Mereka sampai di kediaman Silversky, lagi-lagi Bella merasa bulu kuduknya merinding. Dirinya bagai berada di istana Eltham di London dan di paksa menjadi tahanan menunggu algojo memenggal kepalanya. Bagaimana tidak. Meskipun dia sudah berkunjung di kediaman Silversky kemarin tapi dirinya masih belum terbiasa dengan segala kemewahan di sini. Apalagi nuansa klasik yang pekat, kakinya seperti berdiri di atas hamparan duri.
'Tuhan, aku seperti domba masuk kandang singa untuk di kuliti.'
"Sudah santai saja, bukankah jika kau membuat kesalahan maka ibu akan dengan senang hati memberikan perceraian kita.''
''Benar juga, uhh Willy-ayam kau manis sekali sahabatku~''
Bella mencubit pipi William, yang di sambut gerutuan William. Bella malah tertawa melihat wajah ngambek dari pria berstatus suaminya ini. Baginya wajah cemberut William benar -benar diluar karakternya yang dingin.
William menatap lama-lama tawa Bella. Gadis itu kemudian tersenyum karena berhasil menggoda pria berjuluk es perak. Senyum itu membuat William kembali terpaku. Benarkah Bella mempunyai senyum dan tawa semanis ini. Begitu ceria dan menyegarkan mata.
' Apakah ini yang membuat Nate menyukai si redblonde ini?' batin William bertanya.
"Kamar anda bersama dengan tuan William telah di siapkan. Tentunya tuan muda tidak akan lupa dengan kamar sendirikan?" Jimmy kembali mengganggu ketenangan mereka. Bella merasa harus waspada pada sang tangan kanan ratu ini.
"Psst, Willy-ayam. "
"Jangan menyebutku dengan panggilan laknat itu Bella, " William mendelik memperingatkan Bella jika dirinya sangat tidak suka dengan panggilan itu.
"Baiklah anak ayam, rencana apa yang akan kita lakukan setelah ini?"
"Entahlah kita melihat situasi terlebih dahulu."
Bella mengangguk, tak lama kemudian mereka sampai di ruang tengah. Morena menyambut mereka dengan wajah tenang. Aura kepemimpinan menguar menakuti kedua orang berstatus suami istri itu.
"Selamat datang di kediamanku Bella, mulai sekarag anggaplah ini sebagai rumahmu sendiri."
"Iya bu. "
"Beristirahatlah, mulai besok pagi Bella akan membantu menyiapkan makanan kesukaan suamimu di sini."
"Baik."
Julian hanya mendengarkan obrolan ringan itu di balik tembok. Setelah Bella dan William menuju ke kamar mereka, Julian ikut melangkah menuju kamar mereka. Dia harus memata-matai rencana nakal mereka. Bagaimanapun mereka akan terus berusaha menghubungi kekasih mereka masing-masing yang kini sedang berduaan di apartemen milik Nate.
Meskipun tidak elit, Julian terpaksa mencuri dengar pembicaraan mereka. Anehnya tidak ada yang bisa di dengar oleh Julian selain keheningan yang melanda. Tapi tiba-tiba ada isakan yang membuat Julian salah paham.
"Hati-hati dengan nodanya, ini susah dibersihkan tau ... lihatlah yang ini jadi sobek..."
"Hn."
"Willy lihat spreinya jadi ada noda merah."
"Tenanglah, aku akan membersihkan noda merahnya."
"Tidak usah lanjutkan saja. Ini ...enakkan?"
"Kau mau lagi...?'
"Tidak sudah cukup."
"Aku memaksa Bella, kau harus mau."
"Tidak tidak tidak, aku mau tidur saja, pinggangku masih sakit bergerak ke atas dan kebawah tanpa henti."
"Tidak secepat itu Bella. "
Julian memerah mendengar ucapan mereka. Dia berpikir jika mereka tidak saling mencintai mengapa melakukan itu. Bahkan Bella terlihat mendominasi dengan menggantikan posisi William yang bergerak ke atas ke bawah.
'Terang saja dia tidak mau lagi, orang naik turun itu memang melelahkan,' batin Julian. Setelah itu dia kembali ke kamar miliknya sendiri. Dia tidak mau mendengar suara orang bercinta lagi. Apalagi adiknya begitu memaksa Bella melakukan lagi.
Setelah kepergian Julian, Bella menganti bajunya dengan gaun tidur. Meskipun tidak seperti lingerie Bella tanpak begitu seksi dengan gaun tidur bertali spageti berwarna putih tulang itu. Mereka tidak sadar jika ada yang mencuri dengar kegiatan mereka.
"Willy, makan tomatnya jangan di ranjang lagi, lihatlah nodanya tidak bisa benar-benar bersih."
"Padahal ini enak, kau yakin tidak mau lagi?"
"Tidak, aku mau membersihkan pita rambut ku yang kau sobek, rambutku jadi sakit karena kau tarik. Ikatan rambutku malah jadi sempit bodoh."
"Iya maaf."
"Sudah tidur sana, besok kita akan melaksanakan rencana kita"
"Yah aku akan menghubungi Lily dan Nate agar pergi ke hotel tempat kita bulan madu."
"Rencana yang bagus."
"Aduh menari kemarin masih meninggalkan rasa pegal di pinggangku," keluh Bella.
