman memberiku banyak informasi hari ini dan itu membuatku bersemangat untuk semakin mengenal Palaciada,” ucap Arsen riang.
Lukman mengangguk, “Jika aku bisa bantu, tak masalah buatku. Tapi apa yang ingin kamu lakukan dengan –“ ucapan Lukman terpotong saat Arsen mengajukan permintaan.
"Apakah Paman punya orang kepercayaan yang bisa memberiku informasi kepadaku,” celetuk Arsen membuat Lukman mengerutkan dahinya bingung.
“Informasi apa maksudnya?” selidik Lukman.
“Hanya ingin tahu latar belakang orang yang masuk ke Palciada. Seperti yang kita ketahui semua orang yang tinggal di Palaciada bukan orang sembarangan, sama sepertimu mereka pasti memiliki tujuan kan," ucap Arsen.
Lukman diam mempertimbangkan permintaan Arsen. Lelaki itu nampak tak peduli dengan reaksi Lukman tapi sebenarnya dia sudah merekam semua pertemuan ini dengan kamera kancing yang ada di salah satu kemejanya.
Arsen bertaruh kali ini, jika Lukman setuju artinya dia memang dalam posisi netral di Palaciada, tapi jika dia menolak ituu artinya dia tahu sesuatu tapi memilih menyembunyikannya melalui data sumber daya.
“Jika pertimbanganku terlalu berat untukmu, maka tidak perlu Paman lakukan. Bagaimana pun saya tidak ingin membuat Paman Lukman celaka dengan semua ini,” ucap Arsen dengan nada iba.
“Memangnya informasi itu mau dokter gunakan untuk apa?” tanya Lukman serius.
Arsen menggeleng, “Tidak ada yang penting, karena aku seorang dokter kerajaan jadi aku harus tahu apa yang mendasari orang-orang untuk tinggal di sini dengan begitu aku bisa beradaptasi dengan kehidupan di sini,” jawab Arsen diplomatis.
“Mungkin setelah tahu data itu prasangka yang aku miliki jadi pudar dan ikut dengan ritme kalian yang tenang dan damai,” kata Arsen.
Lukman sudah bersiap menjawab tapi dia mendengar suara pecahan dari meja sebelah membuat keduanya menoleh.
“Lupakan saja, bawakan aku yang baru,” ucap seorang pria kepada pelayan itu tapi sorot matanya nampak kesal. Arsen mencurigai reaksi psikologis itu.
Jika orang itu ingin marah kenapa dia tidak marah saja, sedangkan dia melihat pelayan restoran itu nampak sembab seperti ingin menangis atau malah sudah menangis.
‘Kenapa aku melihat emosi yang janggal di sini, kondisi apa ini sebenarnya,’ batin Arsen tak mengerti.
Arsen mengedarkan sekitar, jika umumnya orang akan menoleh sama seperti mereka, tapi tidak bagi yang lain seakan tak ingi terlibat dengan apa yang terjadi. Arsen yang mengamati hal itu dengan cermat tak menyadari jika Lukman juga tak memperhatikan kejadian itu.
“Paman, bukankah ini –“ ucapan Arsen terpotong saat dia melihat Lukman sudah memalingkan wajahnya tak peduli dan menutup mata.
“Paman kenapa?” tanya Arsen memegang pundak Lukman pelan tapi hal itu membuat Lukman terkejut sampai ketakutan.
“Aku tak tahu kejadiannya,” gumam Lukman dan menghela napas berkali-kali. Arsen mengerutkan dahinya bingung dan dia memberikan air mineral kepada Lukman.
“Ada apa sebenarnya Paman?” tanya Arsen penasaran.
Lukman mulai menceritakan salah satu aturan Palaciada yang melarang warganya untuk berkelahi jika ingin berumur panjang, tidak ada yang boleh meluapkan emosi marah dan tidak boleh mencampuri urusan orang lain termasuk jadi saksi jika ada kejadian seperti ini.
Arsen terhenyak dengan kondisi ini.
“Kalian ini manusia apa robot?” sentil Arsen membuat Lukman kaget.
“Bagaimana mungkin sebuah kerajaan bisa membatasi emosi rakyatnya semacam itu, apalagi soal emosi negatif yang jelas ada dalam diri seorang manusia,” Arsen menopang dagunya sambil menatap Lukman.
“Jadi dugaanku benar jika Raja Adrien melakukan hal yang aku perkirakan,” kekeh Arsen.
Lukman bergeming.
“Dan obrolan kita ini malah membuatku ikut penasaran kepadamu Paman. Apa dia memberikanmu sesuatu yang besar sampai kamu menutup matamu untuk semua kejadian aneh ini,” sindir Arsen.
Lukman masih diam.
