Kekuatan Persahabatan

1016 Kata
"Iya, ini souvernir yang di pahat dari kayu khusus dan jadi deh seperti ini. Cantik kan? Mirip banget kan sama kita?" Wajah Ayesha terlihat begitu sumringah. Violetta mengangguk seraya tersenyum manis. Unik dan cantik, ungkapan itu lah yang tersirat melalui tatapan matanya. "Ehem... Bay the way, aku nggak di suruh istirahat di kamar kamu?" Menunjukkan wajah memelasnya pada Violetta. "Aku kena jet lag, mataku berat banget ini." Berpura pura menguap. Sebenarnya, Ayesha tidak pernah mengalami jet lag dalam perjalanan sejauh apa pun. Dia sudah sangat terbiasa bepergian dengan zona waktu yang berbeda, dan itu semua tidak mempengaruhi kualitas tidurnya. Hanya saja, Ayesha sedang mencari cara agar dirinya bisa memiliki waktu berdua dengan sahabat baiknya itu. Setelahnya, dia ingin segera mengasah ingatan Violetta dengan momen momen indah yang akan dia ceritakan pada Violetta. "Sayang, sana ajak Ayesha naik. Kasihan dia sudah lelah banget," kata Noni. Walau pun sempat ragu, namun Violetta tetap mengajak Ayesha untuk masuk ke dalam kamarnya. Padahal, di rumahnya memiliki satu kamar tamu yang tak berpenghuni, namun sepertinya Ayesha lebih nyaman dan terbiasa menginap di kamar yang sama dengan Violetta. Setelah memberi izin pada Ayesha, keduanya segera naik ke lantai atas dan memasuki kamar Violetta. Awalnya, tidak ada yang berbeda dari segi letak kamarnya. Namun, setelah masuk ke dalamnya, Violetta kembali terperangah melihat susunan benda benda yang berubah dan banyak benda benda yang dia sendiri tak mengingatnya. "Ini kamarku?" gumannya, namun tetap terdengar jelas di telinga Ayesha. "Menurut kamu kamar siapa lagi? Baskara?" Menaikkan sudut alisnya. "Ya kali, alas kasurnya merah muda, bunga bunga pula. Astaga..." Memukul dahinya sendiri. "Tapi, banyak yang berbeda dari kamarku. Dulu nggak begini." "Sebenarnya nggak ada yang berbeda. Masih sama sebelum aku pergi ke Australia. Cuma, ingatan kamu yang menghilang, jadi kamu merasa banyak yang berubah. Padahal nggak sama sekali." Violetta hening sesaat. Dia mencoba mengingat ingat kembali apakah benar kamar yang dia masuki adalah kamarnya. Dan dia memastikan jika tak ada kamar lain lagi selain miliknya dan adik semata wayangnya di sana. "Ya ampun, ayo..." Ayesha menarik tangan Violetta hingga keduanya berada di ujung kasur. "Aku masih punya banyak oleh oleh untuk kamu. Ada serbuk coklat dan Cadbury kesukaan kamu. Sebentar ya aku ambil." Membuka koper miliknya kembali. "Ada parfum juga dong." Mengeluarkan satu persatu oleh oleh yang dia bawa khusus untuk Violetta. Violetta hanya bisa melihat satu persatu barang yang di bawa Ayesha untuknya. Dia juga bingung, sejak kapan dirinya menyukai sesuatu yang berbau coklat. Kenapa semua orang yang menemuinya hampir semuanya menyodorkan coklat? Bukan strawberry yang menjadi kesukaannya saat ini? Banyak sekali hal hal di luar dugaan yang Violetta sendiri tak mengerti. "Apa aku begitu menyukai coklat?" tanya Violetta dan langsung menghentikan pergerakan tangan Ayesha yang sedang sibuk berkutat dengan koper besarnya. Ayesha mengangguk, "Lebih dari suka, Letta. Katamu, coklat itu cinta pertama kamu terhadap makanan, dan besarnya, sama seperti cinta pertama kamu ke Bang Dirga." "Jadi, dia cinta pertamaku?" Violetta terlihat penasaran. "Ya, setelah Om Damian, Bang Dirga satu satunya laki laki yang bisa membuat dunia kamu berwarna sekaligus jungkir balik." Beringsut naik ke atas kasur dan mengambil guling untuk dia letakkan di atas pahanya. "Kamu lupa juga kan?" tebak Ayesha. Violetta mengangguk samar. Kemudian ikut duduk di hadapan Ayesha. Entah kenapa, jawaban dari Ayesha menurutnya lebih bisa dia terima dari pada penjelasan yang Dirga berikan padanya. "Gilang dan Dirga," sahut Violetta. "Aku merasa sangat asing dengan mereka berdua. Dan ... Entahlah, aku nggak percaya satu pun ucapan mereka." Ayesha meringis pelan seraya menggaruk pelipisnya. "Ternyata benar ya, orang yang lupa ingatan itu lebih mengerikan di banding putus cinta." "Maksud kamu?" Violetta menatap bingung. "Violetta, my bestie." Menarik kedua tangan Violetta dan menggenggamnya. "Dari dulu, laki laki asing selain Om Damian dan Baskara, yang kamu percaya itu cuma mereka berdua, Bang Dirga dan Mas Gilang. Dan kenapa sekarang justru sebaliknya?" Menggelengkan kepalanya pelan. "Kamu harus lawan semuanya, Letta. Kamu sudah banyak melupakan hal hal yang seharusnya nggak mungkin untuk kamu lupakan." "Dirga? Dia benar tunanganku?" tanya Violetta lagi. Ayesha tak langsung menjawab. Dia menyambar tas miliknya yang terletak di atas nakas. Lalu mengeluarkan ponsel miliknya dari dalam tas tersebut. Beberapa detik tangan Ayesha bergerak lincah di atas layar ponsel miliknya. Setelahnya, dia menunjukkan sesuatu di dalamnya pada Violetta. "Kamu lihat baik baik," katanya menyerahkan ponsel miliknya lada Violetta. Violetta menerimanya. Matanya langsung tertuju pada layar ponsel tersebut. Banyak foto di dalamnya yang menunjukkan beberapa momen kebersamaan antara Violetta, Dirga, Gilang dan Ayesha sejak dari beberapa tahun yang lalu. Perlahan, bibir Violetta menipis sempurna. Dari dalam foto itu, tidak sedikit pun ada kebohongan atau editan yang bisa menipunya. "Kamu masih menyimpan foto saat kecil?" "Yap. Dan nggak akan pernah ku hapus dari dalam memori ponselku." "Kenapa?" "Untuk jaga jaga, kalau aku lupa ingatan sepertimu, setidaknya aku masih punya banyak bukti yang menunjukkan persahabatan kita. Karena bagiku, satu sahabat sejati lebih berarti dari pada ribuan teman yang datang silih berganti. Dan kamu, satu satunya sahabat baikku, Letta." Suara Ayesha mulai terdengar lirih. Pun dengan matanya yang sudah berembun. "Jangan lupakan persahabatan kita, kumohon," pintanya dengan tulus. Ada sesuatu yang terasa sakit di dalam hati Violetta setelah mendengar kata kata Ayesha. Semuanya terdengar tulus dan meyakinkan. Violetta juga tak merasa terintimidasi sedikit pun dengan kehadiran Ayesha di sana. Sepertinya, dia menerima dengan baik informasi yang di berikan Ayesha. Karena tak mendapat jawaban dari Violetta, akhirnya bulir bulir kristal mengalir dari pelupuk mata Ayesha. Dia tak tahan di acuhkan seperti itu dengan satu satunya sahabat yang dia punya. "Jangan menangis," kata Violetta. "Bantu aku untuk mengingat semuanya, Bestie." Sontak kepala Ayesha kembali terangkat. Dengan bercucuran air mata, dia menatap iris indah milik sahabatnya itu. "Aku percaya kamu adalah sahabat terbaik yang aku miliki. Dan aku nggak mau melupakannya begitu aja. Jadi, bantu aku untuk mengingat semuanya kenangan indah yang kita punya." Violetta menipiskan sempurna bibirnya seraya mengangguk. Segera Ayesha memeluk tubuh sahabatnya itu. Menyandarkan kepalanya di pundak Violetta, seperti yang biasa dia lakukan saat merasa sedih atau pun bahagia. "Terima kasih, Letta. Aku nggak tahu akan jadi seperti apa aku, kalau kamu juga menolakku." Akhirnya, kekuatan dan ketulusan persahabatan keduanya bisa meyakinkan Violetta untuk mengingat kembali memorinya yang telah menghilang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN