IMYM 3

1254 Kata
Jam makan siang pun telah tiba, saatnya Gressa dan teman yang lainnya menyantap makan siang mereka masing-masing. Namun, entah mengapa sedari tadi perasaan Gressa tidak enak ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.  “Gressa, kamu kenapa?” tanya salah satu teman kerjanya.  Gerssa terperanjat kaget saat suara itu menyapu indera pendengarannya.  “Aku nggak pa-pa kok,” jawabnya dengan senyum yang mengembang di bibirnya yang mungil. Wajahnya kembali terang, meskipun di dalam hatinya masih ada keindahan yang luar biasa menyelimuti hatinya.  Gressa kembali memasukkan kembali makanannya ke dalam mulut. Di dalam hatinya masih ada sesuatu hal yang mengganjar. Namun, dia mencoba untuk tetap fokus bekerja.  *** Sore hari pun telah tiba, tidak terasa dalam waktu satu hari penuh Gressa lalui dengan perasaan hati gelisah.  “Gressa.” Sang pemilik nama pun terkejut dan langsung menoleh ke arah sumber suara.  “Ya Allah, Agam. Kamu bikin aku kaget,” protes Gressa sembari menghela napasnya pelan.  “Maaf,” ucap Agam di wajahnya terores rasa sesal yang mendalam.  Gressa hanya mengangguk pelan lalu kembali melanjutkan langkahnya untuk pulang. Wajahnya pun masih terselimuti dengan  kekhawatiran membuat Agam yang berada tepat di samping Gressa menatap gadis itu bingung. “Ada masalah di pekerjaan kamu?” tanya Agam mencoba memecah keheningan yang terjadi beberapa menit yang lalu.  Gressa mendongakkan wajahnya, lalu menggeleng pelan dengan senyum tipis yang menghiasi wajahnya.  “Aku nggak pa-pa kok,” ucapnya lalu kembali pada raut wajah yang sama. “Kita berteman sudah lama, Gressa. Apa kamu masih mau membohongi aku?” Agam berjalan mendahului mencoba untuk menghentikan langkah Gressa. “Agam, aku sedang tidak ingin bercanda!” ucap Gressa tegas menatap Agam tajam.  “Aku juga sedang tidak ingin bercanda, Gressa! Aku bertanya serius sama kamu. Sebenarnya ada apa? Apa yang membuatmu murung seperti ini?” Langkah Agam terhenti dan itu membuat langkah Gressa juga terhenti. Keduanya saling berdiri berhadapan. Agam mulai memegang kedua tangan Gressa mencoba untuk merayu gadis itu agar mau meluapkan segala beban yang ada di dalam diri Gressa.  Agam tahu betul bagaimana gadis di depannya itu, pastilah jika Gressa diam pasti ada sesuatu yang disembunyikan.  “Aku selalu siap menjadi tempatmu menuangkan segala keluh dan kesah. Ceritalah, aku akan mendengarkan,” ucap Agam lembut.  Gressa menghela napasnya pelan, “Aku tidak tahu. Jujur, aku sangat resah sekarang.” “Papa baik-baik aja ‘kan?” tanya Agam.  Gressa langsung mendongak dengan wajah yang serius.  “Papa!” pekiknya lalu Gressa berlari sekuat tenaga agar cepat sampai di rumahnya.  Karena beban yang dipikul Gressa seorang diri, membuat gadis itu terkadang mengalami kecemasan yang luar biasa. Bukan karena trauma. Tapi karena sedang memikirkan kondisi Estu yang tidak ada perubahan. Agam pun langsung mengejar Gressa. Bukan hanya gadis itu yang khawatir dengan keadaan Estu, Agam pun sama khawatirnya bagaikan Estu itu adalah papa kandungnya sendiri. Mengingat mereka sudah bersama sedari kecil, membuat Agam bisa merasakan sedikit rasa kasih sayang seorang papa. begitu pun dengan Gressa, sejak kecil sudah ditinggalkan mamanya dan Kokom sebagai penggantinya.  Dua orang yang terlahir dari rahim berbeda, bersatu menjadi sesuatu yang luar biasa. Gressa dan Agam adalah dua remaja dewasa yang memiliki riwayat masalah yang sama. Sama-sama ditinggalkan salah satu orang tua mereka sejak mereka kecil.  Persahabatan yang mereka jalin sejak kecil terkadang membuat keduanya memiliki ikatan batin yang kuat.  *** “IBU, PAPA ADA DI MANA!” Gressa masuk ke dalam rumah Agam dengan perasaan yang berkecamuk. Kokom yang masih berada di dapur pun terkejut dengan suara teriakan itu.  “Gressa, kamu kenapa nak?” Kokom langsung menghampiri Gressa dan langsung memeluk gadis malang itu dengan erat dan tidak berselang lama, Agam pun datang.  “Agam, kamu apakan Gressa?!” tanya Kokom sembari menatap putranya tajam.  “Agam nggak berbuat aneh kok, Bu.” Agam berucap dengan menunjukkan wajahnya yang serius.  “Gressa sayang, nak ada apa?” Kokom mengurai pelukannya lalu menatap Gressa dengan penuh kasih sayang.  “Papa nggak ada di kamarnya, Bu,” jelas Gressa dengan suara yang serak, nyaris tidak jelas.  Kokom dan Agam saling melemparkan tatapan. Lalu Kokom menghela napasnya pelan.  “Papa kamu masuk rumah sakit, Nak. dibawa sama Pak RT jam makan siang tadi,” jelas Kokom dengan perasaan yang berat.  “Astagfirullah.” Tubuh Gressa luruh ke lantai bersama dengan derai air mata yang membasahi kedua pipinya.  “Kenapa nggak ada yang ngasih tau Gressa?” tanyanya.  Kokom pun ikut duduk di samping Gressa lalu disusul oleh Agam. Ke dura orang baik itu sedang berusaha menenangkan perasaan Gressa yang sedang hancur.  “BUkan Ibu tidak mau memberi tahu kamu, tapi Ibu dan Pak RT sudah mempertimbangkan keputusan itu. Kamu masih bekerja dan tidka mungkin kamu meninggalkan pekerjaan kamu itu. Nanti gaji kamu bulan ini dipotong bagaimana?” Kokom menghentikan ucapannya sejenak. Tangannya terulur untuk mengusap air mata yang masih setia luruh di ke dua mata Gressa.  “Kamu tenang aja, biaya rumah sakit sudah Ibu tanggung. Sekarang kamu siap-siap ya, kita langsung ke rumah sakit menjenguk papa kamu.” Gressa langsung bergegas beranjak dari duduknya lalu menghapus air matanya.  “Ayo Bu!” ucap Gressa dengan penuh semangat.  “Kamu nggak makan dulu?” tanya Agam. Gressa menatap dan menggeleng kepada Agam secara bersamaan, “Aku nggak laper, aku ingin ketemu sama Papa sekarang juga,” jawab Gressa tegas.  “Ya sudah kalau itu mau kamu. Ayo kita berangkat.” Gressa dan Agam mengangguk bersamaan.  *** Di sepanjang jalan yang dilalui Gressa untuk menuju rumah sakit, sepanjang itu pula perasaannya tidak menentu. Perasaan khawatir sangat menyelimuti dirinya. Mengingat kondisi papanya yang sedang tidak baik-baik saja.  Sesampainya di lobby rumah sakit, Gressa langsung menghampiri resepsionis rumah sakit lalu menanyakan di mana ruangan papanya berada.  “Gressa, pelan-pelan nak,” ucap Kokom mencoba mengendalikan caraq jalan Gressa yang sangat tergesa-gesa.  “Nggak bisa Bu, aku harus cepat ketemu sama Papa,” ucapnya lalu Gressa kembali melanjutkan jalannya menuju ruangan Estu berada.  Kokom dan Agam hanya bisa saling memandang. Keduanya sudah tidak heran lagi dengan sifat keras kepala yang dimiliki Gressa. Gadis dengan sejuta ketangguhan.  Gressa berdiri diam di depan kamar rawat Estu. Air matanya kembali berlinang saat melihat lelaki paruh baya, orang tua satu-satunya yang dia miliki sedang terbaring lemas di atas brankar rumah sakit dengan selang infus di tangan kanan dan selang oksigen yang terpasang di hidungnya.  Perlahan Gressa berjalan mendekat kearah Estu berada. Sungguh, hatinya kembali berdenyut nyeri saat melihat wajah yang senantiasa tersenyum kepadanya kini terlihat pucat pasih menahan kesakitan hati yang luar biasa.  Gressa duduk di samping Estu, tangannya menggenggam tangan Estu yang tidak terdapat selang infus. Gadis itu mencium punggung tangan sang papa cukup lama.  Tangan yang dulunya selalu bekerja untuknya, tangan yang selalu menggendongnya di saat terluka dan menangis, kini sudah terlihat kerutan di permukaan kulitnya.  “Maafkan Gressa yang belum bisa menjaga Papa sepenuhnya,” gumanya pelan. Diusapnya wajah sang papa dengan penuh kasih sayang.  “Gressa mau Papa cepat sembuh, Gressa mau Papa cepat pulih seperti dulu lagi. Gressa kangen di saat-saat kita berdua dulu. Papa ingat nggak, kali kita ituudah lama nggak jalan-jalan keliling taman loh. Gressa kangen diajakin Papa ke sana, meskipun kita Cuma bawa bekal nasi bungkus sat uterus dibagi berdua.” Gressa terkekeh pelan saat mengingat masa-masa indahnya dahulu bersama dengan Estu.  “Gressa sangat sayang sama Papa. Gressa nggak mau Papa pergi.” Lalu gadis itu mengecup kening Estu cukup lama.  Tanpa Gressa sadar, ada dua pasang mata yang menatap tindakan gadis itu dengan penuh rasa haru. Siapa lagi jika bukan Kokom dan Agam. Ke dua orang baik itu menangis haru melihat betapa sayang dan cintanya Gressa kepada Estu. 

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN