“Nyonya Kania mana?” tanya Bibi Endah begitu melihat Ratih menuruni tangga, yang mana membuat perempuan itu mengangkat bahunya. “Loh kok, kemana, Tih?” “Lagi ngomong sama Tuan Bima, gak enak ganggu, Bi.” “Oh, yausah sih kita buat duluan, lagian Nyonya Kania gak pernah mau nyentuh yang kotor kayak gini.” “Gak pernah masak, Bi?” “Pernah, manasin dong sih. Nyonya Kania banyak duitnya, ya tinggal sewa pembantu gak kayak kita.” “Ah iya,” gumam Ratih memilih untuk menyiapkan bahan bahan kue saja, dia mencoba tidak memikirkan apa yang dia dengar sebelumnya. Harusnya dirinya sadar diri, kedatangannya ke sini hanya untuk dijadikan istri kedua yang bertugas mengandung anaknya, bukan mengisi hatinya. “Kok gak bilang kalau udah siap?” Pertanyaan itu membuat Bibi Endah dan Ratih menatap ke arah