“Dari yang aku tahu di masa lalu, Paman termasuk orang yang setia dan berperan untuk memberantas ketidakadilan. Tapi aku mulai meragukannya sekarang,” desis Arsen.
Lelaki muda itu melihat jam yang melingkar di tangannya. Dia memanggil pelayan untuk meminta tagihan mereka. Arsen hendak membayar tapi Lukman menghalangi.
“Biar aku saja yang bayar,” ucap Lukman sambil mengeluarkan sebuah kartu berwarna hitam dan Arsen mempersilahkan hal itu.
Lukman menatap kepergian pelayan itu seakan dia akan membawa kabur kartu miliknya tapi Arsen melihat jika Lukman melamun. Lelaki itu hendak menyadarkan pria itu dari lamunannya tapi dia sudah mengungkapkan apa yang jadi keinginannya.
“Raja Adrien tidak tahu jika aku mencari anakku di sini, Tuan Dermawa yang membawaku kemari, tapi sayangnya beliau ditemukan tewas gantung diri saat dia mulai menemukan berkas soal Reymind. Diam-diam aku mencari berkas itu tapi tak ketemu sama sekali sampai sebuah pesan gelap masuk dalam ponselku,” jelas Lukman.
Arsen diam menyimak.
“Raja Adrien bukan tandingan, tunggu saja sampai ada orang yang sepadan dengannya untuk membantumu, jika kamu ingin menemukan Reymind,” lanjut Lukman.
Arsen menggeleng tak percaya dengan cerita itu. Lelaki ini menyerah hanya karena ucapan itu. “Terdengar konyol Paman, kenapa Paman harus percaya begitu saja,” cela Arsen.
“Beberapa bulan setelah itu istriku meninggal karena sakit dan itu di balik punggungnya ada foto kalung masa kecil Reymind yang selama ini selalu dia pakai,” ucap Lukman pelan. “Sampai aku memutuskan menyerah pada semuanya,” lirihnya.
"Apa informasi itu nantinya akan kamu gunakan untuk mencari sekutu melawan atau mendukung Raja Adrien," Lukman langsung menebak tujuan Arsen.
Arsen diam. Dia memahami satu hal dari pembicaraannya dengan Lukman, lelaki paruh baya ini mudah sekali menyembunyikan dan mengganti emosinya dengan cepat. Dan mungkin saja semua orang di Palaciada seperti ini.
"Paman terlalu berlebihan menuduhku semacam itu, semua ini hanya untuk melihat situasi dan kondisi yang memungkin untuk mencari celah di sini," ucapnya pelan.
“Seberapa besar kemungkinan dokter bisa menemukan jejak Reymind?” desak Lukman.
“Hidup atau mati?” tanya Arsen balik.
Lukman menatap Arsen tajam tapi pria muda itu tak gentar dengan tatapan itu.
“Logika empat tahun dia tak akan selamat jika hilang di Palaciada. Tapi jika Reymind ingin mengungkapkan kebenaran yang dia kejar selama ini, maka dia akan bertahan hidup meskipun jadi orang lain,’’ analisa Arsen.
Deg.
Lukman menegang.
Dia mulai menyadari jika pikirannya terlalu picik sampai dia tak memikirkan kemungkinan jika Reymind hidup jadi orang lain di Palaciada.
Ponsel Lukman berdering dan dia mengangkat panggilan itu dan mengatakan dia akan menghubungi kembali dalam dua puluh menit.
“Waktu kita sudah habis, apa dokter keberatan jika mengantarku kembali ke kantor dan mengambil apa yang kamu inginkan soal Dana,” ucap Lukman sambil berdiri.
“Sure, I’m glad too,” ucap Arsen ikut berdiri tak lama kemudian pelayan memberikan kartu yang sebelumnya dibawa.
Arsen menunggu di lobby saat Lukman sudah masuk kantornya. Tak sampai sepuluh menit pria itu kembali dengan tangan kosong.
“Makan siang yang menyenangkan dokter Arsen, sangat disayangkan Anda tidak membuuka praktek umum, saya pasti rela antri jadi pasien Anda,” ucap Lukman berubah ramah dan menjabat tangannya.
Jika saja Arsen lupa dia ada di Palaciada maka dia akan menolak acara ramah tamah Lukman. Tapi dia merasakan ada lembaran di telapak tangannya membuatnya paham dan ikut drama gila yang Lukman ciptakan.
“Sampai jumpa Tuan Lukman,” balas Arsen ramah.
[Fokus pada istana Ratu, Pangeran, sekutu terkuat untuk melawan Raja. Aku menaruh harapan padamu.]
Arsen membuka lipatan kecil kertas yang diselipkan di telapak tangannya di bawahnya ada alamat yang dia yakini itu alamat Dana.
“Suntik racun untuk Adrien terdengar mudah tapi menggelikan.”
********