Bab 11. Gaya Kodok Nungging

1083 Kata
Tiara memejamkan ke dua matanya sejenak. Jantungnya benar-benar berpacu kencang sulit untuk dikendalikan. Bagaimana tidak? Bagus Anggara suaminya sedang berpakaian di belakang sana. Apa dia sengaja melakukan hal itu karena dirinya menolak untuk melayaninya di atas ranjang? Apa Bagus sengaja ingin menunjukkan betapa kekarnya tubuh yang dia miliki, di mana perut kotak-kotaknya sempat Tiara lihat meskipun hanya sekejap? Jika sebelumnya, Bagus yang di buat ketar-ketir karena melihat kemolekan tubuh istrinya hingga membuatnya hampir saja hilang kendali, yang terjadi kini adalah sebaliknya. Tiara menelan ludahnya kasar, sekujur tubuhnya pun di buat merinding karena kelakuan suaminya ini. "Biasa aja kali. Saya ini 'kan suamimu, jadi sah-sah saja dong kalau saya berpakaian di depan kamu," decak Bagus seraya memakai satu-persatu pakaian miliknya. "Jangan mancing-mancing keributan ya, Mas. Masih pagi lho, kita baru aja bertengkar," sahut Tiara merasa kesal. "Dih! Siapa lagi yang mancing keributan, mendingan saya mancing ikan dari pada mancing keributan," celetuk Bagus, telapak tangannya mulai bergerak saling menautkan kancing kemeja berwarna putih yang baru saja dia kenakan. "Cepat cuci muka kamu, Tiara. Apa kamu gak dengar apa yang Ibu katakan barusan? Beliau menunggu kita di ruang makan." Diam-diam Bagus mendengar apa yang baru saja dibicarakan oleh ibu dan istrinya dari A sampai Z tidak ada yang dia lewatkan sedikit pun. Ada rasa bersalah yang terselip di dalam lubuk hatinya yang paling dalam, apa sikapnya terhadap Tiara sudah sangat keterlaluan? Bagus menghela napas kasar. Tiara hendak menoleh dengan perasaan ragu, dan Bagus menyadari hal itu karena dia dapat melihat tubuh istrinya dari pantulan cermin yang berada tepat dihadapannya. "Saya sudah selesai berpakaian, turunlah dan basuh mukamu," pinta Bagus nada suaranya tidak seketus biasanya. Tubuh Tiara mulai bergerak turun dari atas ranjang tanpa sepatah katapun. Wajah datarnya bahkan tidak menoleh sedikit pun ke arah suaminya. Wanita itu berjalan kearah kamar mandi lalu hendak membuka pintunya kemudian. "Maaf atas sikap kasar saya tadi, Tiara. Saya tidak bermaksud untuk melakukan hal itu," lirih Bagus membuat Tiara sontak menghentikan gerakan tangannya. Wanita itu seketika menoleh dan menatap tajam wajah suaminya. "Kalau kamu berani melakukan hal itu lagi, akan aku adukan perbuatan kamu ini kepada si Dona, Mas," ancam Tiara lalu melanjutkan gerakan tangannya. Dia membuka pintu kamar mandi lalu masuk ke dalam sana. Bagus menggaruk kepalanya yang tiba-tiba saja terasa gatal. "Aduh! Bisa gawat kalau dia benar-benar mengadukan hal ini sama si Dona," gumam Bagus seraya menghela napas kesal. *** 20 menit kemudian, Tiara dan Bagus keluar dari dalam kamar secara bersamaan. Mereka berdua berjalan menuju ruang makan di mana Laila sang ibu sedang menunggu keduanya sendirian. Nasi goreng berikut telur dadar pun nampak sudah tersaji di atas meja. Semua itu disiapkan oleh mertua Tiara dengan senang hati dan perasaan ikhlas. Tiara tentu saja merasa tidak enak karenanya. "Maafkan aku, Bu. Seharusnya aku yang menyiapkan sarapan buat Ibu," ucap Tiara seraya menarik kursi meja makan. "Ibu 'kan tamu di sini, malah Ibu yang menyiapkan sarapan buat kami." "Iya, Bu. Seharusnya Ibu gak usah repot-repot kayak gini. Biar Tiara saja yang memasakan makanan buat Ibu," imbuh Bagus duduk di kursi yang berbeda dengan istrinya. "Ibu harus nyobain makanan yang dimasak oleh istri saya ini. Rasanya luar biasa enak, Ibu pasti kaget." Wajah Tiara seketika merah merona, tersipu malu. Ini adalah pujian pertama yang dia terima dari suaminya sendiri. Apakah Bagus tulus mengatakan hal itu, atau dia hanya sedang mencari muka di depan Laila? Sedangkan Laila seketika tersenyum kecil. "O ya? Ibu jadi penasaran, seenak apa makanan yang dimasak sama istri kamu ini sampai-sampai kamu memuji masakannya Tiara?" sahut Laila mulai mengisi piring kosong miliknya sendiri. "Pokoknya enak banget, saya gak nyangka kalau wanita yang tumbuh dan besar di keluarga kaya raya seperti Tiara bisa memasak makanan selezat itu," sahut Bagus, mulai menyuapkan nasi goreng ke dalam mulutnya sendiri. "Cukup, Mas. Kamu tuh terlalu memuji aku lho, kalau aku nanti jadi besar kepala karena pujian kamu, gimana?" tanya Tiara mencoba untuk mengendalikan perasaanya. Pujian suaminya benar-benar membuat perasaanya melayang ke awang-awang. "Kamu seharusnya bersyukur, karena punya istri seperti Tiara, Gus," ujar sang ibu menatap wajah putranya dengan tatapan mata sinis. "Iya, Bu. Iya, saya bersyukur ko punya istri seperti Tiara," decak Bagus melirik wajah istrinya sekilas. "Udah cantik, kaya, pandai mengurus rumah, pandai memasak pula. Puas?" "Ibu belum puas sebelum kalian memberikan Ibu cucu," celetuk Laila membuat Tiara seketika tersedak. "Uhuk!" Tiara terbatuk seraya menutup mulutnya sendiri. "Astaga, Tiara! Makannya pelan-pelan dong," sahut Bagus sontak menoleh dan menatap wajah istrinya. "Kasih dia minum, Gus. Kasihan, Tiara, dasar suami gak peka, istrinya kesedak malah diam aja," decak Laila sinis. Bagus segera mengisi gelas kosong dengan air putih lalu memberikannya kepada Tiara. "Minum dulu, Tiara. Makannya kalau makan itu di kunyah dulu, jangan langsung telan bulat. Jadi keselek, 'kan?" Tiara menerima gelas berisi air putih yang diberikan oleh suaminya lalu meneguknya secara perlahan. "Apa kamu terkejut karena Ibu meminta cucu sama kalian?" tanya Laila menatap sayu wajah menantunya. "Nggak ko, Bu. Aku tidak terkejut sama sekali. Benar kata Mas Bagus, aku menelan makanan tanpa di kunyah dulu, jadinya keselek deh," elak Tiara meletakan gelas kosong di atas meja. ''Bagaimana kami bisa memberikan Ibu cucu, jika berhubungan badan saja tidak pernah?'' batin Tiara. "Ibu gimana sih? Kita baru nikah beberapa hari, masa udah dimintai cucu?" decak Bagus meraih gelas berisi air lalu meminumnya kemudian. "Ya, Ibu gak minta kalian memberikan cucu dalam waktu dekat ini. Semuanya butuh proses," sahut Laila menatap wajah putra serta menantunya secara bergantian. "Apa perlu Ibu beri tahu kepada kalian gaya bercinta yang akan membuat Tiara cepat hamil?" "Uhuk!" kali ini Bagus yang terbatuk setelah mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh Laila. Laki-laki itu menepuk dadanya secara berkali-kali yang tiba-tiba saja terasa sesak. Sedangkan Tiara segera mengisi gelas kosong milik suaminya dengan air putih. "Minum dulu, Mas," pinta Tiara seraya mendekatkan gelas tersebut. "Makannya kalau makan itu di kunyah dulu, jangan di telan bulat kayak gini. Jadi keselek, 'kan?" decak Tiara, lagi-lagi dia mengatakan hal yang sama persis dengan apa yang baru saja diucapkan oleh suaminya. Bagus segera meneguk gelas berisi air yang diberikan oleh istrinya. "Apa hobi kamu menyontek ucapan orang? Kamu selalu saja membalikan apa yang saya katakan," decak Bagus merasa kesal. "Coba kalian pake gaya kodok nungging. Setelah kalian bercinta, angkat kedua kaki Tiara di tembok biar benih yang baru masuk tidak keluar lagi," celetuk Laila sengaja memprovokasi mereka berdua. "Ibu!" sahut Bagus dan Tiara secara bersamaan terlihat salah tingkah. "Kenapa kalian terkejut kayak itu?" tanya Laila lagi-lagi menatap wajah Bagus dan istrinya secara bergantian. "Jangan bilang kalau kalian belum pernah melakukan hubungan suami istri?" Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN