Ibu Ziya jelas malu dengan tingkah Bara yang kabur begitu saja. padahal, mereka berniat untuk mempertemukan Bara dengan keluarga Liodra yang baru saja pulang dari luar Negara. “Malu tau, Mas, Liodra udah sekolah jadi designer biar jadi perempuan impian Bara, dia juga gak ganggu Bara selama lima taun karena Bara ada proyek. Masa sekarang tiba tiba di cut aja? malu tau, Mas.”
“Gak bis dipaksa emang, Bara kan emang nolak dari awal.”
“Tapi Mama ngerasa gak enak, Pa,” ucap sang istri. Liodra itu adalah bentukan sempurna dari type idealnya Bara, karena setiap kali Bara menyebutkan ingin perempuan seperti apa, maka Ibu Ziya akan memberitahukannya pada Liodra yang giat belajar di luar Negara. “Kita ke Bandung, susulin itu anak biar dia tanggung jawab.”
“Tapikan Bara gak janji mau nikahin Liodra juga. Lagian semalam keluarga Liodra gak masalah tuh.”
“Tetep aja, Mama mau ke Bandung mau marahin itu anak.” Semakin menjadi beban pikiran, apalagi Diandra sang anak bungsu akan melakukan pertunangan sebentar lagi.
“Ma, ada Kak Liodra di depan tuh!” teriak Diandra yang baru saja pulang jogging. Ibu Ziya bergegas keluar, melihat Liodra yang baru saja keluar dari mobil.
“Hallo, Tante.”
“Liodra, maaf. Tante malu banget semalam.”
“Gak papa, Tante, keluarga aku baik baik aja kok. Mungkin kami emang belum jodoh. Liodra lupa mau ngasih ini sama Tante.” Sebuah bingkisan diberikan. “Liodra sekarang mau kerja dulu, Tante, salam buat Om juga ya.”
“Tunggu, Nak.” Ibu Ziya yang merasa tidak enak karena sudah menjanjikan Liodra akan bersama dengan Bara, bahkan itu yang membuat Liodra jadi semangat mengejar pendidikannya. “Kamu masih berharap buat menjalin hubungan sama Bara lagi?”
Hanya senyuman yang diberikan Liodra sebelum pergi. Semakin membuat Ibu Ziya merasa bersalah dan bergegas meminta supir menyiapkan mobil untuk mengantarkannya ke Bandung. Sementara Graha sudah menyerah dengan anak sulungnya itu, Bara berkali kali menghindari perjodohan.
“Mas ayok ikut. Kalau enggak, gak akan ada jatah buat lima minggu ke depan.”
Berhasil membuatnya tersedak dan buru buru meraih jasnya. “Diandra, nanti kalau sekretaris Papa ke sini bilangin dia harus wakilin Papa ya! ini mau ke Bandung dulu!”
“Iya, Paaa!”
***
Bara melihat setiap gerak gerik Tiranti yang begitu manis, perempuan itu melayani dirinya dengan sangat baik. Baru juga Bara hendak mengajaknya bicara, pintu rumah lebih dulu terbuka. Itu adalah Eyangnya yang baru pulang.
“Eyang, Tiranti udah bikinin makan buat Eyang. Eyang kemana aja? kenapa gak kasih tau kalau mau keluar?”
“Eyang Cuma mau hirup udara segar aja, Tiranti.”
Seperhatian itu, Bara jadi semangat untuk menjadikannya istri. Dan senyuman Bara itu disadari oleh sang Eyang, segera berpaling dan memakan makan siang di depannya.
“Makan sama apa, Bara? Enak gak masakan buatan Tiranti?” duduk mendekat di samping Bara dan mengusap rambutnya. Menggoda sang cucu. “Suka sama Tiranti?”
“Eyang jangan gitu. Nanti dia takut,” ucap Bara berbisik, setelah Tiranti masuk kamar, baru Bara berani berbicara lebih leluasa.
Eyang Dira senang karena hati sang cucu jatuh paada perempuan yang tepat. Bara sendiri enggan untuk memaksakan kehendak. Dia ingin Tiranti jatuh cinta pada dirinya sendiri. jadi ketika Tiranti masuk ke kamarnya, Bara menjelaskan bagaimana keinginannya pada sang Eyang.
“Kamu pindah aja ke sini, ke Bandung.”
“Gak akan diizinin sama Papah sama Mama, Eyang. Mereka pasti maksa aku buat kembali ke Jakarta.”
“Gampang itumah, nanti Eyang yang bilang ya. emang Bara udah waktunya nikah.”
Ketika keduanya sedang berbincang, suara mobil memasuki pekarangan. Oh, ini dia, Bara sudah menduga kalau Mamanya akan datang menyusul. “Eyang?”
“Gak papa, biar Eyang yang handle Mama kamu.” Eyang Dira keluar menemui anak dan menantunya. Sementara Bara? Dia menggigit pipi bagian dalamnya khawatir kalau akan dipaksa menjauh, jujur saja cinta pada pandangan pertama itu memberikan kesan yang begitu dalam. Bara juga sudah membayangkan dirinya akan cocok dengan perempuan bernama Tiranti itu.
Ketika sang Mama dan Papa masuk ke rumah dan menatap Bara, pria itu menegang apalagi ketika tangan sang Mama terangkat. Apakah dia akan ditampar?
“Bara, daripada kamu jomblo seumur hidup, gak papa kalau kamu mau sama Tiranti. Tapi Mama tetep gak enak sama keluarga Liodra, nantinya kamu kasih ganti dengan cara kerjasama, gak papa?”
“Kalau kamu mau pindah ke Bandung juga gak papa.” sang Papa menimpali. “Papa takut kamu jadi abnormal lagi kalau misalnya gak sama perempuan yang ini.”
Bara menatap heran, benar orangtuanya mengizinkan dirinya bersama dengan Tiranti? Padahal standard mereka itu tinggi. Sementara Eyang Dira, dia mengedipkan matanya pada Bara di belakang sana. cucu kesayangan dan juga anak yang dia asuh sejak kecil akan menjadi keluarga yang sempurna.
***
Ketika Tiranti mendengar suara ramai, dia keluar dari kamar. Memang dia biasanya hanya keluar dari kamar ketika dipanggil oleh sang Eyang. Kaget juga saat keluar dan mendapati banyak orang di sini. tiranti mengenal mereka, pernah bertemu beberapa kali.
“Eh Tiranti, inget sama Ibu?”
“Assalamualaikum, Bu, gimana kabarnya?” dengan sopan, Tiranti mencium tangan sosok tersebut, bergantian pada Graha.
“Baik, ya ampun pantes aja,” gumam Ibu Ziya melirik sang suami. Bagaimana mungkin anaknya tidak menyukai Tiranti, dia adalah perwujudan bidadari dengan sikapnya yang sanngat sopan. “Udah gede aja, Tiranti. Sekarang lagi Ujian ya?”
“Iya, Bu. Minggu depan juga beres.”
“Terus, ini mau kemana cantik gini?”
“Mau ke sekolah ada yang ketinggalan, Bu,” kemudian menatap sang Eyang yang ada di sana. “Gak papa, Eyang?”
“Gak papa, biar Bara yang anter kamu ya.”
Bara yang sedang bersantai itu jadi kaget, hampir saja dirinya tersedak. “Sama Bara?”
“Iya, kan katanya Bara mau ke apartemen kan?”
“Oh iya, ayok saya antar, Tiranti.”
Sebenarnya Tiranti masih canggung dengan sosok ini, terkadang terlihat menakutkan, terkadang sikapnya aneh juga. Tapi bagaimanapun, Bara adalah cucu kesayangannya Eyang. Jadi Tiranti harus tau diri.
Begitu mobil yang membawanya pergi, Ibu Ziya langsung menatap sang mertua. “Ibu padahal gak usah ancam gak ngasih warisan sama Mas Graha, orang kami setuju kok sama Tiranti. Dia anaknya baik.”
“Kali aja kalian masih pengen yang berkelas kayak Liodra.”
“Enggak, yang penting sekarangmah Bara nikah aja. soalnya kasian temen temennya udah punya anak, dia belum.” Ibu Ziya memang merasa tidak enak dengan Liodra, tapi Tiranti juga anak yang baik. “Emangnya Tiranti mau ya, Bu? Sama Bara?”
“Biarin aja dulu Bara berjuang, nanti kalau dia butuh bantuan Eyang, Eyang bakalan bantuin dia.”
***
Sepanjang perjalanan, Tiranti hanya diam, dia menjawab ketika ditanya. Itu juga hal yang umum ditanyakan. “Tuan gak papa nunggu di sini?”
“Ran, jangan canggung gitu kalau sama saya. Panggil Mas aja gak papa.”
“Eh? Iya, Mas.”
“Gitu lebih enak kedengerannya soalnya.”
Tiranti mengangguk kaku, dia bergegas keluar dari mobil menuju satpam meminta diantar ke dalam kelas untuk mengambil buku yang tertinggal. “Di dalam juga ada Mas Reno kok, Mbak, jadi kelasnya gak dikunci.”
Reno adalah teman sebaya Tiranti, seorang mantan ketua osis dan juga satu kelas dengannya. Mereka sama sama pintar dalam hal akademik, jadi selalu memiliki moment bersama hingga menjadikan keduanya menjadi sepasang sahabat. “Oit!” teriak Tiranti ketika masuk kelas.
“Lah, baru aja mau diambilin ini buku punya kamu.”
“Hehehe, sini buku aku.” Mengambilnya dari tangan Reno. “Kamu ngapain di sini?”
“Sama sih ada yang ketinggalan.” Menunjukan bukunya yang sedang dia pegang. “Sama siapa ke sini?”
“Sama cucunya Eyang, nunggu di depan dia. Duluan ya, gak enak bikin dia nunggu.”
“Bareng aja, Ran. Aku juga mau keluar kok ini.”
Di sisi lain, Bara menyesal tidak mengantarkan Tiranti ke dalam kelas. Padahal ini adalah waktu yang tepat untuknya mendekati gadis itu. baru saja hendak keluar dari mobil, Bara melihat Tiranti berjalan bersama dengan seorang pria sebaya dengannya. Mereka terlihat mmelempar tawa satu sama lain. Berhasil membuat Bara menciut, apa dia baru saja kalah dalam sebelum perang? Karena senyuman Tiranti tampak sangat manis pada pria tersebut.
Kenyataan yang tidak Bara ketahui adalah.... Tiranti memang tertarik pada temannya tersebut.