Seminggu Dira dan Edgar di Korea dan menginap dirumah orang tua Rae, Dira mau memastikan kondisi Tobias benar-benar pulih baru mereka pulang ke Jerman, beruntung Edgar juga sangat peduli dengan anak sambungnya itu malah manjanya Tobias lebih besar ke Edgar dari pada ke Dira, mungkin karena anak cowo lebih care pada papanya.
Pernikahan mereka pun mau tidak mau harus ke pending.
Sore hari saatnya 'tea time' ngopi-ngopi syantik kalau kata Dira dulu saat dia masih single dan bisa sesekali hang out bersama teman-temannya tapi itu juga sangat jarang, kesibukan Dira kuliah sambil bekerja menyita banyak waktu dan membuat masa muda dira serasa direnggut oleh waktu.
Dira membuat kopi untuk Edgar dan dirinya lalu membawanya ke teras belakang rumah menaruhnya dimeja dekat laptop Edgar, wajah serius pria itu terlihat menawan dimata Dira saat ini, Edgar menggunakan kaca mata minus saat bekerja, memang seharusnya Dokter mata sudah menganjurkan dia menggunakan kacamata tapi dia merasa pegal jika memakainya terus menerus, pikirnya hanya minus satu belum terlalu mengganggu penglihatannya kecuali saat dia bekerja didepan laptop atau sedang meeting dengan klien atau tanda tangan berkas dia perlu mempertegas penglihatannya baru dia kenakan kaca matanya.
"Apa aku seganteng itu sampai kamu terpesona?" ucap Edgar dengan mata masih tertuju ke layar monitor laptopnya.
"Isshh! GR!" Dira menabok pipi Edgar pelan. Membuat Edgar terkekeh.
"Makasih kopinya, Liebe." ucap Edgar lalu dia menyeruput kopi buatan Dira.
"Hmmm ... kopi buatan kamu enak banget loh, pass rasanya, kopi yang di cafe kalah." puji Edgar
"Gombal terus!"
"Serius, aku selalu jujur kalau enak aku katakan enak, kalau tidak yah tidak?" Dira hanya mengangguk mendengar Edgar berbicara dan dia memakan cookies buatan bunda, merasa kue itu enak dia membaginya dengan Edgar, menyuapi Edgar sebuah cookies.
"Enak?" tanya Dira
"Enak, tapi lebih enak lagi kalau disuapinya seperti ini," Edgar menaruh potongan kecil di mulutnya lalu menyuapi langsung ke mulut Dira diakhiri dengan ciuman.
"Lebih enak kan?" Edgar memastikan, dan Dira mengangguk.
"Anak-anak, mami dan papi jam berapa pulang?" tanya Edgar,
"Katanya nanti malam," jawab Dira sambil menyeruput kopinya.
Mendengar itu Edgar melepas kacamatanya merapatkan tubuhnya merangkul pundak Dira lalu berbisik mesra,
"Kalau begitu boleh gak secelup dua celup?" Bisik Edgar dan dia memberikan sentuhan sensual dengan ujung hidungnya kecuping telinga Dira, membuat Dira meremang.
"Gak bisa, aku lagi datang bulan" alasan dira membuat Edgar menatapnya heran keningnya berkerut
"Menstruasi" Dira memperjelas karena Edgar tidak banyak mengerti kosa kata tentang kewanitaan.
Mendengar kata-kata Dira Edgar langsung menjauh dan tepok jidat, mengusap wajahnya dengan kedua tangannya, main solo lagi batin Edgar.
"Sabar yah papa Ed sayang?" goda Dira berbisik ditelinga Edgar dengan sensual membalas apa yang pria itu lakukan tadi pada dirinya.
"Jangan menggodaku, Liebe." Edgar kesal karena adiknya sudah tegak berdiri tapi tidak bisa melampiaskan pada tempatnya.
Dira tertawa renyah lalu pergi meninggalkan Edgar, kalau dia disana terus bisa langsung diterkam Edgar pikirnya.
Melihat kondisi Tobias sudah membaik jahitannya sudah mengering, Dira dan Edgar berpamitan kembali ke Jerman untuk mempersiapkan pernikahan mereka.
Mereka juga berpamitan kerumah orang tua Dira dan tidak lupa mampir ke rumah peristirahatan terakhir Rae makam suami pertama Dira, daddy dari ketiga anak-anaknya.
Dira dan Edgar kembali ke jerman menggunakan pesawat penumpang biasa kelas bisnis tentunya, karena pesawat jet pribadinya sedang disewa oleh artis papan atas terkenal disana, Edgar juga tidak pernah memaksa harus menggunakan jet pribadi kecuali urgent.
***
Berlin - Jerman
Bandar Udara Frankfurt am Main, 15 jam 45 menit lamanya penerbangan mereka, duduk di bisnisclass tetap saja membuat tubuh Dira dan Edgar lelah.
Keluar dari bandara mereka dijemput oleh mobil dan supir pribadi Edgar yang sudah disuruh stand by disana.
Edgar menarik satu koper besar milik Dira dengan satu tangannya dan satu tangannya merangkul pinggang Dira, ketika berangkat Edgar tidak membawa koper atau pakaian sehelaipun karena mengejar kondisi Tobias, disana dia membeli beberapa pakaian dan meninggalkannya di Korea agar suatu hari dia menginap disana pakaiannya sudah tersedia, makanya ketika pulang dia hanya membawa satu koper milik Dira saja.
Sampai di lobby bandara sopirnya sudah melihat tuannya dari kejauhan langsung menghampiri dan membantu membawakan koper yang dibawa Edgar dan memasukannya kedalam bagasi mobil, Edgar membukakan pintu untuk Dira, setelah Dira masuk mobil kemudian baru dia masuk dan menutup pintu mobilnya.
"Sudah tuan?" tanya supirnya
"Sudah, jalan!" perintahnya
***
Tiba di mansion,
"Kamu istirahat yah, kalau ada sesuatu aku diruang kerjaku," ucap Edgar, dia mencium pipi Dira singkat lalu masuk kedalam ruang kerjanya, Dira menggelengkan kepalanya melihat Edgar yang selalu sibuk kerja.
"Tuan memang seperti itu non, kerja kerja dan kerja saya rasa dalam mimpinya juga dia kerja," ucap salah satu pelayan kepercayaan Edgar saat dia membawakan koper Eira kedalam kamar.
Sampai dikamar Dira langsung ke kamar mandi berendam dibathtub dengan air hangat dapat membuat relax tubuhnya, setelah dirasa cukup lama Dira beranjak dari sana dan mengenakan bathropenya baru dia keluar dari kamar mandi.
Berganti pakaian dengan kaos longgar dan celana jins belel pendek kalau sudah seperti itu penampilannya seperti anak remaja yang baru lulus sekolah, banyak orang berkomentar kalau Dira pakai seragam SMA masih pantas.
Perawatan diri yang dira lakukan rutin membuat dirinya awet muda.
***
Dira masuk kedalam ruang kerja Edgar hendak mengajaknya makan malam, tapi calon suaminya itu masih sibuk menelepon kliennya.
Sambil menunggu Edgar yang masih disibuk dengan kliennya, Dira melihat-lihat lemari buku koleksi Edgar perpustakaan kecilnya itu lengkap dengan semua buku-buku ilmu bisnis, dia teringat ucapan Edgar tentang satu buku mempelajari mimik seseorang, lama dia cari membaca satu demi satu deretan judul buku yang tertata rapih disana, tiba-tiba Edgar memeluknya dari belakang dan meletakan dagunya dibahu Dira lalu mencium pipi Dira,
"Kamu cari buku apa, Liebe?" tanya Edgar setelah dia mencium gemas pipi Dira
"Buku yang kamu janjikan itu," kening Edgar berkerut mencoba mengingat sesuatu, setelah dia mengingatnya langsung dia ambil dan berikan pada Dira.
"Ini bukan?" Edgar memastikan, dan Dira mengangguk setelah membaca judulnya
"Aku pinjam yah," ucapnya
"Ada harga sewanya dong,"
"Berapa?"
"Satu hari bayarnya satu ciuman dan pelukan mesra, kamu mau sewa berapa lama?"
"Selamanya,"
"Dengan senang hati, Liebe."
Emang maunya Edgar dicium dan dipeluk Dira setiap hari bukan? Dira tau itu hanya modus Edgar aja.