Andai Bella tidak menyebutkan nama Nate dan Lilian mungkin saja William tidak akan teringat dengan mereka berdua.
Menyusun rencana agar ibunya membenci Bells hingga memaksa mereka bercerai cukup menguras pikirannya. Bagaimanapun ibunya tidak mudah di bodohi.
*
Nate yang tengah mempersiapkan berkas untuk mengajar tiba-tiba di kejutkan dengan sebuah tangan yang melingkar di pinggangnya. Kali ini Bella nekat menyusul Nate ke tempatnya mengajar. Belum pernah dia merasa sebebas ini ketika Bella dan William belum menikah. Rasanya dia ingin berteriak kepada seluruh orang jika Nate adalah miliknya.
"Nate."
Senyum Nate menghilang karena menyadari suara yang memanggilnya. Nate mengira jika tangan yang memeluknya adalah milik Bella. Mungkin dia begitu merindukan Bella sehingga dari tadi pikirannya terus di bayangi wajah Bella. Namun senyum itu kembali terbentuk. Bagaimanapun Lilian juga menempati hatinya.
"Kita makan siang?" seperti biasa Lilian selalu malu-malu jika mengajaknya keluar. Seandainya Nate tidak membuka suara, biasanya suasana akan menjadi hening. Nate secara tidak sadar membayangkan kebersamaan William dan Lilian. Mereka berdua memiliki sifat pendiam.
Nate agak penasaran bagaimana situasi mereka berdua ketika kencan. Apakah situasinya tidak menjadi mencekam dan sepi. Dirinya saja jika sedang suntuk namun Lilian tiba-tiba datang ke apartemennya maka Nate akan langsung menyerang Lilian. Dengan begitu suasana tidak akan sepi karena dirinya yang tidak mood.
"Kita makan siang sesuai dengan keinginanmu Lily." Nate memeluk pinggang Lily. Dia tidak bisa membuat wanita di sampingnya ini sedih. Setidaknya dia tidak akan menjadi b******n di hadapan wanita pemalu ini.
.
.
.
Bella bangun pagi-pagi dan langsung membersihkan diri. Untungnya dia bisa tidur di saat William terus menggodanya semalaman. Jika di ingat rasanya Bella ingin membenturkan kepala ayam itu di tembok agar menghilangkan sifat mesumnya.
Tujuh jam yang lalu.
Bella yang tengah bersiap tidur tiba-tiba di kejutkan dengan keadaan William yang topless. Wajahnya menyeringai sambil memandang Bella dengan tatapan menggoda.
'Apa ayam ini kemasukan leluhur roh kakek Mark,' batin Bella. Dirinya bergidik membayangkan William di rasuki makhluk astral penghuni kediaman ini.
"Willy, kau baik-baik saja?"
"Bella, bukankah kita seharusnya melakukan hubungan suami istri, bagaimanapun kita ini telah sah menjadi suami istri. "
"Dalam mimpimu Willy-ayam."
"Jadi dalam mimpi aku boleh melakukannya ya?"
"Mengapa kau tiba-tiba jadi aneh Willy?"
"Setelah ku pikir-pikir ternyata rugi juga jika tidak memanfaatkan status kita, bagaimanapun kau itu istriku, Kan?"
''Kau ini jangan bicara sembarangan, aku tidak mau melakukan hal itu denganmu.''
''Benarkah, jangan-jangan kau belum pernah melakukannya dengan Nate.''
Bella memerah dengan ucapan William. Dia berpikir tentu saja Nate tidak akan melakukan hal itu. Nate bukan pria m***m yang suka memasuki lubang wanita.
Andai kau tau kebenarannya Bella.
"Memangnya mengapa kalau belum pernah, tentu saja kami akan menunggu sampai kami menikah nanti. Makanya kau jangan macam-macam ayam.''
William tidak menyangka jika ucapan Bella membuat hatinya meledak dengan kegembiraan. Dia berpikir tidak ada ruginya merasakan gadis virgin. Sebab ketika dia melakukan dengan Lilian, Lilian memang tidak lagi virgin.
Dan William tidak mau menanyakan dengan siapa Lilian melakukan hal itu pertama kali. Ini negara bebas. Baginya mencintai wanita itu sudah cukup.
Tetapi reaksi dari istrinya ini begitu menggemaskan. William tidak menyangka jika menggoda Bella begitu menyenangkan, kali ini dia menggerakkan tubuhnya hingga otot-otot seksinya terbentuk jelas. Bella sendiri hampir meneteskan air liur melihat tubuk bak pahatan karya seniman dunia itu.
"Jujurlah kau menyukai tubuhku Bella. '' William kembali menyeringai seksi.
"Tidak!" yah lain di mulut lain di hati, matanya terus menatap body William tanpa berkedip walau bibirnya berkata tidak tertarik. Sampai akhirnya kejahilan William semakin menjadi, dia berpura-pura melepas celananya.
"Ayo kita lakukan. "
'Rupanya benar jika William tengah kesurupan arwah kakek Mark.'
Bruk.
Bella pingsan karena takut. Apalagi kedua tangannya kini terkunci oleh suaminya yang kesurupan itu.
"Eh...Pingsan ya, padahal aku hanya bercanda."
TBC