“Mama.” Raga yang dengan terpaksa melepas pelukan pada tubuh Mara, untuk mengangkat panggilan yang ternyata berasal dari mamanya itu, tersenyum. Memperlihatkan pada Mara layar ponsel yang memperlihatkan nama kontak ‘Mama’ bukan Nadia seperti yang Mara tebak. Mara memutar tubuh lalu mulai sibuk membereskan kekacauan yang dibuat oleh Raga. Meskipun begitu, telinganya tentu saja masih bisa mendengar dengan jelas pembicaraan Raga dengan sang mama, karena pria itu tidak keluar dari dapur. “Ya, Ma.” “Masih di kantor? Nadia nanyain.” Raga menoleh ke arah Mara yang masih terlihat sibuk dengan urusan dapur. “Oh, ada apa?” Raga memutar langkah. Berdiri menghadap ke arah punggung Mara. Sepasang matanya memperhatikan pergerakan gesit wanita itu. “Apa dia menginginkan sesuatu? Nanti aku belikan p