JEBAKAN

1431 Kata
4. JEBAKAN   Ocha menatap deretan jam tangan yang terpampang indah di lemari kaca yang berada di hadapannya. "Ki, menurut lo bagus yang mana?" tanya Ocha meminta pendapat kepada Aski.   "Semuanya bagus, lo pilih aja satu, dia pasti suka kok."   "Mbak?" panggil Ocha pada pelayan toko itu.   "Iya, ada yang bisa saya bantu?" ucap sang penjaga toko itu.   "Jam tangan yang pas buat cowok manis yang mana ya? Saya bingung pilih yang mana."   Pelayan itu tersenyum kemudian mengangguk. Ia  mengambil salah satu jam tangan yang terbilang cukup elegant. "Ini, Mbak."   "Ki, bagus ya?" tanya Ocha dan di balas anggukan oleh Aski.   "Ya udah, Mbak, yang ini aja."   "Ditunggu ya, Mbak." Pelayan itu segera membungkuskan jam tangan itu ke dalam paperbag kemudian memberikannya pada Ocha. "Ini Mbak, totalnya enam ratus dua puluh ribu."   Ocha mengeluarkan dompetnya lalu memberikan uang seperti yang pelayan tadi bilang.   "Terima kasih sudah berbelanja ditoko kami," ucap pelayan itu sopan.   Ocha dan Aski langsung pergi setelah membalas ucapan pelayan itu. "Udah gak ada yang dibeli lagi kan Ki? Pulang aja yuk, gue cape," ucap Ocha.   "Iya dah," balas Aski. Kemudian keduanya berjalan pergi meninggalkan mall itu.   *****   Pukul 19:22   Ocha menatap pantulan dirinya sendiri di cermin, kemudian tersenyum bangga akan penampilanya. Malam ini Ocha menggunakan gaun berwarna merah di atas lutut tanpa lengan, ia  juga menyanggul rambutnya dan menyisakan beberapa helai rambut di pelipisnya. Di tambah lagi heels yang tak begitu tinggi, menjadikan Ocha tampil seperti wanita dewasa, bukan anak sekolahan.   "Cantik juga ya gue. Eh tapi kan gue emang udah cantik dari sononya," guman Ocha pada dirinya sendiri.   "Woy Cha? udah belum, sih? lo dari tadi lama amat," teriak Aski dari luar kamar Ocha.   "Sabar, ini udah selesai kok!" balas Ocha, kemudian segera mengambil tas selempang mini miliknya. Ocha membuka pintu kamarnya yang terus diketuk dengan tak sabaran oleh Aski.   "Dah, yuk!" ujar Ocha pada Aski yang penampilanya tak jauh beda darinya, hanya saja Aski membiarkan rambut sebahunya tergerai indah.   "Dari tadi lo ngapain mulu sih? Lama amat. Bulukan gue nungguin lo," cerocos Aski sembari berjalan menuruni tangga bersama Ocha.   "Nyanggul ini," ucap Ocha seraya menunjuk rambutnya yang disanggul indah.   Sedangkan disebuah restauran terkenal, Raffa sedang mengadakan meeting bersama rekan kerjanya. "Apakah ada yang ingin ditanyakan tentang proyek saya ini?" tanya Raffa setelah menjelaskan proyeknya.   "Tidak ada, penjelasan anda sudah cukup dan membuat saya tertarik untuk bekerja sama dengan anda,"  ujar sang client.   "Terima kasih. Senang berkerja sama dengan Anda." Raffa tersenyum ramah. Ia langsung berjabat tangan dengan rekannya, setelahnya ia segera membereskan laptopnya.   "Permisi," pamit Raffa, kemudian berjalan keluar dari restauran itu. Namun, saat hendak keluar, seorang pelayan tiba-tiba saja lewat dan tak sengaja menumpahkan semangkuk besar sup yang ia bawa ke kemeja putih Raffa.   "Maaf Pak, saya gak sengaja," ucap pelayan itu dengan takut, lalu segera membersihkan kemeja Raffa dengan serbet yang dibawanya.   Bukanya bersih kemeja Raffa tambah kotor.   "Tak usah, biar saya saja," ucap Raffa sedikit kepanasan karena sup yang dibawa pelayan tadi cukup panas.   "Sekali lagi, saya minta maaf, Pak," ujar pelayan itu seraya menundukan kepalanya.   "Tidak apa-apa," balas Raffa. Kemudian ia segera pergi dari  restauran itu dan berjalan masuk ke mobilnya.   Raffa menjalankan mobilnya menuju salah satu hotel di Jakarta, hotel itu biasanya ia tampati saat sedang sempat saja mengunjungi Jakarta.   Kembali pada Ocha dan Aski, saat ini mereka sudah berada di hotel tempat dimana mantan Ocha merayakan ultahnya. Ocha berjalan dengan anggun ke arah mantannya bersama Elang yang menjadi gandenganya. Sedangkan Aski ia sudah lebih dulu berjalan karena terus-terusan jadi kambing conge.   "Lina, apa kabar?" ucap seorang cowok yang memilik paras cukup tampan. Dia adalah Adit, mantan Ocha.   "Hai Dit. Seperti yang lo liat, gue baik. Betewe happy birthday ya?" balas Ocha seraya memberikan kado yang ia bawa.   "Thanks ya? Eh ngomong-ngomong, siapa nih?" tanya Adit saat melihat Elang yang menggandeng Ocha.   "Te--"   "Calon pacarnya." Elang segera memotong ucapan Ocha saat hendak berbicara.   Adit diam sesaat, kemudian mengangguk seraya tersenyum.   "Pacar lo mana? Kok gak keliatan?" tanya Ocha.   "Dia ada urusan, jadi gak bisa dateng."   "Oh gitu. Ya udah, kalo gitu, gue permisi dulu ya, mau nyamperin Aski dulu," ucap Ocha, kemudian segera pergi bersama Elang.   Sedangkan Adit hanya bisa menatap punggung Ocha yang pergi bersama Elang.   "Akting lo meyakinkan banget tadi sumpah!" ujar Ocha setelah berada cukup jauh dari Adit.   "Yang mana?" tanya Elang karena ia tak merasa berakting.   "Itu, pas lo bilang gue calon pacar lo."   "Gue gak akting, itu emang beneran bakal terjadi," ucap Elang yang seketika membuat jantung Ocha berdetak tak karuan.   "Em... Lang, gue kebelet nih, gue ke toilet bentar, ya?"   "Mau gue temenin?"   "Gak bakalan nyasar juga gue  kalo gak ditemenin sama lo," ucap Ocha, kemuudian segera berjalan menuju toilet. Sedangkan Elang, ia hanya terkekeh pelan.   Setelah menemukan kamar mandinya, Ocha segera masuk dan melihat pantulan wajahnya yang merah di cermin kamar mandi itu. "Muka gue sampe kaya kepiting rebus gini," gumam Ocha sembari memegangi wajahnya.   Ocha menghembuskan napasnya pelan, ia berusaha menenangkan jantungnya yang sedang degun-degun. Setelah merasa jantungnya cukup tenang, Ocha langsung keluar dari kamar mandi itu dan berjalan ke arah Elang yang sedang duduk bersama Aski.   Pergelangan tangan Ocha tiba-tiba saja ditahan oleh seseorang dibelakangnya, Ocha memutar badannya dan melihat siapa orang yang mencekal tangannya. "Adit?" ucap Ocha saat melihat Adit lah yang mencekal tangannya.   "Lin, aku mau ngomong sama kamu."   "Tapi gue mau ke Elang, dia udah nungguin gue."   "Cuman sebentar, Lin."   Ocha menatap wajah Adit lekat, kemudian mengangguk.   "Ikut aku."   "Kenapa gak disini aja?" tanya Ocha.   "Ini pribadi."   Ocha hanya pasrah saat Adit menarik tangannya dan membawanya ke salah satu kursi yang berada di pojok ruangan.   "Jadi lo mau ngomong apa?" tanya Ocha.   "Apa kamu udah ngelupain semuanya?" tanya Adit seraya menatap Ocha lekat.   Ocha terdiam setelah mendengar pertanyaan Adit. Jujur dari lubuk hatinya yang paling dalam, ia masih menyayangi Adit. Tapi itu hanya untuk sebatas teman saja. "Gue gak pernah ngelupain semuanya, tapi lo yang bikin gue lupa akan itu semua," ucap Ocha setelah terdiam.   "Apa gak ada kesempatan kedua untuk aku?"   Deg.   "Dit, gak usah ngaco deh," ujar Ocha seraya terkekeh pelan.   "Aku gak bercanda, jujur aku masih sayang sama kamu," ucap Adit.   Ocha tertawa hambar mendengar penuturan Adit yang menurutnya sangat ngaco. "Dit, lo udah punya pacar dan lo masih berani ngomong gitu sama gue yang notabenya mantan lo? Ngaco lo!" ucap Ocha. Ia hendak pergi namun kembali ditahan oleh Adit.   "Aku tau aku salah, dulu pernah khianatin kamu. Tapi aku pacaran sama dia itu gak pernah punya perasaan apapun, hati aku cuman buat kamu, apa kamu mau jadi milik aku lagi?"   Ini yang Ocha benci dari Adit. Omongan yang keluar dari bibir Adit selalu manis dan membuat dirinya lemah, tapi omongan manis Adit hanya akan selalu memberinya kekecewaan seperti yang sudah berlalu.   "Jujur dit, gue juga masih sayang sama lo," ucap Ocha yang berhasil membuat lekung senyum di bibir Adit. "Tapi sayang, itu dulu. Sekarang perasaan itu cuman angan-angan doang. Jadi, gue gak bisa Dit," lanjut Ocha memudarkan senyum Adit .   "Maaf gue gak bisa nerima lo lagi," ujar Ocha lagi saat melihat wajah murung Adit.   "Gak papa, tapi seenggaknya kita masih bisa temenan kan?" ucap Adit seraya tersenyum kecil.   "Bisa. Selagi lo cuman nganggep kita sekedar temenan doang," balas Ocha tersenyum seraya mengangguk sebagai jawabannya atas pertanyaan Adit.   Adit ikut tersenyum kemudian memeluk Ocha. Ocha sempat kaget, namun ia segera menghilangkan rasa kagetnya dan membalas pelukan Adit.   "Gue gak bakalan segampang ini lepasin lo," batin Adit kemudian  melepaskan pelukannya.   "Oh iya, tunggu disini, jangan pergi dulu sebelum aku dateng lagi," ucap Adit, kemudian pergi entah kemana.   Tak lama kemudian Adit datang kembali dengan dua gelas minuman ditangannya. "Ini sebagai tanda merayakan hari temenan kita," ucap Adit sembari memberikan satu gelas kepada Ocha.   Tanpa ragu Ocha langsung manerima minuman dari Adit. Setelah tos, ia langsung meminumnya.   Diam-diam Adit tersenyum licik saat melihat Ocha yang meminum minuman yang telah ia campurkan sesuatu. Senyum Adit tambah tercetak jelas saat melihat Ocha yang tiba-tiba memegangi kepalanya.   Ocha menaruh gelas yang dipegangnya ke meja sampingnya saat kepalanya tiba-tiba saja mendadak pusing. "Dit kok kepala gue kaya muter-muter gini ya?" ujar Ocha berusaha memandang ke sekelilingnya yang berkunang-kunang.   "Kamu gak papa?" tanya Adit berpura-pura cemas.   "Kepala gue tiba-tiba aja pusing."   "Mungkin kamu kecapean. Mendingan kamu istirahat aja, nanti aku kasih tau Aski sama cowok itu kalo kamu kecapean dan lagi istirahat."   "Mungkin lo bener, gue cuman kecapean."   "Sekarang mendingan kamu istirahat aja di kamar nomor 333. Apa mau aku anterin dulu?" tawar Adit seraya tersenyum manis.   "Gak usah, gue bisa sendiri."   Dengan hati-hati Ocha berdiri dan berjalan lunglai. Walaupun pandangannya sedikit buram, tapi ia masih bisa melihat.   Adit tertawa licik setelah Ocha pergi menuju kamar yang disuruhnya. "Kena lo, sekarang tinggal ngasih alesan buat Aski agar dia percaya," gumamnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN