Part 10

1294 Kata
Sabtu sore, Gemintang berdandan sederhana, hanya polesan bedak tipis dan lipgloss dirasa cukup menonjolka wajahnya yang sudah rupawan sejak lahir. Memakai mini dress berwarna krem, dengan rambut diikat satu ke atas, ditambah dengan cardigan warna hitam sudah barang tentu menambah kesan feminim. Sebelumnya Ronald berkata akan menjemputnya dengan mobil sehingga mini dress dia anggap sesuai.  Tentu saja pakaian ini tidak pas dikenakan saat Ronald akan menjemputnya dengan motor. Setelah berpamitan dengan kedua orang tuanya, ditambah tatapan menyelidik adiknya yang tidak percaya bahwa Gemintang akan ke rumah Aisyahrani, tentu saja bujukan dua buah coklat saat Gemintang balik ke rumah, membuat adiknya akhirnya tutup mulut. Gemintang berjalan perlahan sembari sesekali menengok ke belakang, berjaga-jaga dan mengantisipasi orang tua Gemintang yang mungkin saja melihatnya dari kejauhan. Ronald menyalakan lampu mobilnya, memberi kode Gemintang. “Hai, kamu cantik banget beb hari ini” sapa Ronald saat Gemintang beranjak naik ke mobilnya “Makasih” jawab Gemintang singkat dengan wajah tersipu malu. “Tambah sayang deh” lanjut Ronald dan tanpa permisi mencium pipi Gemintang. “Kamu…” dibalas dengan tatapan tajam dan kaget Gemintang, mengingat pertama kalinya Ronald menciumnya. “Pipi doang beb, belum bibir. Jangan terlalu kaku deh” ucap Ronald enteng sembari memperbaiki posisinya dan bersiap untuk mengendarai mobilnya. Satu kata ini ‘kaku’, membuat Gemintang merasa Ronald bertindak kelewatan, dan menyepelekan segala sesuatunya. Perasaannya seketika berubah menjadi badmood. Seandainya dia tidak takut dicap kekanak-kanakan, mungkin saja saat dia membatalkan kepergiannya. Setelah agak lama berada di jalan karena kemacetan ibukota, akhirnya mereka tiba di stadion olahraga. Ternyata banyak cabang olahraga yang dipertandingkan. Ronald yang hobi basket, sudah barang tentu memilih menonton pertandingan basket saja. Keriuhan stadion dengan sorak sorai penonton dengan penonton yang berjubel, membuat Ronald mengamati beberapa saat keadaan hingga dia melihat di bangku penonton beberapa orang yang dikenalnya. “Yuk Gem, kita kesana” ajak Ronald yang menggenggam tangan Gemintang. “Hai, apa kabar bro” sapa Ronald kepada beberapa cowok seusianya. Ternyata mereka adalah kawan Ronald di Surabaya dulu. “Hai apa kabar juga. Lo bawa siapa tuh. Cantik banget” tanya teman Ronald dengan tatapan selidik. “Kenalin, Gemintang, pacar aku,” jawab Ronald bangga. “Wihh...beruntung banget lo. Pindah sekolah eh dapetnya bidadari” ucap teman Ronald lainnya sembari menepuk bahu Ronald pelan. Gemintang yang mendengar percakapan mereka hanya tersenyum simpul apalagi suara mereka agak kurang terdengar diantara keriuhan penonton. Sehingga untuk berbicara saja mereka harus saling berbisik di telinga. Pertandingan berlangsung seru dan semuanya menikmati pertandingan hingga tidak terasa waktu berjalan cepat. “Ronald, kita pulangnya jam berapa?” tanya Gemintang yang melirik ke arah jamnya yang menunjukkan pukul tujuh malam “Bentar habis teman aku main, mereka baru aja masuk lapangan pertandingan beb” jawab Ronald enteng. “Aduh nanti Papi aku marah. Kita baliknya sejam lagi yah” bujuk Gemintang dengan perasaan tidak tenang. “Iya, kamu nonton aja yah. Seru banget ini pasti” Ronald terlihat menikmati pertandingan sedangkan Gemintang hanya menatap cemas dan tak bisa berkonsentrasi melihat jalannya pertandingan. Tatapannya hanya fokus di tiap detik jam tangannya berdetak. “Ronald ini udah jam 8 malam, balik yuk” bujuk Gemintang. “Aduh beb, ini lagi seru-serunya” tolak Ronald yang begitu serius melihat jalannya pertandingan. “Aku balik sendiri aja deh” ancam Gemintang. “Yah udah, kalo kamu bisa. Gak takut kamu?” Ronald balik mengancam Gemintang. Apalagi Ronald yakin Gemintang pasti tidak akan berani pulang sendirian. “Siapa takut, aku bisa kok” “Ya udah, kamu gak bisa nunggu sih” “Aku males yah keluar bareng kamu lagi. Kamu nyebelin” ucap Gemintang sembari berjalan meninggalkan Ronald yang menatapnya sekilas kemudian dengan cueknya kembali berkosentrasi ke menonton pertandingan. Ada rasa kecewa dalam hati Gemintang karena perlakuan Ronald ini, membohongi kedua orang tuanya, dan menjaga jarak dari kedua sahabatnya. membuatnya merasa begitu banyak berkorban untuk hubungan ini. Tetapi sikap egois Ronald hari ini, membuat Gemintang agak ragu untuk melanjutkan hubungannya. Perasaan kecewa dan ketakutan bersamaan. Pulang sendiri di malam hari tidak pernah terpikirkan oleh Gemintang. Gemintang berdiri di pinggir jalan sembari menendang kecil beberapa kerikil dan sesekali menghentakkan kakinya menandakan kekesalannya. “Gemintang, kamu Gemintang?” tanya sosok cowok yang mengendarai motor berhenti di depan Gemintang memastikan sosok yang dilihatnya. “Hei kak Banyu” “Kamu sendiri aja?” “Gak bareng Ronald kak, tapi dianya belum pengen pulang. Aku takut kemaleman” “Kak Banyu, kok bisa ada disini?” tanya heran Gemintang. “Iya habis nonton pertandingan renang senior aku di klub. Kalo gitu pulang bareng aku aja,” tawar Banyu. “Eh gak usah kak, takut merepotkan” “Gak kok, gak mungkin kan anak gadis aku biarin sendirian kayak gini. Yuk,” ajak Banyu sekali lagi. “Ehm…boleh deh, tapi kak….” Ucap Gemintang menimbang-nimbang, apalagi pakaian yang dikenakannya agak susah saat harus naik ke motor besar Banyu. Tercetus idenya membuka cardigan-nya dan menutupi bagian bawahnya. “Eh kamu ngapain? Udah kamu pake jaket aku nih tutupin. Kamu pake cardigan kamu aja. Nanti masuk angin lagi” usul Banyu. “Mmm…makasih kak” balas Gemintang tersipu malu. Dia membutuhkan usaha untuk naik ke atas motor, menggunakan bahu Banyu untuk berpegangan dan akhirnya duduk manis berboncengan dengan Banyu. “Pegangan yah” “Dimana?” tanya Gemintang polos. “Disini” jawab Banyu. Gemintang meletakkan kedua tangannya di bahu lebar Banyu, sedikit memberi jarak diantara keduanya. Tapi saat Banyu yang berbicara disertai hembusan angin, terpaksa Gemintang harus memajukan sedikit tubuhnya untuk mendengar perkataan Banyu.  Apalagi saat Gemintang menunjukkan jalan kepada Banyu arah menuju rumahnya. Pertama kalinya mereka sedekat ini, perasaan Gemintang dengan debaran jantung tak menentu. Perasaan berbeda saat bersama dengan Ronald, membuat Gemintang sangat menikmati kebersamaan mereka, dia berharap rumahnya agak jauh sehingga bisa bersama lebih lama lagi dengan Banyu. “Kak, udah disini aja” “Kok disini, ini kan ujung jalan” “Gak usah deh, takut orang rumah liat” “Kenapa?” “Mmm…” “Owhaku ngerti sekarang, kamu dan Ronald pacaran backstreet yah” tebak Banyu. “Iya Papi aku gak bolehin aku pacaran dulu” “Ehm gitu ya, mungkin kalau Ronald. Kalau sama aku mana tahu disetujuin” “Maksud kakak?” “Hahaha...gak kok bercanda. Udah kamu masuk gih. Udah malem” “Iya kak, makasih.” “Iya mimpi indah yah” ucap Banyu sembari mengucek-ucek rambut Gemintang gemas. Tindakannya ini membuat wajah Gemintang bersemu merah. Untung saja tidak terlihat jelas karena malam hari disertai temaram lampu penerang jalan. “Udah kakak balik aja, duluan” “iya kalau gitu. Ehm…kapan-kapan kamu bisa keluar bareng aku gak.” “Kemana?” “Ada satu tempat spesial yang aku mau tunjukin nanti. Tapi gak spesial sih buat aku, soalnya hampir tiap malam minggu aku habiskan disana” “Boleh kak. Udah kakak balik gih. Hati-hati di jalan. Jangan ngebut” “Iya. Makasih yah buat malam ini” balas Banyu sembari menarik gas motornya meninggalkan Gemintang yang tetap setia melihatnya hingga menghilang dari kejauhan. Malam yang spesial bagi Gemintang, pulang ke rumah dengan wajah berseri-seri. Untung saja orangtuanya masih memaklumi kepulangannya karena alasan kemacetan jalan. Apalagi Gemintang berjanji dia akan seharian di rumah besok. “Kak” “Aduh lo ngagetin deh” ucap Gemintang tersentak saat adiknya membuka pintu agak keras. “Idih senyum-senyum sendiri. Gila lu” ejek Rembulan. “Sialan. Rese’ deh. Udah lo keluar aja. Hush…hush…” usir Gemintang. “Kak, coklat aku mana? Aku laporin papi loh” “Aduh sori gue lupa. Udah ini kamu beli aja sendiri” Gemintang mengeluarkan uang pecahan lima puluh ribu rupiah, tentu saja disambut girang adiknya Rembulan Saraswati. Apalagi dengan uang segitu melebihi janji Gemintang yang akan membelikan dua buah coklat untuknya.       
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN