Air Mancur

1029 Kata
Sesuai dengan apa yang di katakannya dua hari yang lalu pada Ayesha, hari ini keduanya akan pergi mengunjungi tempat tempat yang menurut Ayesha memiliki kenangan tersendiri untuk Violetta. Seharusnya, Dirga dan Gilang juga ikut menemani. Hanya saja, Violetta masih enggan untuk berhadapan dengan kedua laki laki yang di gadang gadang adalah orang asing yang paling terdekat setelah Ayesha. "Kita mulai dari mana dulu?" tanya Ayesha sambil memfokuskan matanya pada jalan raya yang tak terlalu padat. "Dari tempat yang paling memiliki momen untukku," sahut Violetta. Ayesha menganggukkan kepalanya. "Ok. Ku harap, pilihanku bisa membuka jalan ingatanmu." "Memangnya, ada berapa tempat yang akan kita kunjungi hari ini?" tanya Violetta. Dia sibuk dengan ponsel miliknya dan berselancar di media sosial miliknya. "Empat sampai lima, mungkin." Violetta tak menjawab. Saat ini dia baru saja membuka akun i********: miliknya. Di dalamnya banyak sekali foto foto dengan berbagai momen dan lokasi yang berbeda. Dia melihat satu persatu postingan yang telah tersimpan di dalam akun miliknya. Sayangnya, dia tak menemukan fotonya berdua bersama Dirga atau pun Gilang. Dan itu cukup membuat Violetta bertanya tanya. Apa lagi jika memang Dirga adalah tunangannya. Momen saat acara lamaran atau foto romantis saja, tak di temukannya di sana. Bagaimana bisa dia percaya jika dirinya memiliki hubungan dengan laki laki berperawakan besar tinggi tersebut. "Kok nggak ada sih," gumannya pelan. Namun, masih bisa terdengar di telinga Ayesha. Ayesha menoleh sekilas, sambil bertanya, "Apanya?" "Heum..." Violetta menoleh dengan kedua alis yang terangkat. "Apanya yang nggak ada?" sahut Ayesha. Violetta sempat ragu, tapi karena dia telah memilih untuk mempercayakan semuanya pada Ayesha, akhirnya dia menyampaikan semua rasa penasarannya. "Kenapa di i********: milikku nggak ada satu pun foto ku berdua sama Dirga atau Gilang?" "Oh... Jadi kamu lagi buka i********:?" Ayesha tersenyum seraya menganggukkan kepalanya. "Jadi, penasaran juga sama mereka berdua?" goda Ayesha. "Gimana nggak penasaran. Kamu selalu aja ceritain tentang hubungan aku dan Dirga. Walau pun aku nggak yakin, tapi aku mau cari tahu juga lah." Perempuan yang bergelut di dunia keartisan itu pun terkekeh pelan. Ulahnya selama beberapa hari ini memang selalu merecoki pikiran Violetta dengan hal hal yang berbau tentang Dirga. Sebenarnya, Ayesha hanya ingin membantu sahabat dan kakak angkatnya saja. Apa lagi, sebelum kepulangannya ke tanah air, Dirga sempat menghubunginya beberapa kali dan memintanya untuk membantu mengembalikan ingatan Violetta. *** "Tuan, obat anda." Bian menyodorkan setidaknya dua botol berukuran kecil yang berisi obat di dalamnya. "Nanti saja, aku harus pergi ke pembangunan air mancur. Ada kendala pada pembangunannya." Dirga sedang mengenakan jas miliknya. "Tapi, Tuan. Dokter bilang, anda tidak boleh sampai terlambat minum obatnya-" "Nanti saja, sekarang ayo kita pergi," bantah Dirga. Bian hanya bisa menghela napas kasar. Dia sudah terbiasa dengan penolakan dari sang Tuan muda. Bukan hanya obat, makan pun Dirga sering abai dan terkesan tidak peduli. Padahal, dia bisa saja kehilangan berat badan dan tenaga jika terus seperti itu. Tapi, tak ada lagi yang bisa Bian lakukan selain patuh dan terus mengingatkan sang Tuan muda. Bian menganggukkan kepalanya. "Baik, Tuan." Memasukkan kembali dua botol berisi obat ke dalam saku jas yang dia kenakan. Jaga jaga, kalau sakit kepala Dirga kambuh, akan memudahkannya untuk segera memberi obat tersebut. Selama di perjalanan menuju