Setelah turun dari bus, Ilona langsung naik ojeg untuk menuju padang golf tempat dimana Carissa berada. Kebetulan padang golf itu terletak jauh dari jalan raya. Untuk menuju ke sana butuh kendaraan pribadi atau ojeg karena tak dilalui oleh kendaraan umum.
Ada sejuta harap yang dibawa gadis itu demi masa depannya yang lebih baik. Semoga segala urusannya dilancarkan. Itulah doa yang tengah dipanjatkannya saat ini.
Usai memberikan ongkos ojeg, ia berjalan perlahan dengan perasaan waswas. Kini ia berdiri di gerbang menuju kawasan Lapangan Golf Pesona Indah. Dari kejauhan nampak sebuah bangunan luas dengan taman yang indah serta tempat parkir yang luas. Lapangan golfnya sendiri berada di belakang bangunan megah.
Ia tak langsung menuju bangunan itu karena ini merupakan kali pertama ia mengunjungi kawasan Pesona Indah. Ia tak mau masuk dengan celingak celingut tidak jelas, meski di dalam pasti ada cafe yang bisa dijadikan tempat menunggu. Namun Ilona benar-benar merasa asing dengan tempat ia berada saat ini. Lagipula ia bukanlah Ilona yang dulu yang selalu percaya diri. Keterpurukan yang dialaminya ikut menjatuhkan mentalnya dalam bersosialisasi. Ini memang buruk dan tak patut dicontoh.
"Permisi, Pak! Saya mau minta bantuan Bapak." Ilona menghampiri salah satpam yang tengah berjaga di sana. Meminta bantuan adalah pilihan yang paling tepat agar ia segera bisa bertemu dengan Carissa yang sulit untuk dihubungi sejak setengah jam lalu.
"Bantuan apa ya?" Seorang satpam paruh baya mendekat ke arahnya. Ia memperlihatkan sikap ramahnya.
"Saya mau bertemu dengan Carissa, Caddy di tempat ini." Begitu tiba di pos satpam, ia segera menemui salah satu satpam. Ia butuh diantar olehnya.
"Mbak sudah janjian?" Satpam itu bertanya penuh selidik.
"Iya." Gadis itu mengangguk.
"Saya Ilona Saraswati temannya." Ia menyebutkan siapa namanya.
"Oh, Iya. Mari ikut saya." Satpam itu menunjukkan sikap ramah dan bersahabat begitu mendengar nama Ilona disebut. Carissa memang telah berpesan kepada Satpam bernama Mustofa itu supaya membawanya ke kantor.
Keduanya lantas berjalan menuju sebuah bangunan besar yang di dalamnya terdapat cafe, restoran, tempat karoke dan juga penginapan. Di sana juga ada toko peralatan bermain golf. Resort ini menyediakan berbagai fasilitas untuk rekreasi.
Pak Mustofa terus berjalan menuju sebuah bangunan lain yang berlokasi di belakang gedung besar tersebut yang menjadi kantor lapangan golf. Di halaman bangunan itu berderet banyak mobil yang biasa digunakan untuk bermain golf. Nampak beberapa orang gadis cantik tengah berkerumun. Mereka adalah para caddy yang tengah bersiap untuk membantu para pegolf untuk bertanding.
Pak satpam dan Ilona masuk ke dalam dan segera mendekat ke arah resepsionis.
"Maaf, Bu ada tamu untuk Mbak Carissa." Pak Satpam bicara kepada sang resepsionis seraya melirik ke arah Ilona yang berdiri tak jauh darinya
"Maaf, sepertinya Mbak Carissa lagi ada meeting. Silahkan Mbak tunggu di sini." Seorang resepsionis memberitahukan keberadaan Carissa yang tengah sibuk.
"Kalau begitu, saya permisi ke depan lagi ya Mbak!" Pak Mus pamit. Ia harus melanjutkan tugasnya.
"Terima kasih banyak ya, Pak!" Ilona mengucapkan rasa terima kasihnya karena sudah diantar ke tempat tujuan.
"Sama-sama."
Pak Mus mengangguk pelan sebelum akhirnya meninggalkan Ilona.
Gadis berhidung mancung itu lantas mengambil posisi duduk di kursi tunggu yang tersedia di sana. Dengan sabar ia menanti kedatangan Carissa.
Selama menunggu, waktunya ia habiskan untuk membaca berita online. Ilona memang suka membaca terutama perkembangan informasi terkini.
Selang setengah jam kemudian terdengar suara derap langkah seseorang mendekat ke arahnya.
"Illona!" Terdengar suara sapaan.
Ilona segera menghentikan aktifitasnya dan mengalihkan perhatiannya ke arah Carissa.
Terlihat gadis cantik bermata sipit itu berpenampilan sporty memakai seragam caddy. Setahu Ilona, Carissa merupakan anak pegolf nasional.
"Carissa." Ia pun bangkit dari duduknya.
Ilona akhirnya bisa bertemu dengan Carissa, teman SMAnya dulu. Gadis yang kini akan menjadi tumpuannya untuk mmeperbaiki masa depannya.
Keduanya lantas bercipika cipiki.
"Kamu sudah lama, Na?" Carissa menyambutnya dengan baik. Gadis cantik itu selalu ramah dan tersenyum kepada setiap orang. Barangkali itu yang membuatnya disukai banyak orang.
"Lumayan, sudah setengah jam." Ilona tersenyum. Ia harus bersikap ramah dan santai meskipun tengah kalut memikirkan berbagai macam persoalan dalam hidupnya.
"Maaf banget ya, barusan ada meeting dadakan." Carissa nampak tak enak hati dengan tamunya yang sepat terabaikan beberapa saat. Terlebih ini merupakan kali pertama Ilona melakukan kunjungan ke tempatnya.
"Tidak apa-apa, kok." Ilona berusaha bersikap santai. Ia yang tengah butuh Carissa sehingga harus lebih sabar. Meski harus menunggu lebih dari setengah jam akan ia lakoni.
"Ya sudah kalau begitu ayo kita temui dulu Bang David." Carissa mengajak Ilona bertemu dengan seseorang. Ia tak mau berlama-lama membiarkan temannya itu menunggu.
Ilona yakin pria bernama David itu pasti orang penting.
Keduanya berjalan perlahan menuju lantai atas. Begitu tiba di depan pintu sebuah ruangan, Carissa langsung masuk tanpa mengetuk pintu.
Ilona mengekor dari belakang . Begitu berada di dalam, suasana ruangan tampak nyaman dan sejuk.
"Hallo, Bang. Aku mau kenalin seseorang. " Carissa langsung membuka pintu dan mendekat ke arah pria bernama David.
"Hai Sayang, ini teman kamu ya?" Seorang pria gondrong bertanya kepada Carissa serayamelirik ke arah Ilona.
"Iya, dia Ilona yang akan menggantikan Fanya."Carissa tersenyum hangat membuatnya terlihat lebih cantik.
"Wah senang bertemu dengan kamu. Kenalin aku David." David mengulurkan tangannya ke arah arah Ilona untuk berjabqt tangan. Tentu saja Ilona menyambutnya. Pria gondrong itu menunjukkan sikap bersahabatnya. Tentu saja Ilona merasa senang.
"Ilona." Gadis berkulit putih itu tersenyum.
"Kebetulan sekali salah satu caddy di sini resign karena menikah. Kamu bisa langsung bekerja di sini."David menyambut hangat kehadiran Ilona. Tak mudah bisa mendapatkan caddy baru dengan penampilan menarik seperti Ilona.
"Selamat bergabung!" ucap Carissa dengan nada riang. Akhirnya Ilona resmi bergabung bersama mereka.
"Oh, Iya. Ini berkas surat lamarannya." Ilona menyerahkan amplop coklat di tangannya.
David segera menerimanya dan membukanya sekilas. Itu hanya formalitas saja karena pada kenyataannya Ilona langsung diterima tanpa tes apapun.
Diam -diam Ilona memperhatikan interaksi antara David dan Carissa. Sepertinya keduanya ada hubungan istimewa.
"Bang David itu manager di sini, dan dia tunangan aku." Carissa memberitahukan identitas David. Pantas saja mereka berdua terlihat begitu akrab dan mesra. Ternyata pria bertato itu ada hubungan khusus dengan Carissa.
"Mulai besok kamu sudah bisa ikut training." David memberikan informasi. Untuk menjadi seorang caddy butuh pelatihan khusus sebelum menjalankan tugasnya.
"Kalau begitu kita keliling dulu tempat ini sebagai perkenalan." Carisa mengajak Ilona untuk mengenal tempat kerjanya.
"Iya kalian sebaiknya jalan-jalan dulu!" David setuju.
"Boleh." Tentu saja Ilona sangat ingin berkeliling supaya dapat mengenal tempat kerjanya.
Keduanya lantas meninggalkan David karena pria itu sedang menunggu tamu pentingnya.
Carissa dan Ilona pun segera berjalan meninggalkan ruang kerja David menuju arah lapangan golf. Mereka ditemani oleh sopir berkeliling menggunakan mobil golf.
"Wah, luas sekali."
Pemandangan di sekitarnya sangat indah, udaranya juga benar-benar sejuk karena di pinggir lapangan banyak tumbuh pepohonan.
Tak lama setelah berkeliling lapangan keduanya masuk ke dalam gedung besar yang tadi sempat diallui oleh Ilona dan Pak Mus.
Dengan sabar, Carissa menjelaskan spot yang ada di sana.
Tempat terakhir yang mereka singgahi adalah cafe. Mereka duduk santai melepas lelah. Sambil menunggu pesanan datang, keduanya terlibat percakapan.
"Kamu udah lama kerja di sini?." Ilona penasaran dengan pekerjaan Carissa.
"Lumayan, sejak lulus SMA, kebetulan aku malas kuliah." Carisa terkekeh.
"Sebetulnya aku ingin kuliah, namun aku malah terjebak dengan urusan kerjaan, ya akhirnya pending. Mungkin tahun depan aku mulai daftar." Carisa terkekeh. Di usianya yang masih muda ia tidak hanya bekerja.
Mendengar perkataan Carisa, Ilona semakin mengagumi gadis di sampingnya itu. Sejak SMA Carisa itu pekerja keras. Ia sangat aktif di organisasi. Berbanding dengan dirinya yang hobi nongkrong dan malas-malasan sehingga nasibnya seperti ini.
"Ngomong-ngomong di sini ada berapa banyak caddy?" Ilona mulai menanyakan tentang pramugolf yang beberapa di antaranya sempat ditemuinya.
"Di sini ada sekitar lima puluh caddy dan aku yang membimbing mereka." Carissa sedikit memberikan informasi.
"Lumayan banyak." Ilona
"Sebetulnya tidak terlalu banyak jika dibandingkan tempat lain. Padang golf di sini tak seramai tempat lain." Carissa memberikan informasi terkait padang golp bernama Pesona Indah itu.
"Oh iya, nanti setelah resmi terjun ke lapangan sebagai caddy, sebaiknya kamu hati-hati ya."bisik Carissa.
"Hati-hati bagaimana maksudnya?" Ilona menatap heran ke arah temannya itu. Ia tak mengerti dengan kalimat yang terucao dari bibirnya.
"Terkadang ada pejabat atau pengusaha yang memang genit dan ingin kencan dengan caddy-nya. Apalagi kalau caddy itu cantik dan seksi. Makanya kamu harus menyiapkan mental yang kuat." Carissa tersenyum simpul. Ia tak ingin Ilona menjadi korban.
Tentang image buruk seorang caddy, Ilona sering mendengar dalam berbagai berita.
"Kamu cuekin saja mereka." Carissa memberikan saran. Ia merupakan caddy profesional yang sering ikut turnamen internasional bersama kakaknya yang juga merupakan pegolf nasional, sebelum ayahnya pensiun.
Seorang caddy memiliki tugas yang tudak mudah. Tugas seorang caddy adalah menyiapkan peralatan untuk bermain golf, mengukur lapangan
Sementara dalam golf amatir biasanya para caddy banyak yang terlibat skandal dengan mereka yang jadi partnernya.
