PART. 10 RASHID KHASTANA

1021 Kata
Setelah misi menyenangkan hati kedua adik dan kedua keponakan Edward, Bella kembali ke rumah keluarga Khastana sebagai Issabella Aurora. Pelajaran menari dan menyanyi dilanjutkan lagi. Edward beberapa kali menghubungi Bella, tapi mereka hanya bicara basa basi saja. Malika juga sudah kembali pulang, Malika mengatakan kalau Edward yang memintanya segera pulang. Malika berusaha memanas-manasi Bella, dengan bercerita tentang aktifitasnya bersama Edward selama ia tinggal di apartement Edward. Tapi Bella hanya menampilkan raut wajah dan sikap biasa saja saat mendengarnya. Bella enggan menanggapi sikap Malika yang menurutnya terlalu kekanak-kanakan. Malika merasa kesal karena ceritanya tak memberi dampak apa-apa pada Bella. Saat Bella berada sendirian ingin menuju tempat latihan menari, Malika mendekatinya. "Aku curiga, sebenarnya kalian tidak saling mencintai, Bella. Aku curiga Edward hanya membayar kamu untuk menjadi pasangan sandiwara saja. Agar nenek tak lagi mendesaknya untuk segera menikah." Malika mencibir Bella. Bella tersenyum. "Terserah bagaimana tanggapan anda, Nona Malika. Apapun yang anda pikirkan tentang hubungan kami, tidak akan merubah apa yang ada di antara kami berdua. Saya tidak perlu berusaha meyakinkan anda tentang cinta kami berdua." Bella bicara dengan santai. Sikap yang membuat Malika semakin kesal padanya. "Akan aku buktikan kalau kalian sebenarnya bukan kekasih sungguhan." Malika mengancam Bella. "Lakukan saja apa yang ingin anda lakukan. Silakan buktikan apa yang ingin anda buktikan. Saya tidak peduli. Yang pasti, Edward sudah menjadi milik saya dan anda tidak akan pernah bisa memilikinya. Maaf saya harus latihan menari. Saya tidak punya waktu untuk melayani anda bicara." Tanpa menunggu tanggapan Malika, Bella melangkah pergi ke ruangan tempat ia latihan menari. Meski tak melihat, tapi Bella yakin, saat ini Malika menatapnya dengan penuh kebencian. Bella tak peduli dan tak merasa khawatir dengan ancaman Malika. Bagi Bella, Malika hanya gadis manja yang sedang berusaha meraih impian dengan cara apapun juga. Andai Malika berbuat jahat kepadanya, Bella yakin seluruh keluarga Khastana akan berada di belakangnya, karena semua orang di rumah nenek tahu, seperti apa Malika. * Malam ini, Bella dan keluarga Khastana sedang duduk di ruang tengah. Mereka sedang menunggu makan malam selesai disiapkan. Bella tidak merasa canggung lagi berada ditengah keluarga Khastana, meski Edward tak bersamanya. Nenek yang awalnya terasa sedikit menakutkan, ternyata sosok yang sangat menyenangkan. Beliau orang yang tegas dan disiplin, tapi bukan orang yang kaku dan kuno. Nenek cukup update dengan apa yang terjadi di dunia. Mereka dikejutkan dengan kedatangan putra dari adik kakek Edward. Namanya Salman Khastana. Salman datang bersama istrinya, Maura Khastana, dan putra mereka Rashid Khastana. Nenek dan yang lain sangat senang dengan kedatangan mereka. Nenek memperkenalkan Bella sebagai calon menantu di rumah mereka kepada keluarga Salman. Tatapan Rashid terus tertuju pada Bella, matanya seperti enggan berpindah objek pandangan. Bella bukannya tidak tahu Rashid sangat intens menatapnya, tapi ia berusaha tidak menghiraukan itu. Seperti biasa, acara makan malam selalu dihiasi dengan berbagai obrolan. Maura Khastana banyak bertanya tentang Bella. Nenek menjelaskan asal usul dan siapa Bella. Bella senang, nenek malu memperkenalkan Bella sebagai asisten pribadi Edward. Nenek juga tidak malu menceritakan kalau Bella besar di panti asuhan. Usai makan malam, Rania, Nania, Aina, dan Aima mengajak Bella duduk di atap rumah. Atap rumah keluarga Khastana didesain sebagai taman yang indah, mereka bisa duduk-duduk atau berbaring diatas rumput sambil menatap indahnya langit malam. Bella sungguh menyukai tempat itu. Menatap langit sejauh mata memandang tanpa halangan. Menatap indahnya kota tempat tinggal keluarga khastana yang berhias gemerlap lampu yang indah. Seluruh kota seakan terlihat dari tempat di mana ia berada saat ini. "Pemandangan yang indah." Tiba-tiba Rashid sudah ada di dekat mereka. "Paman Rashid!" Keempat gadis itu berseru kaget. "Rania, Nania, Aina, dan Aima kalian harus sekolah besok, seharusnya saatnya kalian pergi tidur sekarang," ujar Rashid. "Hhh, katakan saja kalau Kak Rashid mau berduaan dengan Kak Bella. Awas ya jangan macam-macam dengan Kak Bella. Kak Bella itu calon istrinya Kak Edward!" Nania memperingatkan Rashid dengan maksud hanya bercanda. "Iya aku tahu. Sejak kapan aku jadi perebut milik orang? Tidak akan pernah. Apalagi milik saudaraku sendiri. Aku hanya ingin mengobrol saja dengan Bella. Siapa tahu Bella punya kembaran yang bisa aku jadikan calon istri juga," jawab Rashid sembari terkekeh pelan. "Kami pegang ucapan Kakak." Rania, Nania, Aina dan Aima turun dari atap rumah, membiarkan Bella hanya berduaan dengan Rashid. Tinggal Bella dan Rashid berduaan. "Kata Nenek, kamu tadinya asisten pribadi Edward, benarkah?" Tanya Rashid. "Iya." Bella tak mengalihkan tatapan dari pemandangan di hadapannya. Pemandangan malam yang sungguh indah. "Tapi setahuku Edward pernah berkata, dia tidak ingin asisten pribadi wanita." Rashid meragukan hal itu. "Uncle Albert yang memilihku." Bella menoleh pada Rashid sesaat. Lalu kembali menatap indahnya malam. Sosok Rashid yang tinggi, tegap, tak kalah ganteng dari Edward tak bisa mengalihkan perhatian Bella dari keindahan di hadapannya. "Oh ya!? Kenapa Albert memilih kamu, Bella?" Rashid penasaran, karena Rashid tahu seperti apa Albert. Albert bukan orang yang bisa cepat menyukai seseorang, apalagi bisa cepat mempercayai orang yang baru dikenal. Albert sangat protektif pada Edward. Albert menjaga Edward seperti anaknya sendiri, meski begitu Albert tak berani mengusik kesenangan Edward. Bella mengangkat bahunya. "Aku tidak tahu." Kepala Bella menggeleng. Bella merasa alasan Albert memilihnya tidak seperti yang Albert kemukakan padanya. "Yang aku tahu, Bella. Edward bukan pria yang suka terikat dan Edward juga tidak percaya adanya cinta, tapi mengapa tiba-tiba dia ingin menikahi kamu?" Rashid terus berusaha mengulik tentang hubungan Edward dan Bella. Sekali lagi Bella menggeleng. "Aku tidak tahu, anda bisa tanyakan sendiri kepada Edward nanti," jawab Bella. "Kamu betah tinggal di sini, Bella?" "Ya. Aku jatuh cinta pada tempat ini." "Hmmm, jujur aku katakan, Bella, kamu sangat menarik. Aku yakin banyak pria yang sekali pandang langsung jatuh cinta padamu." "Terima kasih." Bella tersenyum. "Tapi menarik saja tidak cukup pastinya, untuk membuat Edward rela melepaskan gelar lajang terseksi nya. Itu membuatku penasaran, Bella, membuatku ingin mengenalmu lebih jauh lagi." Mereka saling tatap. Rashid menatap Bella dalam, seakan ingin menyelam ke dasar hati Bella. Bella tersenyum manis. "Aku hanya wanita biasa, Rashid. Cerita hidupku bagai Cinderella yang beruntung karena bertemu pangeran tampan bernama Edward Khastana." Mata Bella balas menatap mata Rashid. Mereka tak menyadari, sepasang mata tengah memperhatikan mereka dari balik tanaman bunga yang ada di dekat puncak tangga. Mata itu bersinar tajam, setajam pisau yang siap merobek benda dihadapannya. *
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN