Layani Aku Kalau Kamu Mau Uang

1056 Kata
Saat malam tiba. Adnan berdiri, “kalau begitu lakukan tugasmu, mandilah terlebih dulu aku tidak mau bau tubuh suamimu menempel di badanmu.” Adnan seolah-olah olah tahu kalau Hira dan Sean baru melakukan hubungan suami istri. Hira masih terdiam seperti patung ia bahkan tidak bisa membedakan mana yang salah dan mana yang benar. Hira hanya ingin suami dan saudara laki-lakinya selamat dari kematian. "Apa kamu mendengarku! " Sentak Adnan mengingatkan Hira. Lalu melemparkan sebuah handuk model bathrobes padanya. “Gosok badanmu dengan bersih pastikan tidak ada jejak suamimu di sana.” Kata-kata itu berdengung di telinga Hira, menghantam bagian hatinya, tetapi anehnya ia tidak berontak lagi. Kalau biasanya ia akan marah saat Adnan meledek ataupun menghinanya. Tetapi kali ini ia menerima semua dengan lapang d**a. Hira berjalan menuju kamar mandi, ia melepaskan pakaiannya lalu menyimpannya dengan rapi, ia akan memakainya nanti saat keluar dari sana, berdiri di bawah semburan shower menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Tubuh yang seharusnya hanya bisa disentuh Sean suaminya tapi kali ini ia akan melayani pria lain. “Apa kamu akan mandi sampai pagi?’ Hira kaget, refleks menutup bagian bawahnya dengan telapak tangan. “Aku ingin kamu menggosok itu sampai bersih sebelum aku pakai. Pastikan tidak ada bekas suami di sana,” kata-kata kurang ajar itu keluar lagi dari mulut Kai membuat ingin meledak, tetapi ia menahan diri, ia butuh uang untuk menyelamatkan hidup Leo abangnya. Di depan Kai ia menggosok tubuhnya sampai bersih. “Kemarilah lakukan tugasmu,” titah Adnan merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Hira melepaskan handuk yang membungkus tubuhnya, kini tubuh itu benar-benar naked, ia masih berdiri dengan ragu di depan Kai, ia tidak mau menatap mata pria yang sebentar lagi akan mencicipi tubuhnya. “Kemarilah. Kamu harus merangkak dari sana” Kai merentangkan tangannya, Hira merangkak ke atas tempat tidur menghampiri tubuh Adnan, kulit mulus Hira kontras dengan cahaya lampu di kamar Adnan, d**a berisi, pinggang ramping, pinggul padat dan berisi hanya satu kata yang terlukis dari tubuh Hira ‘Seksi’ sebuah luka kecil diatas pusar jadi perhatian Adnan, ia masih ingat luka di perut Hira karena ulahnya saat mereka kecil dulu, Saat mereka kecil dulu Adnan mendorong Hira kecil dari ayunan dan perutnya terluka, luka kecil ada di pundak kiri itu juga karena ulahnya , saat membakar plastik tidak sengaja menetes ke pundak Hira. Adnan terus menatap tubuh mungil di depannya. Adnan memiliki tubuh tinggi 180 cm sementara Hira memiliki tinggi badan 160 cm jika keduanya berdiri sejajar maka Hira sebatas ketiak Adnan. Pinggang Hira ramping terlihat mungil jika di sandingkan dengan Kai. “Naiklah ke atas tubuhku, kamu harus meliukkan tubuhmu lalu cium aku,” titah Adnan padanya. Naira terlihat keberatan melakukannya, ia seorang dokter yang dihormati, rasanya berat jika ia bersikap nakal seperti itu, ia menolak. “Bisakah kita langsung melakukannya, aku harus ke rumah sakit untuk menjenguk suamiku.” “Jangan menyebut suamimu jika saat bersamaku,” tegur Adnan sinis. “Dia memang suamiku!” “Jangan melanjutkannya sebelum aku marah,” tegur Adnan. Hira masih duduk ragu di samping tubuh Adnan, “berapa lama aku harus menunggu?” Adnan marah. “Kamu boleh langsung melakukannya,” ucap Hira. Tiba-tiba Kai bangkit dari ranjang, lalu menjatuhkan tubuh Hira sampai terlentang,”aku benci menunggu Hira. Kamu hanya perlu melakukan seperti ini.” Adnan ingin mencium bibir Hira tetapi dokter cantik itu menolak. “Kamu boleh menikmati tubuhku, tapi jangan bibirku. Itu milik suamiku.” Ia mengalihkan kepalanya ke samping. Penolakan itu membuat Adnan naik vitam, ia mencengkram dagu Hira dengan kasar lalu melahap bibir mungil berwarna merah itu dengan rakus. Hira mencoba berontak dan menolak tetapi tenaganya tidak sebanding dengan pria yang menindih tubuhnya. “Aku benci penolakan, camkan itu.” “Harusnya kamu tidak memaksa, aku berhak menolak, aku tidak ingin kamu menyentuh bibirku.” “Dalam situasi seperti ini kamu tidak berhak menolak” Hira memukul dan mendorong d**a Adnan. “Aku berhak menolak!” “Tidak.” Adnan merasa jengkel, ia melepaskan tangannya yang dijadikan menopang tubuhnya alhasil seluruh beban tubuh Adnan menimpa tubuh Hira. Ia merasa bagai ditimpa tiang beton saat Adnan melepaskan tangan yang sedari tadi dijadikan penyangga tubuhnya. “Kamu berat bodoh! Menyingkir dari tubuhku.” Hira mendorong tubuh Adnan “Kenapa kamu tidak melakukannya tugasmu dengan cepat. Apa kamu tidak bisa bermain di ranjang,” ledek Adnan. “Aku bukannya tidak bisa, aku akan bermain cantik jika bersama suamiku.” Adnan semakin kesal mendengarnya, ia mundur ke ujung ranjang lalu berdiri di lantai menatap Hira dengan t amarah yang membara, lalu menarik kedua kaki Hira merentangkan kedua kakinya dengan lebar. Hira tersentak kaget, bola matanya melotot menatap Adnan, ia bisa merasakan daging kecil di bawa sana berdenyut, tangan Naira bergerak ingin menutupi bagian intinya, mata terasa panas ia ingin menangis karena malu. “Jangan menutupnya, aku ingin menikmati pemandangan indah ini.” Hira menutup matanya membayangkan bagian intimnya di lihat pria yang bukan suaminya. Sean suaminya tidak pernah melihat tubuhnya seperti itu. Hira selalu merawat tubuhnya dengan baik termasuk bagian kewanitaannya. Tetapi dia selalu merasa malu saat Sean ingin melihat tubuhnya dengan cara seperti itu, walau di bagian itu tidak ada satu bulu yang tumbuh dan terawat tetap saja Hira merasa sangat malu. “Ini sangat indah,” puji Adnan menatap Hira dengan senyuman miring. “Bisakah kamu melakukannya dengan cepat, aku ingin ke rumah sakit,” sentak Hira marah, ia sangat benci saat Adnan menatapnya penuh nafsu. Setiap kali Hira menyinggung tentang suami ataupun rumah sakit Adnan akan marah. “Apa kamu ingin permainan cepat? Baik.” Lelaki kekar itu meraih bagian sintal milik Hira mencekamnya dengan kuat. Tubuh Hira merespon . Tubuhnya menggelinjang dengan refleks. Hira bertahan sebisa mungkin, ia menahan tubuhnya agar tidak bergerak, itu salah satu bentuk penolakan darinya. Melihat Hira berdiam seperti patung Adnan tersenyum ala devil, ia memainkan jemarinya meneliti setiap inci bagian tubuh Hira dan berakhir di bawah sana, lalu satu jari meleset masuk ke dalam. Satu teriakan kecil lolos dari mulut Hira, ia membenci dirinya akan hal itu, “jangan ditahan nikmati saja setiap sentuhan yang aku berikan,” bisik Adnan suara itu berdesir di daun telinga Hira menyebabkan bulu roma tubuhnya berdiri. Melihat hal itu Adnan semakin mempermainkannya, ia mengarahkan bibirnya lalu menggigit benda kecil berwarna merah kecoklatan milik Hira. Bola mata Hira membelalak kaget, ia tidak menduga kalau Adnan akan mempermainkan tubuhnya dan harga dirinya. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN