Kalang Kabut - 5

2118 Kata
Desember 2015 Para siswa diliburkan karena memasuki tahun baru. Sekolah begitu sepi. Namun, sebagai murid teladan Bekti tetap berada di sekolah demi mempersiapkan acara menyambut tahun baru yang diakan nanti malam. Para guru memutuskan untuk melakukan camping dan acara api unggun di malam hari. Bekti sebagai anggota Osis yang paling aktif memeriksa semua kelengkapan acara, agar tak ada yang kurang saat penyelenggaraan. Malampun tiba. Siswa berkeliling di api unggun, mereka bertepuk tangan dan bernyanyi riang. Berbagai acara dilewati tanpa ada hambatan yang berarti. Sampai lada acara bakat. Masing-masing siswa menunjukkan bakat mereka. Ada yang menari, ada atraksi bela diri, ada juga yang atraksi debus. Suasana malam itu begitu ramai dan sangat meriah. "Oke, seru banget malam ini. Sebagai penutup gimana kalau kita minta Aruna Bekti kembang sekolah kita yang cantik untuk menunjukkan bakatnya." Kepala sekolah tak merencanakan hal ini. Namun, melihat Bekti adalah siswi favorit dan juga teman yang banyak disukai murid lainnya, dia akhirnya melakukan panggilan kejutan. Bukan Bekti namanya jika tak berani tampil, walau tanpa persiapan. Dia sangat bangga akan dirinya, dan tau bahwa dia bisa melakukan apapun dengan baik. Bekti mengambil mikropon dari kepala sekolah, lalu berdiri menatap teman-temannya yang sudah tidak sabar. "Aku gak punya banyak bakat. Tapi setidaknya aku bisa nyanyi, yah walau suara aku gak bagus-bagus banget." "Yeee!" para murid berseru sambil bertepuk tangan. Bekti menarik nafas dan bersiap untuk bernyanyi. Namun tiba-tiba kepala sekolah menghentikan Bekti. Kepala sekolah kembali mengambil mik dari tangan Bekti dan menatap kerumunan yang berada agak jauh di ujung. "Kamu yang pegang gitar," ucap kepala sekolah kemudian. Murid yang dimaksud menunjuk dirinya sendiri, "Iya kamu. Ho si Cahyo toh. Dalam gelap kamu gak keliatan," para murid tertawa riuh mendengar perkataan kepala sekolah, "Cahyo kemari. Bawa gitar kamu, temenin Bekti nyanyi." "Cieee!" teman-teman yang lain sangat heboh begitu kepala sekolah memanggil Cahyo. Ada yang bersiul, ada yang bertepuk tangan, semuanya kompak menggoda Cahyo. "Gak perlu, Pak. Saya gak perlu ditemenin. Lagian belum tentu Cahyo bisa main gitar," ucap Bekti kemudian. Mendengar perkataan Bekti, Cahyo langsung berjalan melewati kerumunan dengan membawa gitarnya. Begitu tiba di depan Bekti, Cahyo mendongak sambil memasang wajah songong. "Siapa yang lu bilang bisa main gitar? bukannya elu yang gak bisa nyanyi?" "Wuaaa!" suasana memanas. Para murid juga makin panas, "Gaslah, Bro. Apalagi!" teriak Safarudin dari kejauhan, disambut tawa keras oleh teman-teman lainnya. Cahyo duduk di samping Bekti, dia menyetel gitarnya lalu menatap melirik Bekti, "Mau nyanyi apa lu? lagu apa aja gua bisa," "Kemesraan," begitu Bekti menyebutkan judul lagu. Suasana kembali memanas lagi. Cahyo menyeringai lu memetik gitarnya. Suara gitar Cahyo membuat suasana tiba-tiba menjadi hening namun romantis. Bekti mengangguk mengakui bakat Cahyo dalam bermain gitar. Bekti mengangkat mikroponnya. Menarik nafas lembut lalu tersenyum. "Suatu hari ... dikala kita duduk di tepi pantai," Bekti mengalunkan suara indahnya, Cahyo sedikit terpana. Para siswa dan guru juga ikut terbawa suasana. Mereka bergerak mengikuti irama lagu, dan bernyanyi bersama di bagian reff. 2021 Cahyo terbelalak, lalu menutup mulutnya. Entah bagaimana dia bisa keceplosan mengenai Bekti yang tidak suka kopi. "Wa to the W, WAW! Si Tiang tau dari mana Nces gak suka kopi?" Lastri menatap Cahyo penuh curiga. "Mas apaan, sih!" Maya memukul pundak Cahyo. Membuat Cahyo terlonjak. "A-Anu ... Maksud gua orang kayak dia mana suka kopi. Tuh, liat aja kelakuannya kek bocah, paling juga suka milk shake coklat. Cahyo berusaha untuk ngeles. "Oo, si Caplang badjingan. Jadi selama ini dia nganggap gua kek bocah? karena suka minum milk shake coklat? gini-gini elu juha minta kelonin mulu tiap malam, bangsadd," Bekti menatap Cahyo tajam, matanya menyipit seperti menyembunyikan dendam kesumatnya. "Bekti emank gak suka kopi?" tanya Danar kemudian. "Hehehe, iya. Gak suka kopi Bekti tuh, tapi kalau Danar mau ambilin kopi, ya udah gk papa. Bakal Bekti minum juga, kok." Ucap Bekti sambil mesem-mesem. "Bekti mau milk shake coklat? gak papa Danar ambilin. Danar suka juga kok, milk shake coklat." "Beneran? aseek ... kalau gitu Danar sehati donk ama Bekti, hehehe," Bekti tersenyum centil, lalu melirik Cahyo. Tujuan sebenarnya dia melakukan itu, adalah untuk membuktikan kepada Cahyo bahwa dia juga bisa dapat gebetan dan Danar adalah orang yang oas. Sekalian bisa menjadi senjata untuk memanas-manasi Cahyo. "Jalau gitu Bekti tunggu disini, Danar ambilin minumannya dulu ya," ucap Danar sambil beranjak. Bekti cengengesan lalu mengangguk-angguk dengan cepat. "Idih, lebay bener nih manusia dua. Malesan gua liatnya," batin Cahyo. "Cyin ... tau gak. Danar barusan ngaku, dia tuh suka ama elu, cyin!" seru Lastri. Lastri adalah orang yang ceplas ceplos dan tak ambil pusing. Jika seseorang tidak memintanya untuk menjaga rahasia. Maka saat itu juga dia akan membeberkan apa yang orang sampaikan kepadanya, "Tau gak sih, gua ngaku aja kalau gua suka ama Danar. Trus lu tau apa kata dia?" "Apa Mak, apa?" "Dia bilang, kalau lu gak suka dia. Baru deh, gua ada kesempatan." "Hah, serius, Mak? yang bener ini, berarti Dana mendahulukan Bekti dari pada Mak Syantik?" "Iyes ... makanya PDKT yang syantik ama Danar. Dia orangnya jujur, gua gak suka-suka amat kok ama dia. Cuman sebesar buji wijen doank." Uhuk, uhuk! tiba-tiba Cahyo terbatuk, sepertinya dia keselek pipet, "Woy, apa-apaan kalian! bau juga kenal bentar udah PDKT an segala. Ini juga si Kocheng. Ganjen banget sih, lu! pake mau deketin cowo segala!" Cahyo ngos-ngosan karena bicara terlalu cepat. Buk! Bekti melempar tisu yang sudag dia remas tepat ke kepala Cahyo, "Eh kamprett. Lu kenapa, sih? gua yang PDKT, napa elu yang rusuh?" ucap Bekti kemudian. "Oh My God. Ini Tiang kenawhy, sih? eh cottonbud, bawa nih cowo lu jauh-jauh. Risih gua tuh, dari tadi dia grasah grusuh mulu kek kecoa," ucap Rose sambil mengipas-ngipas wajahnya dengan tangan. "Apa lu bilang? lu bilang gua kecoa!! Eh, manusia nyebelin! elu ..." Gubrak! tiba-tiba Maya menggebrak meja, membuat Cahyo seketika terdiam, "Mas! ngapain sih? malu-maluin aja, ayo pergi dari sini, cepetan!" "Sayang, baru aja acarany mau mulai, kenapa pake pergi segala? sayang ... sayang!" Maya tak menggubris Cahyo. dia meninggalkan meja dengan kesal, sambil terus mengomel sambil jalan, "Sayang! tungguin, Mas!" Cahyo mengejar Maya, begitu hampir dekat, Maya malah mendorong Cahyo, Cahyo mundur beberapa langkah lalu mendekat lalu, trus di dorong lagi, mendekat, di dorong. Begitu aja sampe kepiting salju bawa obor. Beberapa detik kemudian, Danar tiba ke meja dengn membawa minuman di tangannya, "Loh, mereka kemana?" tanya Danar, begitu melihat Cahyo dan Maya meninggalkan lokasi acara. "Mau beli kapur barus, Say. Buat ngusir kecoa, hihihi." Lastri terkekeh. Fakta