"Sa, Terima kasih banyak ya, kamu sudah menolong aku." Ilona sangat berhutang budi kepada gadis bertubuh inggi itu.
"Sudahlah, kamu tidak lerlu terus menerus berterima kasih." Carissa menganggap Ilona berlebihan.
"Aku tidak tahu harus membalasnya seperti apa." Gadis berambut panjang itu menghela nafas dalam.
"Cukup bekerja dengan baik di sini, aku sudah merasa senang." Carisa menggenggam tangan Ilona.
Keduanya lantas saling berpelukan untuk saling menyemangati.
"Kalau boleh tahu pemilik.resort ini siapa?" Tiba-tiba Ilona penasaran. Ia menyangka tempat itu milik ayah Ilona.
"Ayahnya Bang David." Carisa tersenyum. Calon mertuanya berasal dari kalangan atas dan resort ini bukan satu-satunya usaha milik keluarga David.
"Oh." Ilona mengangguk pertanda paham. Ternyata dugaannya salah.
"Kebetulan ayahku juga ikut membantu mengelola lapangan ini." Carissa memberikan sedikit informasi tentang keluarganya.
"Ayo silahkan makan!" saking asyiknya berbincang, Carissa baru tersadar jika pesanan mereka sudah datang.
Keduanya lantas melanjutkan perbincangan di sela acara makannya
Kedua kawan lama itu saling bertukar kabar selama dua tahun terakhir. Tak lupa mereka juga bernostalgia mengenang masa-masa putih abu dulu.
"Makasih banyak ya, Carissa." Lagi Ilona mengucapkan rasa terima kasihnya.Ia banyak menerima kebaikan gadis cantik yang lebih cocok menjadi model.
"Aku bosan mendengar ucapan kamu. Terima kasih terus" Carissa mengerucutkan bibirnya.
Tak lama tawa mereka pun pecah.
***
Ilona tiba di rumah saat adzan maghrib berkumandang. Ia tampak lelah padahal belum mulai bekerja.
"Kakak.." terdengar suara Ricky, sang adik yang menyambut kepulangannya.
"Hai Sayang, apa kabar hari ini?" Ilona menyapa adiknya yang kini sudah mencium telapak tangannya.
"Alhamdulillah, kabar baik. Apalagi hari ini jualan kami laris manis." Ricky memperlihatkan kegembiraannya. Meski masih kecil namun hobi berniaga.
"Syukurlah." Ilona turut senang.
"Kalau nanti kakak sudah kerja dan punya uang cukup, sebaiknya kalian tidak perlu lagi jualan. Kalian fokus belajar saja." Ilona tak tega membiarkan kedua adiknya harus bersusah payah untuk mencari uang tambahan jajan mereka.
"Tidak apa-apa, Kak. Aku senang jualan kok." Ricky selalu ceria. Ketiadaan orang tuanya, membuat ia berpikir dewasa. Ia tak pernah berkeluh kesah tentang kesulitan ekonomi.
"Iya, benar Kak Lona, anggap saja ini sebagai ajang latihan bisnis. Siapa tahu kita bisa memiliki perusahaan besar." Gerry bukan tanpa alasan terus menerus bereksperimen. Ia ingin menjadi pengusaha sukses seperti ayahnya dulu. Rencana jangka pendeknya ia ingin membuka toko kue dan pusat oleh-oleh. Sejak kecil ia hobi membuat kue bersama ibunya.
Ilona tersenyum. Ia bangga kepada kedua adiknya yang pekerja keras. Mereka mau mengeluarkan peluhnya demi uang recehan.
"Oh, iya kakek mana?" Ilona baru menyadari jika kakek Banu tak ada.
"Di mesjid," beritahu Gerry.
"Baiklah kalau gitu kakak mau mandi dulu," pamitnya.
Gadis itu lantas segera masuk ke dalam kamarnya. Ia butuh menyegarkan diri setelah aktifitas seharian di luar.
***
Bersambung