PART. 3

1021 Kata
Seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun inipun Raka tetap membuat takjil untuk di musholla dan dibagikan pada para tetangga. Sore di puasa pertama, usai membuat takjil dengan dibantu Ibu Soleh dan anak-anaknya, Raka membawa Cantika ke pasar wadai Ramadan. Pasar ini khusus dibuka hanya pada saat bulan Ramadan saja. Dan letaknya di bagian depan pasar besar. "Hari ini kita beli kue amparan tatak" ujar Raka. "Mau semuanya Abba, uang Abba kan banyak, kita bisa beli semua kuenya" "Meski Abba bisa beli semuanya, tapi kita tidak akan bisa menghabiskannya, jadi kalau mau merasakan semua kuenya, kita belinya bergiliran saja" "Gililan gimana Abba?" "Hari ini amparan tatak, besok putri selat, besok lagi sari India, besok lagi bingka kentang, bingka tapai,bingka berandam, dan seterusnya" "Ooh begitu ya Abba, ya deh telcelah Abba aja, Abba kan pintel, jadi Cantika ikut Abba aja bial pintel juga" sahutnya. Raka tersenyum mendengar jawaban putrinya. Saat mereka melihat Paman Amat, yang tengah duduk di emper toko sambil makan kue. Cantika langsung menggoyangkan lengan Abbanya. "Abba, Paman Amat nggak puasa, bisa dimalah Allah nanti Abba, kasih tahu Paman Amat suluh puasa!" Ujarnya sambil menunjuk pria kurus dengan rambut panjang dan baju kumal itu. "Sayang, Paman Amat sedang sakit, jadi tidak apa tidak puasa?" "Ooh kalau sakit tidak apa ya tidak puasa?" "Iya sayang" "Kalau sakit pelut kalna lapar belalti boleh nggak puasa ya Abba?" "Kenapa? Cantika lapar, azan maghrib nggak lama lagi, sayangkan kalau Cantika batalin puasanya" "Cantika emang lapal Abba, tapi Cantika ingin puasanya full" "Full itu apa?" Tanya Raka mengetes putrinya yang dengan mantap mengucapkan kata full. "Full itu kata Amma penuh,altinya puasa dari sahul sampai maghlib, nggak buka duluan" "Ooh begitu ya" "Emang Abba nggak tahu full itu apa?" "Tahu" "Telus kenapa tadi tanya Cantika" "Abba cuma ingin tahu, Cantika mengerti tidak arti kata yang Cantika ucapkan" "Kalau Cantika nggak ngelti, Cantika nggak akan ucapin Abba!" "Iya sayang" Mereka membeli air mineral dan makanan untuk Paman Amat. Tanpa rasa takut, Cantika sendiri yang menyerahkan minuman dan makanan itu pada Paman Amat. Paman Amat tersenyum, matanya berkaca-kaca saat nenerima pemberian dari Cantika. Raka sebenarnya ingin memasukan Paman Amat ke Rumah sakit jiwa, agar bisa disembuhkan, tapi keluarga Amat belum juga merespon keinginan Raka itu. Untungnya Paman Amat tidak pernah mengamuk ataupun menyusahkan orang di pasar. Karena untuk makan sehari-harinya, Raka sudah menitipkan uang pada Murni, pemilik salah satu warung makan di pasar. "Paman Amat kalau tidak puasa, jangan makan di depan olang puasa, nanti olang ngilel telus buka, gimana?" Celoteh Cantika. Amat menyentuh pipi Cantika dengan tangannya yang kotor dan dekil. Raka tidak berusaha mencegahnya, Cantikapun tidak berusaha menghindarinya. "Uuuh kuku Paman Amat kotor, panjang lagi, nanti Cantika bawakan gunting kuku ya, eeh Abba minta uang dong beli gunting kuku, Cantika mau potong kuku Paman Amat" Cantika menadahkan tangan pada Raka, meminta Raka memberinya uang. Pemilik toko yang emperannya dipakai duduk Amat, ke luar dari dalam tokonya, ia menyerahkan pemotong kuku pada Cantika. "Pakai ini saja, memang Cantika bisa potong kuku Paman Amat?" "Bisa dong, kan sudah diajali Amma potong kuku sendili" diterimanya gunting kuku itu dari tangan si pemilik toko. Tanpa Raka sadari, aksi anaknya sudah jadi tontonan pengunjung pasar yang lain. "Raka sebukuan, kada mambuang lalu" gumam seorang ibu. (Benar-benar mirip Raka) "Bujur banar, bauntung, batuah, baiman, parajakian, anaknya Raka" sahut ibu yang lainnya. (Benar sekali, beruntung, berkah, beriman, banyak rejeki, anaknya Raka). Tanpa menghiraukan orang disekelilingnya, Cantika yang berjongkok di depan Amat, asik saja berusaha memotong kuku jari tangan Amat. "Kalau sakit, bilang ya Paman Amat" celotehnya membuat orang-orang tersenyum. Air mata Amat jatuh membasahi pipinya. "Sakit ya Paman Amat?" Tanya Cantika bingung. Amat tidak menjawab, dipeluknya Cantika dengan erat. Sontak semua orang bergerak ingin menarik Cantika dari pelukan Amat. Tapi Raka mengangkat tangannya. "Tidak apa-apa" ujar Raka. Amat menangis sesunggukan. Dilepaskannya Cantika dari pelukannya. "Kuku kakinya potong cendili ya Paman, Cantika takut nanti Paman kesakitan lagi, maafin Cantika ya Paman" ujar Cantika, yang mengira Amat menangis karena ia sudah melukai jari Amat yang kukunya ia potong. "Habis potong kuku, Paman mandi, telus nanti solat maglib di musholla, oke!" Cantika mengacungkan jempolnya pada Amat yang masih tersedu sedan dalam tangisnya. "Abba.." Cantika berbalik, dan saat banyak orang yang menatapnya, keningnya berkerut. "Mau minta potongin kuku juga ya?" Tanyanya polos, sambil menatap kepada orang-orang yang tengah menatapnya. Semua orang yang tadinya dicekam kecemasan juga keharuan, jadi tertawa mendengar pertanyaannya. "Tidak sayang, kami sedang mengagumi kecantikanmu" jawab seorang ibu. "Heum, Cantika memang cantik, Cantika, Si Cantik anaknya Abba dan Amma" sahutnya sambil bergaya bak model. Tawa kembali terdengar melihat tingkah kenes Cantika. "Ya Allah..anakmu pintar sekali Raka" puji seorang ibu. "Alhamdulillah" sahut Raka. "Abba beliin baju buat Paman Amat dong, lihat bajunya kotol, gimana mau solat!" Tunjuk Cantika pada Paman Amat. "Tidak usah beli, biar saya yang memberinya baju" sahut salah seorang penjual baju. "Saya yang memberi sarung dan pecinya" "Saya akan memberinya sandal" "Saya akan..." Para pedagang di pasar, memberikan pakaian dari ujung kaki sampai kepala untuk Amat. Hati mereka merasa terketuk setelah melihat apa yang sudah dilakukan Cantika untuk. Amat. Gadis kecil sepert Cantika saja bisa punya perhatian kepada orang lain, tapi mereka selama ini justru tidak perduli dengan keberadaan Amat di sekitar mereka. Raka meminta tukang potong rambut di pasar untuk memotong pendek rambut Amat. Setelahnya baru ia meminta Amat untuk mandi. "Mandi ya Mat" Raka meraih bahu Amat untuk berdiri. Amat berdiri, dan dengan diikuti Raka dan Cantika, ia menuju musholla pasar, untuk mandi di kamar mandi musholla. Selesai mandi dan berpakaian, Amat ke luar dari kamar mandi. Cantika memeluk kakinya. "Paman Amat ganteng, ehmmm wangi lagi" celotehnya sambil mendongakan kepalanya. Amat mengangkat Cantika ke dalam gendongannya. Air mata Amat yang terus mengalir di usap lembut oleh Cantika. "Terimakasih Cantika, kamu bidadari kecil yang dikirim Allah untuk menyembuhkan luka hati Paman" ujar Amat tulus. Melihat apa yang sudah terjadi, banyak yang tidak bisa menahan rasa haru di dalam hati mereka. Banyak yang berusaha menahan rasa harunya. Raka menundukan kepalanya, mengucap syukur di dalam hatinya. 'Terimakasih ya Allah, KAU anugerahi aku putri yang memiliki kepekaan dan hati yang ringan untuk membantu orang lain' ***BERSAMBUNG***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN