Bab 13. Luka yang Kembali Terbuka

1120 Kata
“Cepat masuk atau gue tidak akan menemui lo lagi!” bentak Viola yang akhirnya mau tak mau harus masuk ke dalam mobil. Setelah Viola sudah benar-benar masuk ke dalam mobilnya, Zello pun berjongkok menatap orang yang masih menangis tersedu-sedu tersebut.   “Keyzia, apa kamu baik-baik saja?” panggil Zello dengan suara tercekat. Ia benar-benar tak tahu harus berbuat apa saat ini.   “Pergilah,” balas Keyzia lirih yang semakin mempererat pelukan pada tubuhnya sendiri.   “Keyzia maafkan—”   “Tidak apa, sekarang pergilah… aku akan pulang,” potong Keyzia lalu berusaha berdiri walaupun kedua kakinya masih terasa sangat lemas.   “Keyzia kumohon jangan seperti ini, biarkan aku membantu,” ujar Zello yang tak tega melihat Keyzia berjalan sempoyongan akibat kakinya yang masih bergetar.   “Memangnya apa yang bisa bapak bantu? Aku, tidak bisa disentuh,” balas Keyzia sedikit melirik Zello lalu pergi begitu saja melewati sang guru menuju arah rumahnya.   “Keyz—”   “Zello! Ayo cepat!” potong Viola yang berteriak dari arah mobilnya yang membuat Zello mengumpat dalam hati.   “Keyzia, maaf,” sesal Zello yang mau tak mau harus kembali masuk ke dalam mobil, membiarkan Keyzia yang masih berusaha keras untuk berjalan pulang ke rumahnya.   Setelah beberapa menit kemudian, akhirnya Keyzia pun sampai di rumahnya dengan selamat. Saat pintu rumah terbuka, Kania pun dibuat kaget saat melihat kondisi Keyzia yang terlihat sangat kacau. Ia pun, langsung membawa Keyzia masuk walaupun tetap tidak menyentuh tubuh putri satu-satunya itu.   “Apa yang terjadi Keyzia?” tanya sang ibu khawatir saat Keyzia kini sudah berbaring di atas ranjang.   “Tidak apa bu, Keyzia hanya ingin beristirahat,” jawab Keyzia tanpa menolehkan kepalanya ke arah sang ibu.   “Keyzia… baiklah kalau begitu besok ibu akan menanyakannya lagi jika kamu sudah siap. Ibu keluar dulu,” balas Kania yang tidak ingin terlalu memaksa sang anak. Setelah sang ibu sudah benar-benar pergi, Keyzia pun berusaha menguatkan kakinya untuk berjalan menuju pintu kamar. Setelah berhasil, barulah ia mengunci pintu tersebut dan jatuh terduduk dengan punggung yang menempel di daun pintu.   “A—aku memang kotor… tidak berguna… pembawa s**l….” Setetes demi tetes, air mata Keyzia pun kembali mengalir membasahi pipi putihnya. Ia sedang sangat tertekan saat ini.   “Ayah… kenapa waktu itu ayah datang? Kenapa yah??”   “Jika saja ayah tidak datang, pasti semuanya tidak akan menjadi seperti ini.”   “Ayah, dan ibu, pasti akan tetap bersama sampai saat ini….”   “Dan aku… akan melihat kalian bahagia di akhirat nanti….”   “Tapi sekarang, kenapa harus ayah yang pergi meninggalkan keluarga ini? Kenapa tidak aku saja?!”   “Aku tidak bisa menjaga ibu dengan baik ayah, aku hanya akan selalu menyakiti hati ibu….”   “Karena aku, ibu jadi harus menanggung semua aib memalukan itu sendirian… terlebih lagi, aku sama sekali tidak bisa memeluk ibu guna menenangkannya ayah… aku sudah cacat, mentalku sudah rusak, lantas apa gunanya aku hidup jika seperti ini caranya?? Aku tidak ingin menyakiti siapapun lagi… aku hanya ingin tenang,” ujar Keyzia dengan menekankan suara di akhir kalimatnya.   “Aku rindu ayah, sungguh….”   Setelah puas menangis untuk melupakan segala emosinya, Keyzia pun akhirnya memutuskan untuk kembali ke ranjang empuknya dan berbaring di atas sana. Matanya jauh menerawang ke arah langi-langit kamar, seolah-olah, di sana kini tengah tergambar wajah sang ayah yang selalu ia rindukan selama ini. Dan entah sudah beberapa menit berlalu, akhirnya Keyzia pun mulai tenggelam ke alam mimpinya.   ***   Di sisi lain saat ini, Zello dan Viola tengah berada di sebuah club malam yang jauh sekali dari rumah Viola maupun Zello sendiri. Ya, tentu saja, Zello yang membawa wanita itu ke sana. Saat Viola tahu bahwa Zello membawanya ke sebuah club, wanita itu pun langsung berubah menjadi lebih agresif yang membuat Zello pun mendelikkan matanya malas.   “Zello… ini tempat apa sih?” tanya Viola yang pura-pura tidak tahu.   “Tempat yang sangat menyenangkan,” jawab Zello yang kini juga berlagak menggoda agar rencananya dapat berjalan dengan lancar.   “Wah… aku tidak sabar apa yang akan menyenangkan,” balas Viola sambil mengedipkan sebelah matanya.   “Siapkan dirimu sayang,” ucap Zello dengan seringai mengerikannya.   “Aahh… kamu suka begitu…,” balas Viola yang sungguh membuat Zello benar-benar muak.   “Bro! 2 gelas wine ya!” ujar Zello pada bartender.   “Oke!” balas bartender tersebut lalu segera membuatkan pesanan Zello.   “Kenapa wine? Itu kan terlalu tinggi kadar alkoholnya,” tanya Viola pada Zello.   “Apa lo tidak pernah merasakannya? Wine itu yang paling nikmat,” jawab Zello dengan entengnya.   “Ah… begitu ya,” balas Viola yang tampak menuruti perkataan Zello saja.   “Nah, silahkan wine nya,” ucap sang bartender menyodorkan dia gelas wine yang tampak sangat cantik.   “Thanks bro!” balas Zello.   “Nah, yuk dicoba wine nya,” ujar Zello pada Viola dengan senyum liciknya.   “Wah… enak sekali ya… aku jadi mau lagi,” balas Viola setelah meneguk habis wine tersebut dalam sekali tegukan.   “Ah, minum saja punya gue,” ujar Zello sambil menyodorkan gelas miliknya.   “Makasih ya sayang…,” balas Viola lalu langsung meneguk habis milik Zello juga.   Setelah beberapa menit kemudian, Viola pun akhirnya mulai mabuk. Bagaimana tidak? Wanita itu sudah meminum 5 gelas wine hanya dalam beberapa menit. Sedangkan Zello, ia sama sekali tidak meminum minuman tersebut sedikitpun.   “Viola,” panggil Zello yang masih dengan senyum liciknya. Sedangkan Viola, gadis itu sudah benar-benar tak dalam kondisi sadar sepenuhnya.   “Apa sayang… kamu mau apa?” tanya Viola yang kini menggerayangi tubuh Zello.   “Aku ingin bertanya padamu… kamu itu sebenernya lagi kenapa sih? Aku perhatikan… belakangan ini kamu seperti sedang banyak pikiran,” jawab dan tanya balik Zello yang kini memulai aksinya.   “Apa? Um… iya… banyak… pusing… tapi puas… heheheh…,” jawab Viola yang benar-benar sudah tidak sadar.   “Memangnya kamu punya masalah apa sampai segitunya?” tanya Zello yang semakin dibuat penasaran.   “Ah… enggak kok… bukan apa-apa,” jawab Viola yang ternyata tidak langsung jujur.   “Tidak masalah Viola, kamu bisa ceritakan apapun padaku, secara aku ini kan pacarmu. Aku juga tidak akan menyebar luaskan tentang masalahmu. Percaya saja padaku, semua akan aman.”   “Beneran?? Aku bisa percaya nihh sama kamu… hnggg….”   “Iya, cerita saja… keluarin apa yang lo rasain sekarang ini. Tidak perlu tanggung-tanggung,” ujar Zello guna menyakinkan Viola.   “Um… okeeyyyy….”   “Jadi gimana?” tanya Zello yang sudah sangat tidak sabar.   “Jadi… aku tuh kesel banget sama anak cupu di sekolah…”   “Cupu? Namanya siapa?”   “Masa kamu gk kenal?”   “Mana kenal gue.”   “Itu loh si Keyra.”   “Oooh… terus-terus?”   “Ya… belum lama ini, aku tidak sengaja mencelakai dia….”   “Mencelakai gimana sih maksudnya?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN