Hira ingin rasa menenggelamkan dirinya ke lautan terdalam dan tidak pernah muncul lagi. Ia berusa sekuat tenaga agar tidak menangis di depan Adnan. Ia bersikap sok kuat padahal sebenarnya ia tidak punya tenaga lagi, bahkan bernafas rasanya sangat berat.
‘Maafkan Aku Sean, aku melakukan semua ini demi menyelamatkanmu. Jika suatu saat kamu tahu kalau ada pria lain yang menyentuhku kamu boleh marah padaku. Aku hanya minta kamu tetap hidup demi anak kita’ Hira membatin.
“Apa kamu menyesal melakukannya?” tanya Adnan, ia seakan-akan menertawakan penderitaan Hira.
Lakukan dengan cepat,” sentak Hira lagi, ia ingin segera menyelesaikannya lalu ia pulang. Adnan menghiraukan permintaan Hira ia terus melakukan sentuhan-sentuhan di beberapa bagian titik tubuhnya. Hira merasa tersiksa menahan tubuhnya agar tidak bereaksi, ia merasa keringat mulai membasahi kening. Ia hanya wanita biasa bukan robot walau otaknya menolak berreaksi tetapi tubuhnya berkata lain. Laki bertato itu juga ahli dalam hal mempermainkan perasaan lawan jenisnya.
“Kamu jangan menolak apa yang aku berikan , Hira,” bisik Adnan.
“Aku membencimu,” ucap Hira.
“Tapi aku tidak. Setelah kita melakukan pertama kalinya tiga tahun yang lalu, aku selalu merindukan tubuh ini. Bahkan aku selalu bermimpi melakukannya denganmu.”
“Kamu menjebakku. Apa kamu selalu melakukan hal seperti ini pada wanita-wanitamu selama ini?”
Adnan merasa terusik dengan tuduhan Hira, ia menatapnya sinis lalu menggigit bagian indah dari tubuhnya dengan keras meninggalkan sebuah tanda merah di sana.
“Jangan meninggalkan jejak di sana,” tegur Hira.
Bukanya berhenti Adnan semakin bersemangat, ia meninggalkan banyak tanda di lehernya. Saat Adnan meraih bibirnya Hira menolaknya lagi. “Apa kamu tidak bisa langsung melakukannya saja.”
Benar saja Adnan mengarahkan miliknya dan mendorong tubuhnya dengan kuat. Hira menjerit kesakitan, ia memang bukan gadis yang baru melakukannya, tapi ukuran tubuh Adnan besar .
Tangan Hira mencekram sprei di samping tubuhnya ia merasakan benda itu terasa sesak di bagian bawahnya.
“Kenapa ini? Apa suamimu tidak pernah melakukannya?” tanya Adnan pertanyaan menjijikkan itu diabaikan oleh Hira rasa sakit dibawa sana membuatnya tidak bisa berkata-kata.
“Kenapa kamu terlihat begitu kesakitan. Apa milik suamimu tidak sebesar punyaku?”
“Hentikan kata-kata bodohmu cepat selesaikan,” ucap Hira, ia menggigit punggung tangannya , lalu menggigit bibir bawahnya, jangan mengigitnya kamu melukai bibirmu,” ucap Adnan ia mengusap ujung bibir Hira, mendengar hal itu Hira semakin kesal karena Adnan mencemoohnya. “Kamu bisa melampiaskannya padaku,” ucap Adnan.
Perasaan emosi yang sudah tertahan dari tadi akhirnya ia lampiaskan pada tubuh Adnan ia mencekram lengan Adnan dengan kuku panjangnya, ia mencengkram kedua lengan, meninggalkan bekas cakaran di sana. Buka hanya itu ia juga mencakar badan Adnan saat pria itu mendorong tubuhnya.
Dorongan keras yang dilakukan Adnan sangat menyiksa Hira, benda keras itu seakan masuk sampai ke dalam perut.
“Apa kamu menikmatinya Hira?” tanya Adnan saat Hira tutup mata.
Hira menghiraukannya ia memilih menutup mata dan membiarkan semuanya begitu saja. Melihat Hira hanya diam, Adnan tersenyum sinis, ia mengangkat kedua kaki Hira ke atas lalu mendorong tubuhnya dengan kuat. Gaya itu sukses membuat Hira membuka mata dan mengeluarkan suara.
“Harusnya kamu menikmatinya Hira, jangan diam seperti patung, aku tidak menyukainya,” tegur Adnan
Dorongan pertama dan kedua terasa menyakitkan namun semakin lama-lama tidak terasa sakit lagi tetapi sesuatu yang berbeda. Hira hanya bisa menahan benda itu dengan pinggulnya saat Adnan menghentak tubuhnya.
Setelah melakukan beberapa dorongan Adnan mengeluarkan suara panjang, ia menarik tubuhnya dan terbaring di samping Hira. Hira bangkit dari ranjang lalu ia berjalan tergesa-gesa menuju kamar mandi, terlihat seperti wanita malam. Melihat Hira pergi terburu-buru Adnan merasa tidak senang.
“Aku ingin kamu berbaring bersamaku.”
“Aku tidak bisa melakukanya, ada banyak hal yang ingin aku lakukan.”
“Aku tidak ingin kamu meninggalkanku setelah kita melakukannya.”
Hira tidak menghiraukan Adnan, ia berlomba dengan waktu . Kalau sampai suaminya tidak mendapatkan penanganan yang tepat Hira takut suaminya tidak selamat.
“Apa kamu mendengarku.”
Hira hanya bisa meminta maaf dan mengalah agar Adnan mau memberikan uang yang ia minta. “Maaf.”
Ia berjalan ke kamarmandi walau tulang-tulang dan persendiannya terasa remuk tetapi ia harus berlomba dengan waktu. Dokter cantik itu mengenakan pakaian yang disimpan tadi, setelah rapi ia keluar dari kamar mandi. Adnan menatap wanita itu dengan tatapan dingin, Hira tidak bisa membaca arti dari tatapan pria tersebut. Hira sudah berjanji pada dirinya apapun yang dikatakan Adnan ia akan menerimanya yang terpenting ia bisa mendapatkan uang.
“Aku akan pulang bisa berikan uangnya padaku?” Hira bersikap seperti seorang wanita bayaran, tetapi memang itulah kenyataannya, kalau bukan karena abang dan suaminya ia tidak akan sudi datang ke rumah orang arogan dan sombong seperti Adnan.
“Berapa yang kamu butuhkan?’
“Satu Miliar.”
“Satu Miliar hanya satu kali bermain bukan itu terlalu mahal?” Lelaki itu menatap Hira.
“Bukannya kamu sudah setuju sebelumnya?” Hira protes.
“Tapi kamu tidak melayani dengan baik Nona manis. Bayaran untuk seorang wanita yang masih belum pernah disentuh pria tidak semahal itu.”
“Aku sangat membutuhkan uang itu,” ujar Hira memelas.
Adnan seakan-akan menghakiminya. “mereka yang datang padaku juga mengaku sangat membutuhkan uang.”
“Mungkin lain kali aku akan melakukannya dengan baik.” Hira tidak mau menatap mata Adnan. Ia menangis dengan diam mengusap air matanya yang mengalir deras.
Adnan mendekat, “kalau kamu mau menikah denganku ceritanya akan berbeda,” bisik Adnan.
Adnan berjalan ke arah laci lalu mengeluarkan buku cek dan menuliskan nominal seperti yang disebutkan Hira. “Aku pegang kata-katamu, lain kali kamu akan memberiku layanan yang baik karena aku sudah membayar mahal untukmu.”
Hira menerima cek di tangannya, berjalan meninggalkan villa, saat ia keluar ternyata sudah subuh, sepanjang perjalanan pulang Hira menangis tidak pernah terbesit dalam bayangannya kalau ia akan jadi seperti itu, tidak pernah terpikirkan olehnya kalau ia akan menjual tubuhnya demi uang. Namun menangis sampai mengeluarkan darah pun tidak ada gunanya, ia hanya perlu untuk tetap melangkah maju.
. Tiba di rumahnya ia berganti pakaian lalu ke rumah sakit. Tiba di sana alangkah kagetnya Hira . Di sana sudah ada Adnan.
“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Hira saat Adnan di kamar Sean, lelaki itu belum sadarkan diri.
“Aku meminta suamimu menandatangani surat perceraian kalian.”
“APA?”
“Bukannya kita sudah sepakat.” Adnan memperlihatkan sidik jari suaminya yang sudah ditempelkan pada sebuah kertas. Hira menarik tangan Adnan membawanya menjauh.
“Apa yang sudah kamu lakukan?”
“Suamimu sepakat bercerai denganmu. Ini kertas perceraian kalian.”
Bersambung