mengenai Lasti, sebenarnya dia sangat ahli mengata-ngatai orang. Jadi diharapkan untuk tidak membuat masalah dengannya. *** Beberapa hari kemudian, Bekti tengah sibuk dengan pekerjaan rumahnya, pekerjaan rumah yang sangat penting, dan tak boleh terlewatkan. Yaitu, nonton drama korea. Ketika sedang seru-serunya menonton dari gawainya, Bekti malah terganggu dengan sebuah pesan masuk. "Eh, Cing ... Kocheng ...." Bunyi pesan tersebut. Bekti langsung men skip pesan yang mengambang di layar atas gawainya, dan lanjut menonton lagi. Satu menit kemudian, pesan baru masuk lagi. Bekti merasa kesal, lalu menghentikan pekerjaan menontonnya, untuk membuka oesan tersebut. Tampak kontak yang di beri nama "Caplang" tertera di chat masuk. Menghela nafas, dan membuka chat tersebut dengan ogah-ogahan. "Woy, balas, Woy!" isi pesan kedua dari Caplang alias Cahyo yang merupakan mantan suaminya tersebut. "Si Badjingan ini maunya apa, Njirr. Ngeselin bener," Bekti mengomel, lalu membalas pesan Cahyo dengan cepat. "MAU APA LO, WOY! ANJIRR, BERISIK BANGET M, GANGGUIN GUA AJA, LU!" Bekti sengaja menulis pesannya dengan huruf besar. Menandakan dia sedang sangat amat kesal. "Capslock lu jebol ye?" "Huh, jebol apanya? gua sengaja pake huruf besar. Biar lu sadar, lu itu udah gangguin gua!" "Heleh, kaya sibuk aja lu. Palingan nonton drakor, doank." "Suka-suka gua mau ngapain. Idih, ngapain lu masih nyimpen nomer gua? mau kepoin gua lu ya?" Bekti mendengus. Kenyataan bahwa Cahyo masih menyimpan nomernya membuat Bekti sedikit di atas angin. Padahal dia sendiri juga masih menyimpan nomer telepon Cahyo. "Heh, ngasal aja lu kalau ngomong," balas Cahyo kemudian. "Mau apaan sih lu?" "Anu ...." "Anu apaan? Bangsul!" "Semvak gua ada ketinggalan gak di tempat lu!" "Heh, lu gila ya? kita itu cere udah lama banget. Mana ada barang pusaka lu ketinggalan dimari!" "Ya ude, kalau gak ada. Gak usah ngegas!" "Idih, idih, gak usah lu chat chat gua lagi!" "Siapa juga yang mau ngechat!" "t*i, t*i, t*i, bodo!" Bekti keluar dari aplikasi pengirim pesannya, dan langsung mematikan data gawainya. "Orang gila! gangguin gua aja malam, malam! dasar manusia tiduck clear!" Di rumahnya. Cahyo merasakan kepalanya mulai berdenyut. Ada sedikit rasa mual, lemas, perut kembung, nata berkunang-kunang. "Cahyo Purnomo! Dasar odong! ngapain lu chat si Kocheng! pake nanya semvak segala, aduhh ...." Cahyo menjambak-jambak rambutnya. Menyesali apa yang baru saja dia lakukan. "Sialann. Pasti si Kocheng jadi ke GR an deh, karena gua chat dia duluan! huwaa, bangkee. Kenapa gua bisa salah jalan begini?" Sementara itu, setelah selesai chat dengan Cahyo, Bekti yang berniat kembali meninton drama korea jadi kehilangan mood. Dia minum banyak air, tenggorokannya terasa sakit, ada perasaan sedikit sariawan, dan panas dalam. "Adoh, ngapain gua masih simpen sih nomernya si Caplang? Kayaknya dari dulu gua gak pernah hapus, deh. Aaaa!" Bekti mengacak-ngacak rambutnya, "Dimana perginya mode gengsi gua sebagai seorang jandes yang berwibawa? masa gua masih simpen nomernya, masa gak pernah gua hapus!" Bekti mencak-mencak sendiri. Dia berguling, berdiri, berguling lagi, hingga dia lelah dan tertidur. *** "Chyin!" Lastri melambai-lambaikan tangannya begitu melihat Bekti yang baru saja tiba di kelas. "Halo, Emak. Makin cantek aja tiap ari," ucap Bekti lalu duduk di samping Lastri, "Btw, Mak. Ada berita penting," bisik Bekti kemudian. "Hah, berita penting apaan, Say?" Lastri mendekat karena penasaran. "Bekti hari ini ... gak mandi!" Bekti tersenyum sambil mengedip-ngedipkan matanya ke arah Lastri. "Elu beneran gak mandi hari ini? kenawhy say?" "Ogah Mak. Masa Bekti nyamperin air duluan, gengsi tau .... airnya donk yang harusnya nyamperin Bekti," "Hohoho, pinter banget teori elu Cyin. Gua poto dulu, gaya coba," Lastri mengarahkan kamera dari gawainya ke Bekti, Bekti bergaya imut, sambil menaruh jari telunjuk ke pipinya. Ceklek! satu poto berhasil diabadikan Lastri. "Nah sekarang gua mau update status. Di kelas, bersama Nces Bekti yang syantik, walau tanpa mandi. Asek, cakep gak caption nya, Nces?" "Cakep, Mak!" "Oke, upload. Hihihi, kita tunggu ya like and komen di poto elu, Nces." Bekti dan Lastri cekikikan. "Weh, itu burung murai berdua. Mau kuliah atau mau ngelapak bawang? dari tadi ribut mulu," dosen mata pelajaran Kalkulus yang sejak tadi berdiri di depan kelas menegur Bekti dan Lastri. "Tau nih, Prof. Nih anak berdua emang rusuh," saut Cahyo yang duduk di bangku atas tepat di belakang Bekti dan Lastri. "Eh kuping gajah, elu juga sama aja. Dari tadi grasah grusuh ngeliatin mereka mulu," Profesor juga menegur Cahyo. Hal itu membuat Bekti dan Lastri terkekeh. "Mampus lu. Sok-sokan mau ngaduin kita," Bekti menghardik Cahyo dengan matanya, Cahyo balas menatap Bekti dengan wajah kesal. "Elu Yoyo, sama Elu Bebek. Daripada ribu, bawain nih buku ke perpustakaan. Susun rapi, awas kalau gua liat ada yang berantakan," "Siapa yang Yoyo, Prof?" tanya Cahyo pura-pura tak mengerti. "Ya elu, emank siapa lagi?" "Hehehe, jangan bilang kalau Bebek itu ...." Bekti menunjuk dirinya sendiri. Profesor mengangguk mantap, lalu mengarahkan tangannya ke pintu keluar. Pertanda Cahyo dan Bekti harus melakukan tugas yang dia perintahkan. *** Di perpustakaan. Keduanya sama sekali tak bisa bekerja sama. Mereka saling sikut, saling senggol, dan saling dorong satu sama lain. Cahyo menghela nafas berkali-kali. Lalu menaruh buku-buku tebal yang harus dia susun ke meja. "Gara-gara elu nih gua disuruh nyusun buku. Banyak lagi, kamprett bener!" Cahyo yang kesal, menggeser buku yang Bekti taruh di lantai dengan kakinya. "Elu apa-apaan sih, Sat. Ini udah gua susun sesuai judul tau gak!" Bekti berteriak, dia menatap Cahyo tajam. Ingin sekali dia menghajar wajah Cahyo dengan buki tebal yang berada di tangannya. "Biarin! siapa suruh lu berisik di kelas. Jadinya gua ikutan diseret kesini dah sama elu. Nyebelin banget!" "Heh, Bangsatt. Nasib lu aja yang buruk! Minggir sana! gua mau nyusun, biar cepet kelar!" Bekti mendorong Cahyo yang berada di depannya. "Elu aja yang minggir! gua juga mau nyusun!" Cahyo balas mendorong Bekti. "Apaan sih lu. Egois, gak mau ngalah!" "Heh, elu juga sama. Malah lebih parah, elu tukang omel!" "Ya wajarlah, gua cewe. "Hoo, wajar lu bilang?" "Ya, mau apa lu!" "Minggir, gak lu!" Cahyo kembali mendorong Bekti. "Elu yang minggir!" Keduanya saling dorong mendorong. Bekti yang bertubuh mungil, dengan kesal mengambil buku dan hendak memukul Cahyo dengan buku tersebut. Namun, tiba-tiba ... gubrak! Bekti tersandung. Cahyo dengan reflek menangka Bekti. Dan secara tak sengaja. Bibir mereka berdua tertaut satu sama lain. Keduanya terdiam, Bekti mengedip-ngedipkan matanya. Otaknya seolah kosong, begitu pula dengan Cahyo. Mereka masih terdiam di tempat masing-masing dan dengan bibir yang masih berciuman. "Wuaa! apaan nih. Kok asem-asem manis gini rasanya? Omegod," batin Bekti berteriak. "Ya amplop! lambe gua kenapa bisa khilap gini? Astaghfirullah!" Cahyo auto istighfar. TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN