KANDIDAT TERBAIK
Tok... tok... tok
"Permisi Mba Gem," seorang perempuan dengan tampilan mirip sekretaris pada umumnya.
"Iya silahkan masuk," sapa seorang perempuan cantik dengan senyum ramahnya
"Ini daftar kandidat yang udah lolos ke tahap wawancara. Final tesnya silahkan Mba yang putusin" menyodorkan daftar kandidat.
"Oh iya. Emang kemarin kita buka lowongannya berapa orang sih?"
"Dua orang aja mba. Sedangkan yang lolos ada tiga orang. Jadi bagian HRD mutusin Mba Gem yang milih dua diantara tiga orang tersebut"
"Oke…oke. Saya baca dulu yah"
"Baik mba" ucap Fina yang lebih memanggil atasannya mba dibandingkan ibu karena usia sekretarisnya lebih tua dari dirinya. Apalagi itu juga atas perintah atasannya sendiri.
Gemintang Larasati menjabat sebagai Direktur Keuangan di perusahaan swasta bergerak di bidang industri makanan jadi. Perempuan berusia 26 tahun, berkulit sawo matang, rambut panjang, tinggi 160 cm. Lumayan tinggi bagi standar perempuan Indonesia. Statusnya saat ini sedang bertunangan dengan seorang pria bernama Novan Narendra.
Hufft... ngapain lolosin tiga sih, bikin bingung aja, batin Gemintang.
Gemintang mulai memperhatikan satu persatu CV dari tiga kandidat. Tatkala matanya terkejut oleh satu nama yang tidak asing baginya.
"Banyu...Banyu Sadewa" mencoba mengamati lebih jauh dari foto yang ditempelkan di CV.
"Apa benar ini kak Banyu?" lirih Gemintang dengan wajah heran.
Dibacanya isi CV dengan seksama. Banyu Sadewa usia 27 tahun, lulusan S1 Ekonomi manajemen dari perguruan tinggi swasta. Lulusan 1 tahun yang lalu. Gemintang merasa aneh dengan kelulusan Banyu. Dia saja sudah menamatkan magisternya 1 tahun lalu. Sedangkan Banyu adalah kakak kelasnya di SMU. Benar, dia adalah kakak kelas Gemintang sekaligus cinta pertama Gemintang. Tepatnya cinta tak kesampaian.
Melihat dua kandidat lain lulusan dari perguruan tinggi terkemuka dan masih muda, sedangkan Banyu hanyalah lulusan perguruan tinggi swasta dan lebih tua dari usianya. Membuat dua kandidat lain berpotensi lebih besar untuk lolos.Tapi apakah Gemintang harus memilih Banyu karena faktor kedekatan. Dia saja bingung untuk memutuskan.
Dua hari kemudian dua orang kandidat yang lolos dipanggil ke kantor untuk membicarakan mengenai kontrak kerja, setelah dihubungi oleh pihak perusahaan.
"Selamat yah, buat kalian berdua," ucap Kepala HRD dan dua orang staff-nya di belakang mengulurkan tangan untuk berjabat.
"Terima kasih pak, kami akan memberikan dedikasi tertinggi kami untuk perusahaan" ucap kandidat itu diikuti anggukan oleh kandidat lainnya. Kemudian kedua orang kandidat bergantian membalas berjabat tangan.
"Kamu hmmm... tolong ke ruangan Direktur Keuangan kita. Beliau katanya harus berbicara langsung"
"Baik pak" ucap kandidat itu patuh.
"Sedangkan kamu... Mely kan, biar Pak Andre tunjukkan kubikel kamu"
"Baik pak"
Setelah keluar dari ruangan, dengan langkah santai seorang pria menuju ruangan Direktur Keuangan.
"Permisi bu, saya katanya disuruh temui bapak"
"Oh iya, perkenalkan nama saya Fina, sekretarisnya. Iya silahkan masuk aja langsung"
"Terima kasih bu"
"Sama-sama"
Seketika Fina mengingat perkataan pria itu tadi "bapak" mungkin dia menebak bahwa direktur keuangan adalah seorang bapak-bapak tua gemuk berusia paruh baya. Fina hanya menggeleng geli dan tersenyum simpul.
Tok.. tok.. tok...
"Permisi"
"Silahkan masuk," Banyu agak terkejut dengan suara balasan dari dalam kantor, suara perempuan.
"Maaf pak…eh bu katanya saya disuruh temuin ibu." ucap Banyu menatap seorang perempuan yang duduk tertunduk di depannya.
"Iya, benar" balas Gemintang yang tadi tertunduk melihat berkas kemudian mendongakkan kepala menatap pria di depannya. Keduanya sama-sama terkejut akan pertemuan mereka setelah bertahun-tahun lamanya tidak bertemu.
"Beneran kamu Kak Banyu Sadewa?" ucap Gemintang tidak percaya.
Banyu Sadewa pria dengan lesung di pipi kanannya, tinggi 176 cm. Altet renang sekolah, idola dari siswa perempuan kelas 1 hingga kelas 3. Sikapnya yang terkesan cuek, pendiam dan misterius membuatnya lebih menarik dan semakin membuat penasaran perempuan. Apalagi prestasi akademiknya lumayan memukau.
"Kamu Gemintang Larasati" ucap Banyu tidak kalah terkejut.
"Iya. Apa kabar kak?" senyum ramah Gemintang.
"Baik kok Ge...eh bu"
"Gak usah terlalu formal kak sama aku. Apalagi kalau kita berdua."
"Gak boleh dong, setidaknya kamu atasan aku. Tapi oke aku terima usulan kamu untuk saat ini. Hanya saat kita berdua saja."
"Silahkan duduk dulu. Maaf aku gak persilahkan kamu duduk abisnya keasyikan ngobrol"
"Terima kasih yah," ucap Banyu sembari menarik kursi untuk duduk.
"Terima kasih untuk...?" seketika Gemintang tidak mengerti
"Kamu kan yang lolosin aku kan," tebak Banyu.
"Kok kamu bisa yakin"
"Iyalah, awalnya aku heran aja bisa lolos. Karena kandidat lain emang berpotensi lebih besar lolosnya dibandingkan aku yang hanya lulusan perguruan swasta dan udah tua dibandingkan mereka. Tapi melihat kamu saat ini. Aku yakin aku punya jalur khusus"
"Jalur khusus?" tatap Gemintang tidak mengerti.
"Iya jalur orang dalem"
"Hahahaha kakak bisa aja sih. Kalau gitu kakak harus traktir aku yah anggap sebagai balas budi ke aku"
"Iya kalau aku udah dapet gaji pertama yah"
"Siap aku tunggu."
"Senyuman kamu dari dulu selalu indah Gem," perkataan Banyu seketika membuat pipi chubby Gemintang bersemu merah.
"K-k-k...kakak bisa aja sih," gagap Gemintang.
"Kamu udah menikah?" interogasi Banyu melihat satu cincin tersemat di jari manis Gemintang.
"Be-belum Kak. Baru tunangan," ucap Gemintang terbata-bata karena kaget atas tebakan Banyu sembari mengelus pelan cincin yang tersemat di jarinya.
"Oh ya, syukur deh. Semoga langgeng sampe nikah" entah karena apa, Banyu merasa ada desiran aneh dalam hatinya mendengar status Gemintang sekarang.
"Kakak kenal Novan kan... Novan Narendra. Dia tunangan aku"
"Iya aku seangkatan ama dia. Tapi beda kelas. Yang gemuk itu dan berkacamata bener?"
"Hahahaha…iya kak bener" seolah tidak mau membantah perkataan Banyu bahwa keadaan Novan sekarang berbeda dengan yang dulu. Tapi Gemintang rasa bukan hal yang perlu dijelaskan.
"Kalau kakak?" Gemintang balik bertanya.
"Belum sih. Gak ada yang mau sama aku"
"Kakak bercanda kan. Siswa berprestasi dan idola semua cewek di SMU 6 Jakarta. Gak ada yang mau, are u kidding me?” balas Gemintang tidak percaya.
"Ya gitu deh." balas Banyu kikuk sembari memegang tengkuknya yang tidak pegal.
"Terus, kamu panggil aku kesini karena apa?" tanya Banyu lagi.
"Gak sih, aku cuman mastiin aja bahwa itu bener kamu. Takutnya salah orang"
"Oh gitu. Terus apa masih ada lagi yang perlu diomongin. Apa aku udah bisa balik ke ruangan aku?"
"Oh iya, silahkan. Selamat bekerja Pak Banyu semoga betah di kantor ini," ucap Gemintang formal
"Terima kasih Bu Gemintang. See u next time"
"Okey"
Setelah Banyu meninggalkan ruangannya Gemintang baru bisa bernapas lega, seakan-akan ada perasaan yang mengganjal di dadanya.
Banyu...Banyu Sadewa, batin Gemintang kemudian menggelengkan kepala untuk mengembalikan kesadarannya. Dia kembali berkutat dengan banyaknya berkas yang harus ditandatangani hingga tidak terasa waktu menunjukkan jam makan siang.
Dret... dret... dret...
"Halo"
"Halo beb, aku jemput kamu yah. Udah di jalan ini" ucap Novan dari seberang telepon tunangan Gemintang.
"Iya, aku tunggu di lobi yah,"
Setelah merapikan berkas, kemudian bercermin dan merapikan dandanannya Gemintang meninggalkan ruangannya.
"Bu Fina, belum makan siang?" tanya Gemintang yang berhenti sesaat di meja Fina sekretarisnya.
"Bentar Mba, setelah mba-nya keluar."
"Oh iya, ya udah aku keluar makan siang dulu"
"Baik mba" ucap Fina sopan.
Setelah memasuki lift yang diisi beberapa karyawan perempuan yang awalnya merasa sungkan untuk masuk berbarengan dengan ibu direkturnya. Tapi karena sikap Gemintang yang selalu ramah akan setiap karyawannya dan menganggap mereka adalah partner kerja bukan sebagai bawahan. Hal itu bukan menjadi masalah penting baginya. Tiba di lantai bawah, didahului tiga orang karyawan perempuan berbisik lirih tapi masih bisa kedengaran oleh telinga Gemintang.
"Eits...eitss. kamu udah kenalan belom ama karyawan baru"
"Iya, cakep banget yah"
"Iya cakepnya jalur undangan"
"Bener banget. Namanya siapa Ba"
"Banyu Sadewa. Lo perhatiin deh namanya aja ada Dewa-dewanya. Emang beneran dia Dewa yang turun dari langit"
"Iya, aduh. Apakah dia jodoh yang ditakdirkan untukku"
"Sialan, ngaca lo. Punya gue itu"
"Iya kenapa juga ada cowok sesempurna itu sih. Bikin gue gak fokus kerja kan kalau gini"
"Ehm…itu sih akal-akalan lo"
Gemintang tetap berjalan di belakang ketiga karyawannya, namun fokus Gemintang hanya mendengarkan pembicaraan ketiga karyawannya ini.
"Hmm..." Gemintang menginterupsi pembicaraan mereka
"Eh maaf bu. Silahkan bu duluan, kami mau belok ke kantin"
"Iya, terima kasih," balas Gemintang mencoba tersenyum ramah walaupun dalam hatinya ada rasa cemburu mendengar sebegitu excited-nya mereka membahas Banyu.
Sesampainya di depan lobi, sudah menunggu mobil Novan. Novan Narendra, tunangan Gemintang berusia 27 tahun, tinggi 170 cm, berkacamata. Badan atletisnya didapatkan karena berolahraga rutin sejak lulus SMU yang dulu terkenal gendut. Mengejar cinta Gemintang, hingga berkuliah di kampus yang sama di luar negeri dan menunggu hingga lulus magister bersamaan dengan Gemintang.
Hubungan mereka terjalin karena kedua orangtua adalah relasi bisnis. Apalagi Novan sangat bahagia karena bisa bersanding dengan cinta pertamanya. Berbeda dengan Gemintang yang bersedia atas permintaan orangtuanya. Apalagi Papinya mengidap penyakit jantung sehingga dia tidak mungkin menolak perjodohan ini, sedangkan dia adalah anak pertama sebagai harapan Papinya. Adiknya yang juga perempuan menyelesaikan kuliahnya dan memilih untuk menjadi YouTuber dibandingkan meneruskan perusahaan.
***
Gemintang dan Novan akhirnya tiba di sebuah restoran. Restoran yang mereka kunjungi tidak jauh dari kantor untuk menghindari kemacetan jika ingin balik ke kantor lagi.
"Beb, duduk disini aja," tunjuk Novan di sebuah meja yang terletak di tengah restoran.
"Iya"
"Kamu pesen apa?" tanya Novan setelah melihat menu yang berada di atas meja.
"Yang ada apa" tanya Gemintang setengah ketus.
"Banyak beb"
"Yah udah. Aku teh aja."
"Beb, kamu harus makan. Teh itu gak mengenyangkan"
"Udah makanya kamu aja yang pesen. Aku makan semuanya kok"
"Iya... iya" ucap Novan mengangguk mengerti. Dia kemudian memanggil pelayan. Memesan steak, dengan teh hangat dan jus jeruk.
Sepanjang makan siang, Novan merasa tubuh Gemintang di depannya sedangkan pikirannya melayang entah kemana.
"Kamu ada masalah di kantor," ucap Novan seolah menginterupsi khayalan Gemintang
"Nggg…nggak kok. Emang kenapa?"
"Iya aku liatnya kamu kayak mikirin sesuatu"
"Biasa aja sih"
"Iya syukur deh. Kamu tau kan, aku selalu ada buat kamu. Kapan aja kamu pengen cerita aku siap kok."
"Hmm..." jawab Gemintang malas.
Kebiasaan Novan yang selalu menuruti setiap keinginan Gemintang, bersikap manis. Tapi tidak membuat Gemintang terketuk pintu hatinya. Berjalan berdampingan dan menggenggam lembut tangan Gemintang hal yang paling sering dilakukan oleh Novan. Sedangkan Gemintang tidak mempermasalahkan hal ini.
"Selamat bekerja yah Beb," pesan Novan saat keduanya berada di depan lobi kantor Gemintang..
"Iya kamu juga"
"Pulang kantor aku jemput yah"
"Iya, telepon aku dulu. Takutnya aku pulang telat"
"Gak masalah kok Beb. Aku tungguin"
"Ya udah. Aku turun duluan," ucap Gemintang Novan ingin memberikan ciuman pipi, tapi Gemintang keburu turun dari mobil dan berlalu pergi. Sesuatu yang malahan biasa bagi Novan. Belum sempat melajukan kendaraannya, Novan melihat sosok pria yang berjalan dibelakang Gemintang sesaat Gemintang memasuki lobi kantor.
Banyu... Banyu Sadewa, batin Novan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
#Aku yang terluka, Dia yang memberi luka, Kamu yang mengobati lukaku#