lokasi air mancur, Dirga terlihat sibuk menghubungi beberapa orang yang terlibat dalam pembangunan taman dan air mancur yang akan di perluas olehnya. Sesekali dia berdecak kesal bahkan mengumpat. Untuk urusan satu ini, Dirga tak bisa tinggal diam. Pasalnya, ini menyangkut Violetta. Dia tidak ingin jika perempuan yang begitu dia cintai itu kecewa dengan hasilnya. Meski pun, belum tentu Violetta bisa mengingat kembali, tetap saja dia tak ingin mengacaukan semua keinginan Violetta yang telah merancang semuanya. Perlu di ketahui, sebelum mengalami amnesia, Violetta merupakan seorang arsitek muda yang ikut bergabung dalam sebuah perusahaan besar di Jakarta. Dia juga di percaya untuk merancang beberapa desain bangunan penting, salah satunya taman dan air mancur yang akan di buka untuk umum itu. "Sialan. Bisa bisanya mereka lalai dengan detail detailnya," umpat Dirga setelah mengakhiri panggilannya. Tak perlu banyak waktu untuk tiba di lokasi. Mobil yang di kendarai langsung oleh Bian sudah terparkir rapi di luar pekarangan taman. Dengan langkah tergesa, Dirga berjalan masuk. Matanya mengintai satu persatu proyek yang sebenarnya telah rampung tiga bulan terakhir. Hanya saja, belum resmi di buka untuk umum dan masih bersifat pribadi. Beberapa pekerja terlihat sedang sibuk dengan pekerjaan mereka. Bunga bunga segar juga telah di susun rapi di tempatnya. Sasaran Dirga saat itu siapa lagi kalau bukan kepala kontraktor yang bertanggung jawab dalam pengembangan bangunan itu. Tapi, langkahnya terhenti setelah mendengar suara teriakan yang berasan dari tempat kursi santi dan ayunan gantung yang ada di sisi kanannya. Mata Dirga membulat setelah mendapati tiga orang yang berada di sana adalah orang orang yang sangat dia kenal. "Astaga, Letta," gumannya setelah menyadari suara teriakan itu milik Violetta yang kini sedang berjongkok, di temani Ayesha di sampingnya. Langkah Dirga melebar. Dia segera mendekati Violetta dan Ayesha. "Ada apa ini? Kenapa dengan Letta?" tanya Dirga sesampainya. "Sayang, kamu kenapa?" Berjongkok di hadapan Violetta seraya menyentuh lembut punggung perempuan itu. Wajahnya terlihat panik, takut terjadi sesuatu dengan Violetta. Tak kunjung mendapat jawaban dari Violetta, mata Dirga beralih pada Ayesha dan Gilang yang masih berdiri di belakang Violetta. "Aku cuma menjelaskan apa yang menjadi pertanyaannya," ucap Ayesha pelan. Dia terlalu takut melihat tatapan serius Dirga. Dirga tak menyahut, dia lebih fokus pada Violetta yang masih menutupi wajahnya dengan kedua tangan. "Kepalaku, sakit..." katanya seraya menarik rambutnya yang terurai. Baru saja Dirga ingin menarik tangan Violetta dan menghentikan aksinya itu. Namun, Violetta menepis tangannya. Dia tak ingin di sentuh oleh laki laki itu. "Jangan sentuh aku." "Sayang, aku-" "Ayesha..." panggil Violetta. "Aku mau pulang," sambungnya. Ayesha mengangguk, lalu membantu Violetta untuk berdiri. "Kamu sanggup berjalan sampai ke mobil?" "Entahlah, kepalaku sakit sekali." Kali ini Violetta memukul pelan kepalanya. Dia tak tahan lagi. "Biar aku an-" Belum sempat Dirga menuntaskan ucapannya. Violetta langsung menyela. "Nggak. Jangan ikuti aku," tolaknya tanpa menatap mata Dirga. Dirga ingin menyusul, tapi tangan Gilang sudah menahannya. "Biarkan dia pergi. Dia masih butuh waktu untuk mengingat semuanya." "Apa yang membuat dia seperti itu?" tanya Dirga tanpa basa basi. Gilang memperhatikan langkah Violetta dan Ayesha yang sudah menjauh beberapa langkah dari mereka, kemudian beralih tatap pada Dirga. "Sebenarnya ..."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN