Seminggu setelah kejadian dikantor Edgar tempo hari, Dira ataupun edgar tidak ada yang mulai mengeluarkan suara, mereka saling diam satu sama lain.
Seperti pagi ini mereka berdua sarapan bersama tapi tidak saling bicara. Edgar biasa makan dengan ketenangan seperti sekarang, tapi Dira mulutnya sudah gatel sebenarnya tapi gengsi.
Dira kaget saat pagi ini Vika datang ke mansion Edgar dan langsung mencium pipi kiri kanan kiri bergantian, dan Edgar diam saja sambil melirik Dira dia sengaja memancing dan membuat Dira panas.
"Pagi cantik, Kamu sudah sarapan?" Tanya Edgar pada Vika.
"Belum, karena kamu menghubungiku pagi-pagi sekali minta aku datang jadi aku langsung kesini setelah kamu telpon," jawab Vika, Edgar memanggil salah satu pelayannya dan meminta mereka menyiapkan sarapan untuk Vika.
"Kamu mau sarapan apa?"
"Sayang, apa kamu sudah lupa makanan kesukaanku?"
Edgar tersenyum mendengar jawaban dari Vika, lalu dia memesan sarapan pada pelayan itu untuk Vika.
Dira hanya diam mendengar dan melihat percakapan Edgar dan Vika, dia berusaha menahan sampai sarapannya habis, dan ketika Dira hendak meninggalkan meja makan bersamaan dengan dering ponselnya, dia lihat nama pemanggilnya ~mami calling~
Dira sengaja mengangkatnya disana menggunakan bahasa Korea yang Edgar dan Vika tidak mengerti, mungkin Edgar mengerti sedikit-sedikit tapi tidak lancar.
Dira menjatuhkan dirinya duduk dikursi makan, tubuhnya lemas setelah mendengar kabar dari mami kalau salah satu dari anak kembarnya dirawat dirumah sakit indikasi usus buntu dan harus dioperasi.
"Iya, aku akan pulang sekarang juga," itu kata-kata terakhir yang Edgar tangkap sebelum Dira berlari sekuat tenaga dan menaikin dua anak tangga sekaligus menuju lantai dua kamarnya. Merasa ada sesuatu yang tidak baik Edgar menyusul Dira, saat Edgar sampai kamar, Dira sesang berkemas memasukan pakaiannya kedalam koper.
"Sayang, ada apa? Siapa tadi yang telpon? Kenapa kamu tiba-tiba berkemas seperti ini?" Edgar memberondong pertanyaan.
"Bukan urusan mu! Urus saja wanitamu dibawah sana," jawab Dira ketus, rahang Edgar mengeras terlihat ekspresi marahnya.
"Apapun yang berurusan denganmu tentu menjadi urusanku dira karena kamu calon istriku!"
"kalau aku calon istri mu lalu siapa wanita dibawah itu? Calon istri kedua kamu?"
Edgar terkekeh mendengar ucapan Dira, dan Dira semakin emosi dibuatnya dan langsung meninggalkan Edgar yang masih tertawa disana sambil memegang perutnya. Dira menuruni tangga dengan kesal.
"Kak Dira mau kemana?" Tanya Vika lembut membuat Dira heran, kemana perginya Vika yang genit centil dan manja itu.
"Biarkan saja dia pergi, Vi" teriak Edgar dari lantai atas.
"Sudah kebiasaannya setiap ada masalah dia selalu kabur entah kemana tanpa memberikan orang lain untuk menjelaskan," ledek Edgar,
Dira hanya diam saja menanggapi Edgar, karena fokusnya sekarang ada pada anak kembarnya yang terbaring dirumah sakit. Dira menghubungi asistent pribadinya yang berada di Korea agar memesankan tiket pesawat untuk dirinya.
***
Dira duduk di sofa ruang keluarga menunggu kabar tiket yang dipesan oleh asistent pribadinya, berulang kali dia mengecek email tapi tak kunjung ada.
"Kak Dira serius mau pulang ke Korea?" Tanya Vika, Dira hanya melirik tajam padanya.
"Bukannya seharusnya kamu senang kalau saya pergi?" Kata-kata Dira sudah ketus dan tidak enak didengar.
"Vika mau minta maaf, Kak." wajah Vika berubah memelas serius berharap Dira memaafkannya.
"Soal apa?" Dira melembut karena bingung dengan perubahan sikap Vika.
"Aku dan bang ed itu sebenarnya hanya sepupuan," ucap Vika sambil nyengir menunjukan giginya yang putih rapih.
"Seperti kamu dan sultan, Vika itu adik sepupu saya yang baru kembali dari Belanda," Edgar menjelaskan, Dira menarik nafasnya dia keki merasa dipermainkan oleh kedua orng itu.
"Aku mau tau perasaan kamu sama aku, kalau kamu cemburu berarti kamu ada sesuatu, benarkan?", "Dan sebaliknya kalau kamu biasa saja saat Vika datang berarti kamu sama sekali tidak ada perasaan apa-apa sama aku," Edgar kembali menjelaskan pada Dira.
"Kalau kamu menguji aku seperti itu, berarti kamu tidak percaya padaku, sebuah hubungan tidak akan bertahan jika awalnya saja tidak ada kepercayaan, lebih baik kita batalkan saja pernikahan kita, aku rasa Rae juga tidak akan keberatan," ucap Dira dingin,
"Sayang, maaf ... bukan maksud aku seperti itu" edgar mulai gusar, terlebih dira akan pulang kekorea, ponsel Dira berbunyi satu buah email masuk dan itu tiketnya. Dira beranjak dari sofa menuju mobil yang sudah menunggunya sejak tadi. Edgar berlari mengejar Dira dan menarik tangan Dira.
"Sayang, please jangan marah seperti ini, aku cuma bercanda," Edgar bela diri
"Bercanda kamu gak lucu,"
"Aku minta maaf okey? Maafin aku yah, tolong jangan batalkan pernikahan kita, aku sudah sangat lama menunggu momment ini, aku sayang kamu, aku cinta kamu, aku tidak mau kehilangan kamu." Mohon Edgar, tapi dira abaikan karena masih merasa kesal telah dipermainkan, untuk apa dia mengujinya.
"Kak, bang Ed gak salah, ini semua ideku, awalnya dia gak setuju karena dia amat sangat yakin sama dirimu, aku yang memaksanya," bela Vika "Tolong jangan batalkan pernikahan kalian karena kalau itu terjadi aku yang paling merasa bersalah, aku biang keladi atas semua kekacauan ini," lanjut Vika dia memeluk Dira seperti anak kecil yang memohon pada mamanya.
"Sudahlah Vika ini bukan salah kamu sepenuhnya kalau dia tidak menyetujuinya ide konyol kamu tidak akan terrealisasikan." Dira masih bersi keras dengan pendiriannya.
"Tapi kak ..."
"Sudahlah Vi, percuma kamu memohon, dia itu keras kepala dengan pendiriannya," Edgar tidak lagi mau memohon pada Dira, dia tipikal orang yang tidak mau memaksakan perasaan seseorang.
"Ta-tapi bang Ed ..." ucapan Vika terputus saat Edgar menerima telpon dari Rhea.
Kening Edgar berkerut kenapa princess-nya menghubunginya. Dira yang hendak masuk kedalam mobil mengurungkan niatnya ketika tau anak perempuannya menghubungi calon papa sambungnya itu
Edgar mengangkat telponnya dengan menspeakernya agar bisa didengar semua.
"Papa Ed, papa dimana? Apa sudah berangkat sama mama ke Korea?" Tanya Rhea tanpa salam terlebih dahulu.
"Mama baru mau pergi ke bandara,"
"Loh papa gak ikut? Tobias dari tadi tanyain papa terus setelah selesai operasi,"
"Operasi?" Mata Edgar membola melihat Dira, kenapa Dira tidak menceritakan padanya kalau salah satu anak kembarnya operasi.
"Ck! mama gak bilang sama papa kalau Tobias operasi usus buntu?" Ucap Rhea, kepala Edgar menggeleng.
"I-iya cerita tapi hanya cerita kalau Tobias sakit perut dan indikasi usus buntu," Edgar berusaha menutupi.
"Ya sudah yah pa, kalau papa gak bisa ikut gak apa-apa nanti aku bilang Tobias kalau papa lagi sibuk," Rhea langsung mematikan sambungan telponnya.
TUT!...
"Kenapa gak bilang ke aku kalau Tobias sakit?" Tanya Edgar pada Dira
"Kamu sibuk dengan permainan kamu dan Vika, kapan aku bisa cerita?"
"Jangan seperti anak kecil, liebe!"
"Yang seperti anak kecil siapa?Siapa yang suka bermain-main dengan perasaan orang?"
Edgar mengacak-acak rambutnya frustasi dia kesal kenapa semua jadi seperti ini.
Kemudian dia menghubungi asisten pribadinya untuk menyiapkan pesawat jet pribadinya untuk penerbangan sekarang juga ke Korea.
Edgar sudah lama memiliki Jet pribadi yang dia sewakan tapi baru beberapa kali dia sendiri terbang dengan Jet itu.
"Masuk mobil, kita berangkat sekarang," Edgar menarik lengan Dira agar masuk kedalam mobil disusul dirinya masuk mobil setelah Dira.
"Kamu mau ikut?" Tanya Edgar pada Vika, dijawab dengan gelengan kepala
"Gak bang, aku disini aja mempersiapkan pernikahan kalian," jawab Vika dengan kedipan sebelah mata genitnya.