Sepuluh

1728 Kata
Pelangi sedang membereskan barang-barang di meja kerjanya karena sudah waktunya pulang kerja, saat Bayu, sang office boy yang bertugas di lantai itu melewatinya untuk merapikan kursi-kursi kerja karyawan. Pria tinggi berwajah manis itu tersenyum sopan pada Pelangi sambil menganggukkan kepalanya. "Sudah selesai buat slide presentasinya Yu?” tanya Pelangi namun Bayu menggeleng dan  berdiri di dekatnya. “Belum mbak, kalau rumusannya sih sudah tapi saya masih cari template yang bagus dan mudah buat menjelaskan nanti,” ujar Bayu. Pelangi teringat sesuatu, ya dia masih menyimpan berkas presentasi skripsinya di laptop. Karenanya dia mengambil laptop berlogo apel di nakas meja kerjanya dan menyalakannya. “Sekarang sudah jadwal kamu pulang kerja kan?” tanya Pelangi. Dan Bayu mengangguk sebagai jawabannya. “Kamu bawa ringkasan  catatan skripsinya?” tanya Pelangi lagi. “Bawa mbak, saya ambil dulu yaa,” ucap Bayu yang bergegas menuju ruangan tempat menyimpan tasnya. Sementara Pelangi membuka file tempat menyimpan data skripsi yang telah digunakannya. Lalu Bayu datang dan menarik kursi di samping Pelangi, duduk bersebelahan dengannya. Pelangi memperhatikan buku catatan milik Bayu dengan seksama, tampak tulisannya sangat rapih membuat Pelangi kagum. “Tulisan kamu bagus banget, rapih, iri deh,” ujar Pelangi membuat Bayu tersipu. “Catatannya juga jelas, sudah diringkas jadi kita tinggal pindahin aja,” imbuhnya. Pelangi mengopi file dan mengganti title dengan tulisan skripsi Bayu lalu mereka berdua larut dalam membuat slide presentasi. Tak terasa sudah satu jam mereka berkutat dalam pembuatan slide presentasi karena ternyata ada data yang ketika dimasukkan tidak sinkron. Bayu melihat ruangan yang sudah sangat sepi hanya ada mereka berdua saja disana, membuatnya tak enak hati. “Mbak, lanjut besok saja, sudah malam, mbak kan harus pulang,” ucap Bayu sambil menunduk sopan. Pelangi memperhatikan sekitar ruangannya dan memang tak ada karyawan lain selain mereka berdua. “Nanggung banget ini, kita selesaikan malam ini saja, jika sudah selesai kan enak kamu tinggal latihan untuk sidang nanti. Hmmm bagaimana kalau kamu buatin aku kopi?” pinta Pelangi yang disetujui Bayu dengan senyum lebarnya yang entah mengapa terlihat hangat. “Creamy latte full sugar kan?” tanya Bayu. “Yup right,” jawab Pelangi, Bayu pun bergegas membuat kopi untuk Pelangi dan satu untuknya. Membawanya kembali menuju meja kerja Pelangi. Tak lama datanglah Dea, yang hari ini masih mengenakan pakaian kerja formalnya, padahal jam pulang kerja biasanya dia sudah berganti pakaian dengan celana jeans dan jaket kulitnya. Semua karena motornya yang harus di service dan ternyata banyak kerusakan di dalamnya, sehingga dia memilih mengendarai mobil ke kantor untuk sementara. “Kok belum pulang Pe?” tanya Dea yang memang setiap pulang kerja akan melewati ruangan Pelangi dan melihat wanita itu yang masih berkutat di laptopnya membuat dia penasaran. “Iya nih, sebentar lagi pulang kok,” ucap Pelangi. “Lembur? Hai Bayu,” tanya Dea sekaligus menyapa Bayu yang sudah tersenyum padanya. “Lagi bantuin Bayu buat slide presentasi skripsi,” jawab Pelangi. “Oiya, kapan sidang Yu?” tanya Dea kepada Bayu. “Masih dua minggu lagi mbak Dea,” jawab Bayu. “Wah semangat ya, jangan gugup, pokoknya pertahanin judulnya, biasanya dosen penguji itu suka bikin pertanyaan menjebak,” tutur Dea. “Hehe iya mbak, makasih yaa. Mohon doanya biar lancar dan lulus cepat,” ucap Bayu. “Aamiin. Oiya Pe mau bareng? Kamu nggak bawa mobil kan? Kalau mau aku tunggu di ruangan aku,” tawar Dea, Pelangi memperhatikan jam di mejanya dan menggeleng, kasihan Dea sudah bekerja seharian lalu masih harus mengantarnya pulang. “Nggak De, makasih ya, aku nanti naik ojek online aja, kamu hati-hati nyetirnya,” ucap Pelangi, Dea pun mengangguk dan berpamitan pada mereka berdua. Pelangi kembali membantu Bayu untuk memasukkan data ke file di laptopnya. Satu jam kemudian mereka telah selesai membuat slide yang cukup menarik, ringkas, padat dan pastinya jelas. Sehingga Bayu pun pasti tak akan mengalami kesulitan saat presentasi nanti, apalagi Pelangi menambahkan catatan kaki untuk beberapa kata yang dinilai agak sulit. “Ini mbak flashdisknya, nanti saya print slidenya untuk latihan,” ucap Bayu menyodorkan flashdisk berwarna putih ke arah Pelangi. “Kok di print, pakai laptop aja langsung, kamu ada laptop kan?” tanya Pelangi yang dijawab Bayu dengan gelengan kepala sambil tersenyum lebar memamerkan deretan giginya. “Lho, jadi selama ini ngerjain skripsi dan tugas kuliah pakai apa? Komputer ada?” “Pakai komputer mbak, di rental deket kampus,” jawab Bayu sambil menggaruk belakang kepalanya. “Serius kamu?” Pelangi membelalakkan matanya, dia tak menyangka bahwa di era global seperti ini masih ada yang mengerjakan tugas kuliah dan skripsi di rental, padahal pengerjaan skripsi pasti membutuhkan waktu yang pasti lama. “Saya nggak punya laptop mbak, jadi nggak apa-apa ngerental dulu,” jawab Bayu sambil tertawa. “Nanti sidang bagaimana? Disuruh bawa laptop sendiri kan?” “Saya sudah bilang teman kampus saya, nanti saat sidang gantian sama dia, kebetulan jadwalnya bareng,” kekeh Bayu membuat Pelangi menggeleng. “Kalau jam masuk kalian ternyata bareng bagaimana? Nggak mungkin dia mengalah untuk kamu kan? Kamu bawa laptop aku aja ya, pakai dulu nggak apa-apa, harusnya kamu dari awal bilang nggak ada laptop, jadi kan bisa pake laptop aku,” tawar Pelangi. “Jangan mbak, laptop mbak harganya pasti mahal gambarnya aja apel, kalau gambar pisang mungkin lebih murah, saya takut rusak.” Ucapan Bayu lantas membuat Pelangi tertawa terbahak-bahak. “Mana ada laptop gambar pisang, ngaco kamu. Sudah nggak apa-apa bawa aja, aku nggak pakai kok ini juga kelamaan ada di laci. Kamu kan pasti nanti butuh revisi skripsi setelah sidang, buat jurnal dan sebagainya,” ucap Pelangi sambil tersenyum ramah. “Saya nggak enak mbak,” ucap Bayu sambil menunduk. “Kalau nggak enak jangan dimakan,” rutuk Pelangi membuat Bayu tertawa. Pelangi pun melepaskan Flashdisk bayu dari laptop itu dan mematikan power laptop tersebut, mengambil tas laptop dari laci serta memasukannya sekaligus meletakkan kabel charge di dalamnya. “Mbak beneran ini dipakai saya nggak apa-apa? Saya nggak enak selama ini mbak baik banget sama saya, saya bingung harus balas budi ke mbak bagaimana?” Bayu merasa terharu, di dunia ini masih ada orang sebaik dan setulus Pelangi. Dia yakin pasti orang tua Pelangi mendidiknya dengan sangat baik. “Dulu waktu aku kecil Kakek Angga pernah bilang, teruslah berbuat baik dan kamu akan merasakan manfaatnya, hati kamu akan tenang, jiwa kamu akan terasa sejuk, karena kebaikan itu sejatinya untuk diri kamu sendiri, dan aku percaya itu. Karenanya selama aku bisa membantu siapapun itu, aku akan berusaha membantunya dan memberikan yang terbaik yang aku bisa.” “Jadi pengen ketemu kakek mbak Pelangi, pasti orangnya bijak banget, bisa mendidik cucu yang hebat seperti mbak Pelangi.” “Ya kakek Angga itu memang sangat baik dan bijak, kapan-kapan aku ajak nemuin kakek. Pulang yuk,” ajak Pelangi. Mereka berdua berjalan sampai lobbi dan Bayu melihat Pelangi yang membuka aplikasi ojek online di ponselnya. “Mbak, daripada naik ojek, bagaimana kalau saya anter mbak pulang dengan motor saya, itupun kalau mbak mau, hehe motor saya agak butut sih,” ucap Bayu tak enak hati. “Hmm boleh, nggak apa-apa yang penting masih bisa dinaiki motornya, aku tunggu di depan ya,” ucap Pelangi. Dan lagi-lagi Bayu tersenyum lebar, berjalan cepat untuk mengambil motornya di parkiran. Tak berapa lama, Bayu menghampirinya dengan mengenakan motor matik yang tampaknya sudah cukup tua dari stiker yang mulai terkelupas di badan motor itu, meskipun begitu motor Bayu tampak bersih, jelas kentara bahwa memang Bayu orangnya menyukai kebersihan dan kerapihan. “Tapi saya nggak bawa helm, kita cari jalan tikus saja ya,” ujar Bayu saat Pelangi naik di boncengan belakangnya. “Ya boleh,” jawab Pelangi yang kemudian menyebutkan alamat tempat tinggalnya. Sepanjang perjalanan mereka banyak bercerita, hingga Bayu melihat deretan jajanan malam dan menawarkan Pelangi untuk makan malam. Namun Pelangi menolaknya karena dia bilang tak terlalu lapar jika habis minum kopi. Bayu pun belum terlalu lapar karenanya mereka melanjutkan perjalanan. “Kamu dirumah tinggal sama siapa aja?” tanya Pelangi pada Bayu. Bayu pun menceritakan kehidupan getirnya, sejak ayahnya meninggal saat remaja, dia yang membantu ibunya membiayai keempat adiknya, setiap pulang sekolah, Bayu terbiasa bekerja di pasar, menjadi kuli angkut, atau menjaga parkiran motor. Apapun Bayu lakukan selama itu halal. Dia tak mau menyusahkan sang ibu. “Pernah suatu hari saya tanya ke ibu, kenapa dia tak menikah lagi, padahal ibu masih muda, masih cantik, banyak laki-laki yang saya tahu menyukainya. Lalu ibu bilang bahwa laki-laki itu tak mencintainya sebagai seorang ibu atau wanita. Stigma janda yang melekat di status ibu, membuat para lelaki itu datang hanya untuk menggodanya saja, mereka berpikir bahwa status ibu yang sudah tak perawan membuatnya pantas untuk diperlakukan seperti w************n. Saya marah banget pas denger itu.” Bayu mencengkram stang motornya. “Terus?” tanya Pelangi yang penasaran. “Ya diantara mereka mendekati ibu hanya berniat menyalurkan hasratnya, tapi ibu nggak mau. Ibu bilang meskipun dia janda, butuh uang untuk membiayai anak, namun dia masih punya harga diri, karenanya, ibu selalu menolak pria yang datang ke kehidupannya dan fokus mengurus kami anak-anaknya. “Terkadang saya tak habis pikir dengan mereka, mengapa begitu mudahnya berpikir bahwa seorang janda pantas dilecehkan, tak mempunyai harga diri? Dan merendahkan kaum janda yang mencoba mempertahankan harga dirinya. Padahal apa yang dilakukan ibu saya dan wanita-wanita lain yang senasib dengannya itu tak merugikan siapapun, mereka hanya mempertahankan apa yang mereka punya.” “Ya aku setuju akan itu, mau janda, perawan, atau apapun, wanita itu perlu punya harga diri, jika kami tak menjaganya, lalu siapa yang harus menjaga itu untuk kami? Aku salut, ibu kamu berpendirian kuat dan hebat. Karenanya kamu tumbuh menjadi anak yang kuat dan pasti bisa membanggakannya. Kamu harus sukses, agar ibu kamu bisa membuktikan pada dunia, bahwa meskipun dia sendiri, dia bisa merawat dan membesarkan anak-anaknya dengan baik.” “Iya mbak, saya ingin sukses, setidaknya saya ingin memberikan kehidupan yang layak bagi ibu dan adik-adik saya,” ucap Bayu. Mereka masih asik ngobrol hingga tak terasa telah sampai di gerbang depan rumah Pelangi. Pelangi pun turun dari motor Bayu dan mengucapkan terima kasih karena telah diantar sampai rumah dengan selamat dan aman. Bayu menolak saat diajak Pelangi singgah ke rumahnya, apalagi hari yang semakin malam, membuatnya tak enak jika bertamu malam ini, Pelangi juga butuh istirahat karena besok masih harus kerja. Setelah makan malam, Pelangi masuk ke kamarnya, melihat notif grup yang berisi dirinya dan tiga sahabatnya. Yang diakhiri dengan ucapan semoga lekas sembuh untuk Shakila yang memang setiap periode datang bulannya selalu mengalami kram perut. Padahal saat diperiksa dokter tak ada penyakit yang mengkhawatirkan di rahimnya. Pelangi membuka satu pesan yang ternyata dari Bayu yang menanyakan password laptopnya, Pelangi bahkan lupa memberikan password itu tadi. “Pelangi pelangi alangkah indahmu,” tulis Pelangi di pesan itu. “Mbak serius ini passwordnya?” tanya Bayu lagi, Pelangi pun tertawa dan mengiyakan. Unik memang password itu tapi masih lebih unik password laptop Angkasa sang adik. Bayangkan dia menulis passwordnya, “Angkasapura pura-pura cinta itu sakit beb.” Lihatkan keluarganya memang terkadang seabsurd itu. Mencari password yang unik dan aneh. ***  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN