Bab 14. Polos tanpa Sehelai Benangpun

1102 Kata
Bagus menelan ludahnya kasar. Dia menatap tubuh istrinya yang saat ini di tutup menggunakan selimut tebal. Tiara masih dalam posisi yang sama seperti saat dia tinggalkan sebelumnya. Pikiran Bagus kembali melayang membayangkan tubuh polos istrinya. "Jangan-jangan dia masih belum berpakaian lagi," gumam Bagus tubuhnya kembali terasa panas dingin. Bagus Anggara berjalan menghampiri ranjang, dia ingin memastikan bahwa istrinya ini sudah berpakaian atau belum. Bagus berdiri tepat di tepi ranjang di mana istrinya sedang berbaring. Namun, laki-laki itu seketika terperanjat ketika tubuh Tiara tiba-tiba menggeliat hingga membuat selimut yang menutup bagian bawah tubuhnya sedikit tersingkap. "Astaga!" decak Bagus menatap kaki mulus Tiara. Tidak hanya itu saja, selimut yang menutupi bagian atas tubuh Tiara pun sedikit terbuka hingga memperlihatkan belahan berbentuk hati yang terlihat indah dan sedap di pandang. Bagus sontak memundurkan langkah kakinya dengan tubuh yang gemetar. Bagaimana dia bisa menahan hasratnya ketika di suguhkan dengan kemolekan tubuh Tiara yang kini berada di depan mata? Ponsel miliknya yang masih dia genggam seketika bergetar. Bagus Anggara mengusap wajahnya kasar dengan jantung yang berdetak kencang sebelum akhirnya mengangkat sambungan telpon. "Halo," sapa Bagus meletakan ponsel miliknya di telinga. "Halo, Gus. Ini Ibu," samar-samar terdengar suara sang ibu di dalam sambungan telpon. "Iya, Bu. Ibu di mana?" tanya Bagus berjalan ke arah pintu lalu keluar dari dalam kamar. "Maaf karena Ibu tidak sempat berpamitan sama kamu, Ibu sudah pulang naik taksi tadi," jawab Laila. "Astaga, Ibu! Kenapa Ibu tak bilang sama saya kalau Ibu mau pulang? Saya 'kan bisa mengantarkan Ibu," tanya Bagus sedikit merasa kesal. "Ibu tak mau merepotkan kamu, Gus. Kamu 'kan lagi kerja. Ibu hanya mau berpesan sama kamu. Tolong jaga istrimu dengan baik, jangan kamu sakiti dia. Ingat, kalau kamu menyakiti Tiara, sama saja dengan kamu menyakiti hati Ibu, paham?" Ibu berpesan panjang lebar. "Iya, Bu. Ibu tak usah khawatir," jawab Bagus datar. "Ya sudah, kamu istirahat. Kalau kamu lapar, Ibu sudah memasakan makan malam untuk kalian." Ucapan terakhir ibu sebelum menyudahi sambungan telpon. Bagus menurunkan ponsel canggih miliknya. Laki-laki itu duduk di kursi ruang santai, ada rasa lega yang terselip di lubuk hatinya yang paling dalam karena Laila sang ibu sudah pulang. Itu artinya, dia dan Tiara bisa menepati kamar yang berbeda lagi mulai malam ini. "Akhirnya saya bisa terbebas dari tekanan batin yang begitu menyiksa ini, huaaa! Rasanya lega sekali," gumam Bagus seraya merentangkan ke dua tangannya lebar-lebar. Pintu utama seketika di ketuk kasar. Bagus yang baru saja bernapas lega seketika di buat terkejut karenanya. Laki-laki itu mendengus kesal lalu kembali berdiri tegak. "Aduh, siapa lagi yang datang malam-malam begini," gumam Bagus berjalan ke arah pintu lalu membukanya kemudian. "Kamu sedang apa, Mas?" tanya Dona berdiri tepat di depan pintu. "Dona? Mau apa kamu datang ke sini? Saya 'kan sudah bilang, jangan datang lagi ke rumah ini," tanya Bagus merasa tidak senang dengan kedatangan kekasihnya, "Kalau Ibu saya sampai tahu, bisa gawat nanti." Bagus merasakan hal yang aneh. Jika biasanya dia merasa senang dengan kehadiran Dona, yang terjadi saat ini adalah sebaliknya. Dia merasa terusik dengan kedatangan Dona yang secara tiba-tiba. Apalagi, Tiara tengah tertidur lelap di dalam kamarnya dalam keadaan polos. Sudah dapat dipastikan bahwa kesalahan paham akan terjadi di antara mereka berdua. "Kamu kenapa, Mas? Apa kamu tidak senang dengan kedatangan aku?" tanya Dona, keningnya seketika mengkerut heran. Wanita itu pun berjalan masuk ke dalam rumah bahkan sebelum dia dipersilahkan oleh sang pemilik rumah. Dona menatap sekeliling mencari keberadaan Tiara. Bagus mengusap wajahnya kasar seraya mengikuti kekasihnya dari arah belakang. "Sebaiknya kamu pulang, Dona. Tidak enak sama tetangga, saya sudah nikah lho, kalau nanti ada yang melaporkan hal ini kepada Ibu, gimana?" pinta Bagus merasa gugup. Dona seketika menoleh dan menatap lekat wajah kekasihnya. Sikap Bagus Anggara benar-benar terlihat aneh, tidak biasanya dia bersikap seperti ini. Tanpa dia sadari, bahwa hubungan mereka tidak lagi sama seperti dulu di mana Bagus bukan lagi laki-laki lajang yang bebas dia kunjungi sesuka hatinya. "Di mana istri kamu, Mas?" tanya Dona mulai merasa curiga. "Eu ... dia sudah tidur," jawab Bagus terbata-bata dengan wajah memerah. Dona berjalan ke arah kamar tamu di mana Tiara bisa menepati kamar itu. Dia membuka pintunya lalu masuk ke dalam sana. Kamar tersebut benar-benar kosong, lalu di mana Tiara sekarang? Ke dua telapak tangan Dona seketika mengepal sempurna. Bagus menarik napas panjang lalu menghembuskan secara perlahan. Dia memasuki kamar yang sama hendak menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di antara dirinya dan Tiara. "Dengarkan penjelasan saya dulu, Dona. Semua ini tidak seperti yang kamu pikirkan," ujar Bagus meletakan telapak tangannya di pundak Dona. "Aku tanya sama kamu sekali lagi, Mas. Di mana wanita itu?" tanya Dona mulai menaikan nada suaranya. "Dia ada di-" Bagus tidak meneruskan ucapannya seraya memejamkan ke dua matanya sejenak, "Jangan salah paham dulu, Dona. Saya akan jelaskan semuanya sama kamu. Ini semua tidak seperti apa yang kamu pikirkan. Saya mohon jangan salah paham dulu." Dona sudah dapat menebak ke mana arah pembicaraan kekasihnya. Dia menepis kasar telapak tangan Bagus dengan bola mata yang membulat kesal. "Lepaskan aku, Mas. Aku mau mencari istri kamu!" bentak Dona dengan nada suara lantang. Wanita itu hendak berjalan keluar dari dalam kamar. Namun, telapak tangannya seketika di tarik oleh Bagus secara kasar. "Tunggu, sayang. Kamu mau ke mana?" tanya Bagus menahan kepergian wanita itu. Dona lagi-lagi menepis telapak tangan Bagus tak kalah kasar, "Lepaskan! Sepertinya aku tahu di mana wanita itu!" ketus Dona segera keluar dari dalam kamar. Dona berjalan dengan tergesa-gesa menuju kamar pribadi Bagus Anggara. Dadanya mulai terasa sesak. Bola matanya pun seketika memerah dan berair, dia yakin betul bahwa Tiara berada di kamar tersebut. Dona segera membuka pintu kamar sesaat setelah dirinya tiba di sana. Ke dua mata Dona semakin membulat, bahkan seperti hendak melompat dari tempatnya bersemayam saat ini. Ke dua kaki Dona pun seketika melemas, tatkala mendapati wanita bernama Tiara tengah tertidur dengan begitu lelapnya di ranjang di dalam kamar. Selimut yang menutupi tubuh wanita itu pun sedikit terbuka memperlihatkan bagian atas tubuh polosnya. "Kamu benar-benar b******k, Mas," gumam Dona, buliran bening seketika bergulir, "Kamu berjanji kepadaku tak akan pernah menyentuh dia! Tapi apa? Wanita itu tidur lelap di kamar kamu, dan dia--" Dona menahan ucapannya. Dada seorang Dona semakin terasa sesak, hingga dia tidak kuasa untuk mengatakan bahwa wanita itu dalam keadaan polos tanpa sehelai benangpun. Itu artinya, mereka baru saja melakukan hubungan suami-istri. "Dengarkan saya dulu, Dona. Kamu salah paham, tidak ada yang terjadi di antara saya dan Tiara," ujar Bagus berjalan menghampiri. Kesabaran Dona benar-benar berada di ujung tanduk. Dia melayangkan telapak tangannya ke udara lalu seketika mendarat di rahang Bagus keras dan bertenaga. Hati dan perasaan wanita itu benar-benar sakit dan terluka. "Aku mau kita putus sekarang juga, Mas!" Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN