Arum diam menatap Aslan, laki-laki itu memperhatikannya secara intens.
Aslan menatap Arum, wajah itu cantik, ya sangat cantik. Aslan tahu, bahwa dia bukanlah kekasih Emir. Emir sudah memiliki kekasih, kekasihnya Helena, yang sekarang berada di Istanbul.
"Kamu tidak bersama Helena?" Tanya Aslan, sengaja sedikit mengeraskan suaranya. Agar Arum mendengar suaranya.
Emir hanya tertawa, "tidak, Helena berada di Istanbul".
"Sejak kapan Helana pulang?".
"Beberapa bulan yang lalu, ada kerjaan disana".
Emir kembali menatap Arum, Arum terlihat tenang. "Arum, saya kesana sebentar. Saya menghampiri Zaenal setelah ini kita pulang".
"Iya tidak apa-apa, saya tunggu disini" Emir lalu melangkah menjauh.
Aslan tersenyum penuh arti, ia mendekati Arum. Sepertinya wanita itu tidak menyukai kehadirannya. Sementara Arum, ada perasaan tidak suka kepada laki-laki bernama Aslan itu. Entahlah, Aslan terlihat menyeramkan, matanya begitu tajam dan rahangnya mengeras ketika ia berucap.
"Saya pertama kalinya melihat kamu disini, apakah kamu kekasih Emir?" Tanya Aslan memastikan status Arum.
"Bukan, saya temannya" ucap Arum sekenannya.
Aslan kembali menatap Arum, "saya senang berkenalan denganmu".
"Iya, sama-sama".
Arum lalu melangkah menjauh, tapi Aslan menahannya dengan tangannya. Arum otomatis menoleh menatap Aslan. Aslan menarik tangannya mendekat, Arum hanya diam, ketika tangan hangat dan kasar itu terasa dipermukaan kulitnya. Arum merasakan hembusan nafas Aslan dipermukaan wajahnya.
"Lepaskan tangan kamu" ucap Arum.
Sepertinya Aslan nekat mendekatinya seperti ini, wajah Asalan mendekat, hingga di sisi lehernya. "Jadilah kekasih saya" bisik Aslan.
Wajah Arum memanas, sumpah ia baru pertama kalinya melihat laki-laki tidak tahu sopan santun kepadanya. Pernyataan tidak masuk akal, menjadikannya kekasih? Ya Tuhan, apa ia tidak salah dengar? Bagaimana laki-laki itu bisa menyatakan seperti itu, kepada wanita yang baru ditemuinya beberapa menit yang lalu.
"Dasar tidak sopan" ucap Arum, ia lalu menyentak tanganya sekali hentakkan. Hentakkan itu terlepas.
Aslan tertawa, ia kembali menatap Arum, dan wajahnya terlihat serius. Baru kali ini ada seorang wanita menolak pesonanya.
"Jangan berharap kamu bisa mendekati saya" ucap Arum ketus.
"Dan kamu, bersiaplah menjadi kekasih saya" ucap Aslan, ia menyentuh wajah Arum.
"Tidak akan pernah" ucap Arum.
Arum menjauhi Aslan, ia lalu berlari keluar dari ballroom. "Dasar, laki-laki Sinting!". Arum menggerutu dalam hati.
Aslan kembali mengejar Arum, entah apa yang ada didalam pikirannya. Ia ingin sekali menjadikan Arum kekasihnya. Aslan yakin Arum bukan wanita sembarangan. Aslan menarik tangan Arum dan menyeretnya hingga di pojok ruangan.
"Kita tidak saling kenal, siapa kamu? kenapa kamu mengikuti saya" ucap Arum.
"Saya ingin kamu bersama saya" ucap Aslan.
Arum menatap Aslan, bulu-bulu halus di permukaan wajahnya terlihat rapi. Arum menarik nafas, Arum akui Aslan tampan. "Kamu gila? Bahkan saya baru mengenal kamu beberapa menit yang lalu. Bagaimana bisa saya bisa menjadi kekasih kamu".
"Jadi kamu ingin saya mengenal kamu dulu? Apakah dengan pendekatan?".
"Oh Tuhan, kenapa saya dipertemukan laki-laki sinting seperti kamu" Arum kesal.
"Arum!!!" Emir berlari menghampirinya.
Aslan lalu melepaskan cekalannya. Aslan kembali menatap Arum, "Pahlawan penyelamat kamu sepertinya sudah datang" gumam Aslan.
Emir menatap Arum dan Aslan berada di sudut lobby, Emir dari tadi mencarinya, ternyata mereka disana. Emir tidak terlalu suka melihat Aslan mendekati Arum. Mengingat Aslan mempunyai reputasi buruk terhadap semua wanita. Arum merasa lega, ketika Emir datang menyelamatkan dirinya terhadap Aslan.
"Ayo kita pulang" ucap Emir. Emir lalu menarik tangan Arum. Ia berhenti sejenak kembali menatap Aslan.
"Jangan pernah mendekati dia".
Emir lalu menarik tangan Arum, meninggalkan Aslan mematung menatapnya. Aslan mantap itu dengan penuh arti. Ia tidak akan berhenti begitu saja. "Saya pasti akan mendapatkan kamu" gumam Aslan.
Sepanjang perjalanan hanya hening, Arum tidak bersuara. Arum tidak ada niat untuk memulai percakapan.
"Saya tidak suka, kamu dekat dengan Aslan".
"Saya tidak dekat dengannya, dia mengejar saya, mengikuti saya dan dia sangat mengerikan" ucap Arum penuh emosi.
"Teman kamu itu tidak tahu sopan santu, baru kali ini saya melihat laki-laki sinting seperti dia" timpal Arum lagi.
Emir tidak sempat memotong pembicaraan Arum, wanita itu malah tidak berhenti berucap. Emir yang awalnya ingin menasehati Arum, malah dirinya mengalah.
"Oke, sebaiknya menjauh darinya. Dia memang sangat mengerikan".
Emir tertawa, ia melirik Arum, walau wanita itu penuh emosi. Wajahnya tetap terlihat cantik.
*******
Keesokan harinya Arum kembali beraktivitas seperti biasa. Arum menyiapkan sarapan untuk Emir. Arum mengikat rambutnya seperti ekor kuda. Emir menatapnya dari kejauhan, dress kuning yang dikenakan Arum membuat ia terlihat lebih segar. Emir lalu berjalan mendekat, ia lalu duduk menyesap teh hangat itu. Emir makan sandwich tuna buatan Arum dalam diam.
"Kamu pulang jam berapa?" Tanya Arum.
"Malam mungkin, kenapa?" Emir menyesap tehnya kembali.
"Saya ingin ijin keluar sebentar, ingin membeli beberapa keperluan saya" ucap Arum.
"Apakah kamu perlu uang?".
"Tidak, saya masih ada uang. Saya hanya ingin membeli keperluan wanita saja, di supermarket kemarin".
Emir kembali manatap Arum, "ya tentu saja boleh. Jika kamu perlu uang, segera kasih tahu saya".
'Tidak, saya masih ada uang. Saya bahkan belum genap sebulan kerja bersama kamu".
"Ya sudah hati-hati kalau begitu. Saya pergi kerja dulu" ucap Emir.
Emir melangkahkan kakinya menuju pintu utama. Disusul Arum dari belakang.
******