Bab 12. Siapa Kamu Sebenarnya?

1022 Kata
Ryan seketika bergeming tidak tau harus menjawab apa atas pertanyaan yang baru saja di lontarkan oleh Isabella. Pria itu memutar bola matanya ke kiri dan ke kanan seraya berfikir. Sementara Bella, kedua matanya kian tajam menatap wajah tampan seorang Ryan. Otaknya mulai dipenuhi berbagai kecurigaan. Apa mungkin pria itu penjahat yang sedang menyamar? Atau, ketua gangster dan semacamnya? Batin Isabella mulai menerka-nerka. "Kenapa kamu diem aja, Ryan? Kamu beneran ketua gangster? Atau, kamu penjahat yang lagi diburu sama polisi? Luka itu kamu dapat dari petugas yang mengejar kamu, begitu?" tanya Bella. "Hah? Eu ... bu-bukan, Nyonya. Saya bukan ketua gangster apalagi penjahat, enak aja. Apa tampang saya kelihatan seperti seorang penjahat?" jawab Ryan tersenyum lebar. "Emangnya ada penjahat setampan saya?" Bella tersenyum miring. "Ish! Aku baru tau kamu bisa bercanda juga ternyata." "Saya tak lagi bercanda, Nyonya. Beneran deh, saya bukan penjahat. Apa lagi ketua gangster kayak di film-film itu." "Terus, sebenarnya kamu ini siapa?" "Saya?" Ryan terdiam sejenak seraya tersenyum cengengesan. "Hmm! Saya hanya seorang musafir yang sedang berkelana mencari cinta sejati." "Musafir? Hahahaha! Jangan bercanda, Ryan. Aku serius tau." "Ya, saya juga serius, Nyonya." ''Maafkan saya, Nyonya Bella. Saya tak bisa kasih tau Anda siapa saya sebenarnya. Belum saatnya kamu tau siapa saya,'' batin Ryan menatap lekat wajah cantik seorang Isabella. "Akh, sudahlah! Aku sama sekali gak percaya sama kamu, Ryan, tapi aku tetep yakin kalau kamu ini bukan orang sembarangan," sahut Bella. "Buktinya, kamu punya temen yang punya villa mewah kayak gini. Bisa jadi villa ini sebenarnya punya kamu. Iya, 'kan?" "Sepertinya perbannya harus diganti, Nyonya," ujar Ryan sengaja mengalihkan pembicaraan. "Tadi katanya Anda mau bantuin saya ngeganti perban ini, jadi nggak?" "Bener juga, kalau gak diganti aku takut luka kamu infeksi nanti." "Nah, bener. Anda tunggu di sini sebentar, saya ambilkan kotak P3K dulu." Bella menganggukkan kepala dengan wajah datar. *** 30 menit kemudian, Bella baru saja selesai mengganti perban di tubuh Ryan. Pria itu nampak bergeming, duduk bertelanjang d**a dengan ekspresi wajah datar seperti biasa. Bella menatap tubuh kekar Ryan, beberapa luka yang telah mengering terlihat di beberapa bagian tubuhnya. Wanita itu menyentuh bekas luka tersebut dengan kening yang dikerutkan. "Tubuh kamu banyak bekas luka-nya, Ryan," ucapnya lemah seraya menyisir permukaan kulit Ryan di mana bekas sayatan memanjang terpampang jelas. "Waw! Ternyata dingin juga telanjang d**a kayak gini," ujar Ryan, tanpa menjawab pertanyaan sang majikan. "Saya ganti baju dulu, Nyonya. Kalau Anda mau jalan-jalan keluar, nanti saya nyusul, matahari udah mau terbenam. Sunset di sini indah banget lho." Ryan yang semula duduk di kursi kini mulai berdiri, hal yang sama pun dilakukan oleh Isabella. Wanita itu tiba-tiba saja memeluk tubuh Ryan dari arah belakang. Tidak ada yang tahu betapa kehidupan seorang Isabella begitu kesepian selama ini. "Apa yang Anda lakukan, Nyonya?" tanya Ryan seketika memejamkan kedua matanya. "Tunggu sebentar aja, Ryan. Izinkan aku bersandar di tubuh kamu, sebentar aja," pinta Bella, menyadarkan kepalanya di punggung lebar sang bodyguard. Ryan seketika bergeming. Beberapa menit kemudian, pria itu pun memutar badan seraya melepaskan lingkaran tangan sang majikan. "Jangan seperti ini, Nyonya. Saya mohon," lemah Ryan, menatap lekat wajah Isabella. "Saya tak akan bisa mengobati rasa kesepian Anda, Nyonya. Maafkan saya." Isabella tersenyum ringan seraya menghela napas panjang. "Iya, aku tau, Ryan. Kamu itu boti, mana bisa ngobatin rasa kesepian aku. Hmm! Tapi kondisi kamu yang kayak gitu lumayan menguntungkan aku juga sih, aku tak perlu takut deket-deket sama kamu. Bahkan kalau aku telanjang di depan kamu sekalipun, kamu gak bakalan tergoda, 'kan?" "Gak kayak gitu juga kali, Nyonya. Astaga!" decak Ryan seketika tersenyum cengengesan. "Akh, sudahlah! Saya mandi dulu, Anda tunggu saya di luar, oke?" Bella menganggukkan kepala lalu berjalan ke arah pintu dan keluar dari dalam villa. Sementara Ryan mengambil arah yang berbeda dengan wanita itu. Ia berjalan lalu masuk ke kamar pribadinya yang berada di lantai satu. Ryan duduk termenung di tepi ranjang seraya melayangkan tatapan kosong hingga ponsel canggih miliknya tiba-tiba saja bergetar. Pria itu pun merogoh saku celana yang ia kenakan lalu mengangkat sambungan telpon. "Halo," sapa-nya dingin seraya meletakan ponsel canggih itu di telinganya. "Halo, Tuan Bos," samar-samar terdengar suara seorang laki-laki di dalam sambungan telpon. *** Sementara itu, Isabella yang tengah menikmati indahnya pemandangan sunset di halaman villa nampak melayangkan tatapan kosong. Kedua matanya seolah menatap langit kemerahan yang terlihat di ujung lautan di mana matahari seperti hendak tenggelam ke dasar samudra, tapi sebenarnya wanita itu hanya melayangkan tatapan hampa. Otaknya pun seakan melayang memikirkan apa yang akan terjadi dengan kehidupannya di depan. Bella seketika merogoh saku dress yang ia kenakan lalu meraih ponsel canggihnya yang sempat ia off-kan. Wanita itu menekan tombol on, ponsel canggih keluaran merk ternama itu seketika menyala. Tidak lama kemudian, beberapa pesan mendarat di ponselnya juga notifikasi panggilan tidak terjawab masuk ke dalam ponselnya. "Astaga, baru gak diaktifin beberapa jam aja udah rame gini," decak Bella, tatapan matanya tertuju kepada pesan yang baru saja masuk. Sisil manager Isabella mengirimkan pesan yang lumayan panjang. "Kamu ke mana aja, Isabella? Kenapa hp kamu gak aktif? Apa kamu lupa kalau malam ini kita ada acara live di salah satu stasiun tv? Acaranya jam delapan malam, Isabella. Aku gak mau tau, setelah kamu baca pesan ini, kamu hubungi aku secepatnya. Oke?" Seperti itulah isi pesan yang dikirimkan oleh Sisil. Bella seketika mengusap wajahnya kasar. "Sial, kenapa aku bisa lupa kalau malam ini ada syuting penting. Astaga!" decak Bella hendak menghubungi managernya saat itu juga. Akan tetapi, belum sempat ia menekan tombol dial, ponsel canggih itu sudah terlebih dahulu berdering. Nama sang manager terpampang nyata di layar ponsel. Bella segera mengangkat sambungan telpon saat itu juga. "Halo, Sisil," sapa Bella, meletakan benda pipih itu di telinganya. "Kamu di mana, Isabella?" teriak Sisil membuat Bella sontak menjauhkan ponsel itu dari telinga. "Biasa aja dong, Sil. Gak perlu teriak-teriak kayak gitu kali." "Apa kamu tau dunia maya lagi dihebohkan sama pemberitaan tentang kamu, hah?" Bella seketika mengerutkan kening. "Apa kamu tau wartawan lagi nyariin kamu? Apa jangan-jangan kamu udah tau hal ini, itu sebabnya kamu hilang bak di telan bumi?" "Tunggu, sumpah demi apapun aku gak paham maksud kamu, Sisil. Coba jelaskan pelan-pelan, oke?" "Ada orang yang ngeliat kamu keluar dari hotel, kamu selingkuh?" Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN