Kalang Kabut - 6

1253 Kata
Januari 2016 Kepada, Kembang Cantik Idaman Hatiku Aruna Bekti, Assalamualaikum Warrohmatullahi Wabarokatu Dengan hormat, Bersama surat ini saya sampaikan, bahwa saya sedang dalam keadaan sakit karena mencintaimu. Untuk itu saya mohon izin, agar bisa berada sedikit lebih dekat, mengetuk hatimu, dan memasuki hati hangatmu. Mohon sekira kau dapat membuka pintu hatimu dengan ikhlas, dan membiarkan keberadan saya menemanimu. Atas izin yang diberikan, Saya ucapkan terimakasih. Wassalamu'alaikum Warrohmatullahi Wabarokatu Hormat saya CP Sebuah surat Bekti temukan di laci meja sekolahnya. Surat yang begitu membuat geli. Bekti berpikir siapa yang mengirimkan surat izin mencintai tersebut. Berdasarkan inisial namanya, hanya satu orang yang terlintas oleh Bekti. CP, siapa lagi kalau bukan Cahyo Purnomo. Namun, hal itu terasa sangat tidak mungkin. Seorang Cahyo Purnomo dengan ego yang setinggi langit malah mengirimkan surat seperti ini. Untuk memuaskan rasa penasarannya, Bekti tanpa pikir panjang langsung menemui Cahyo yang saat itu tengah duduk bersama teman-temannya di lapangan basket. "Lu, sini bentar. Gua mau ngomong," ucap Bekti begitu tiba di depan Cahyo. Teman-teman Cahyo langsung tersenyum dan menyenggol-nyenggol Cahyo. Mereka menggoda Cahyo habis-habisan. "Mau ngomong apa lu? ngomong disini aja," jawab Cahyo. Karena lagaknya yang tinggi, Cahyo bahkan tak bergerak sama sekali dari duduknya. "Gua bipang ikut!" Bekti menarik Cahyo dengan kesal. "Cieeee!" teman-teman Cahyo bersorak dan bertepuk tangan. Hal yang paling seru dan tidak bermanfaat, namun paling sering di lakukan di sekolah adalah, men-cie-ciekan teman yang sedang terjebak masalah dengan wanita. "Woy, lu mau ngomong apa. Anjirr, samoe kapan lu mau narik gua terus?" Cahyo protes. Setibanya di tempat yang agak sepi, Bekti melepaskan cengkeraman dari tangan Cahyo, lalu menatap Cahyo dengan jengkel. "Nih, lu kan yang ngirim surat ini?" Bekti menunjukkan surat yang ada di tangannya. "Surat apaan. Ya kali gua nulis surat buat lu, kayak gak ada kerjaan aja." "Surat cinta." "Haa? hahahaha, eh Bebek. Lu mau halu sih boleh aja. Tapi kira-kira, donk. Buat apa gua nulis surat cinta untuk lu? anjirr kayak gak ada cewe lain aja. Tu anak-anak angkatan kita, sama kakak kelas, semua cantik-cantik, tujuh puluh persen dari mereka suka ama gua," "Gak usah banyak bacot! liat nih, inisialnya CP. Siapa lagi coba kalau bukan elu?" "Inisial?" Cahyo merebut surat tersebut dari Bekti lalu membacanya, "Astaghfirullah, surat apaan nih? geli banget. Waa, gak bener nih. Lu gak mikir ya? mana mungkin gua nulis surat kayak begini." "Ya tapi kenapa ada inisial nama lu disitu!?" "Mana gua tau, CP CP yang laen kali, asal tuduh aja!" "Mana ada CP yang laen, kalau bukan ou siapa lagi!" "Gua gak tau Bebek, et dah susah amat dibilangin." "Ya tapi kan ..." "Pokoknya bukan gua! gua gak tau apa-apa!" 2021 "Wuaaa!" Cahyo dan Bekti akhirnya tersadar lalu saling menjauh satu sama lain. Keduanya megusap bibir masing-masing. Ada perasaan geli dan perasaan lain yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. "Lu ngapain sih, Cing? nemplok ke gua sembarangan!" teriak Cahyo kepada Bekti yang sibuk mengelap mulutnya dengan sapu tangan. "Heh, anjirun! elu yang nyosor ke gua! jangan memutar balikkan fakta lu!" "Memutar balikkan fakta apanya? jelas-jelas elu yang jatuh ke gua!" "Trus kenapa elu tangkep bangkee, bukan salah gua lah!" "Gua gak maksud nangkepin elu!" "Bodo, susun nih buku! males gua ngerjain lagi!" Bekti mengamuk. Dia menendang buku yang telah dia susun di lantai. Lalu melengos pergi meninggalkan Cahyo. "Woy, mau kemana lu! ini gimana? woy Bekti! Bekti!" *** Pasca insiden asem-asem manis. Alias kecelakaan ciuman yang Cahyo dan Bekti lakukan. Di rumahnya Cahyo merasa gelisah. Dia mondar mandir kesana kemari, lalu mengambil gawainya. Tanpa sadar Cahyo membuka aplikasi chat. Dan menatap nama Bekti dengan kontak "Kocheng Cerewet". "Wa-wadoh ... gua mau ngapain? anjirr masa gua mau chat si Kocheng, sih? argh," Cahyo memijit kepalanya yang terasa pening, "Otak gua masih di tempatnya, kan? gua masih waras, kan? Aaa, sialann. Kenapa mesti nemplok ya kesitu sih!" Cahyo melempar gawainya, lalu melompat-lompat tak jelas karena masih merasa kaget dan malu karena insiden tadi siang. "Wuaaa!" di rumahnya, keadaan Bekti tak jauh beda. Dia kaget saat melihat dirinya di cermin. Dia menutup mulutnya lalu kembali menggosok-gosok bibirnya dengan kesal. "Udah cuci berapa kali masih terasa aja asem-asem manisnya di lambe gua. Aaaa, gimana ini, gimana!" Bekti uring-uringan sambil mengacak rambutnya yang sudah tak beraturan dari awal. Keesokan harinya, di kampus. Lastri melihat Bekti sedang duduk merenung di taman kampus. Lastri langsung berlari kecil menghampiri Bekti dengan senyum terkembang di wajahnya. "Hallo, Cyin ... lu kenapa bengong aja? kurang jatah ya? iya kan, bener, kan?" Mendengar perkataan Lastri, Pikiran Bekti otomatis tertuju pada insiden yang menimpanya dan Cahyo. Bekti menggeleng-gelengkan kepalanya berusaha menghapus ingatan itu. "Emak apaan, sih. Hehehe, jatah apaan coba. Mana ada," "Hihihi, lu kan punya Danar. Ude dapat jatah belom dari dia? ayo ngaku, ayo ngaku ...." "Gak ada Mak. Ih, gak ada jatah-jatahan. Yang benee aja Bekti minta jatah ama Danar, apa kata dunia?" "Hai Danar," Lastri melambaikan tangannya ke arah laki-laki tampan dengan kemeja putih yang saat ini menuju mereka. Bekti langsung terdiam. Dia menarik nafas panjang, merapikan rambutnya, lalu duduk dengan rapi, "Baru aja diomongin, Say. Orangnya udah nongol. Aih ... jodoh nih," bisij Lastri sambil cekikikan. "Bekti, Lastri, lagi ngomongin apa?" tanya Danar begitu tiba di tempat Bekti dan Lastri. "Lagi ngomongin jatah ..." "Mak!" Bekti auto menepuk pundak Lastri, lalu cengengesan tak jelas, "Danar. jangan dengerin Mak Syantik. Kamu tau, kan. Mak Lastri tuh kalo ngomong suka ngaco," ucap Bekti sambil maen senggol-senggolan dengan Lastri. "Jatah apaan, sih. Danar jadi penasaran." "Gak ada jatah apa-apa. Kan udah Bekti bilang, jangan dengerin Mak Lastri," "Jatah makan di kantin, tau. Emank jatah apaan? idih idih, hayoo kalian mikir apa?" Lastri menggoda Bekti dan Danar. "Hahaha, Danar kira jatah apaan, pada lapar ya? kita ke kantin yuk, udah waktunya makan siang juga," ajak Danar. "Yok, Nces. Kita ambil "Jatah" makan siang kita. Besok-besok baru ambil "Jatah" yang laen," Lastri menyenggol-nyenggol Bekti. Wajah Bekti memerah karena menahan malu. *** Bekti dan Lastri sudah duduk di kantin untuk makan. Sementara itu, Danar pergi untuk mengambil pesanan mereka. beberapa menit kemudian, Danar tiba dengan nampan yang penuh makanan di tangannya. "Ini makanan untuk Princess Bekti," ucap Danar lalu meletakkan Minas alias Mie goreng plus nasi yang dipesan Bekti, "Trus ... ini makanan Lastri yang cantik," Lastri memesan soto ayam lengkap dengan nasinya. Dana menaruh makanan tersebut dengan hati-hati karena kuahnya panas, "Trus, ini punya Danar," ucap Danar lalu meletakkan nasi goreng bisas di meja dan duduk setelah beberapa detik. Danar melihat semua yang telah ada di atas meja. Namun, menurutnya masih ada yang kurang, Danar berpikir sejenak. Setelah sekian detik, dia baru ngeh bahwa dia lupa membawa minuman. "Minumnya ternyata lupa. Bentar ya, Danar ambilin minuman dulu," ucap Danar hendak beranjak dari duduknya. Namun, Bekti mendahului Danar, dia berdiri dengan cepat. Lalu melepaskan tasnya dan menyangkutkan tas tersebut ke kursi. "Bekti aja yang ambil," ucapnya dengan semangat, "Mak Lastri mau minum apa?" "Air mineral aja, Say. Males gua minum air yang ada warnanya. Udah terlalu banyak warna di kehidupan gua," ucap Lastri sambil meniuo sotonya yang masih panas. "Trus Danar?" "Soda aja," ucap Danar sambil tersenyum manis. "Ya udah. Tunggu bentar, ya." Bekti berlari menuju kulkas yang ada si pojok kantin. Dia membuka kulkas dengan tergesa-gesa, dan mengambil sebuah minuman. Tanpa di duga, ada tangan lain yang mengambil minuman yang sama. Tangan mereka akhirnya bersentuha Bekti sangat mengenal tangan ini. Tangan besar dengan jari-jari yang panjang. Bekti langsung menoleh. "k*****t. Si Bangsul, kaget gua," Batin Bekti lalu mengalihkan pandangannya, "Hmm, ehem," Bekti salah tingkah, dan sedikit canggung. "Ehem, aduh ... cuaca jelek banget hari ini," gumam Cahyo kemudian. To be continue
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN