Diketahui

1161 Kata
Ratih merasakan suasana menjadi mencekam diantara dirinya dan Bima, tentang bagaimana majikannya itu menatapnya tajam sembari memperlihatkan tatapan kebenciannya. Demi Tuhan, Ratih merasa takut. Yang mana membuatnya memilih untuk menghindar saja. Sedari tadi Ratih memilih mengerjakan pekerjaan Bibi Endah di luar ruangan, enggan berpapasan dengan dua orang yang selalu menatapnya dengan begitu tajam. Saat malam tiba, Ratih memilih lebih banyak berdiam di kamarnya, membiarkan dua orang itu makan dilayani oleh Bibi Endah. Sampai Aldo mengedarkan pandangannya merasakan kejanggalan. “Dimana pembantu satunya lagi? Ratih? Apa dia baik baik saja?” “Dia baik baik saja, Tuan. Dia sedang beristirahat di kamarnya.” “Dia tidak sakit kan?” “Tidak, Tuan,” jawab Bibi Endah. “Dia sudah makan malam?” tanya Aldo lagi yang mana membuat Bima menggeram tertahan di sana, dia ingin membentak sepupunya itu. “Saya akan mengantarkan makan malamnya nanti, Tuan.” “Tolong rawat dia dengan baik, keliatan sekali dia masih muda. Kenapa kau memperkerjakan wanita muda sepertinya?” tanya Aldo pada Bima. “Tidakkah istrimu yang possessive itu takut jika suaminya tergoda?” “Hentikan omong kosongmu, dia butuh pekerjaan.” Aldo tertawa remeh. “Mustahil kau tidak tergoda olehnya, Bima. Dia berperawakan mungil dan juga cantik. Bukankah mirip Ibumu waktu masih muda?” “Berhenti membahas tentangnya.” “Kenapa? kau juga tertarik dengannya? Dia bilang sudah punya pasangan di kampung, pasti orang itu tidak membiarkannya bahagia. Kasihan sekali. Akan lain ceritanya jika bersama denganku,” ucap Aldo dengan seringai di wajahnya, sementara itu Bima menghentikan makan malamnya; dan terdiam beberapa saat sambil menatap Aldo. “Kenapa?” tanya pria itu. “Kau harus keluar dari rumah ini besok.” “Tidak, aku akan menunggu Kania pulang dulu, aku rindu padanya. Kau tau kami bersahabat. Jadi ya, selamat malam,” ucap Aldo melangkah lebih dulu. Dia masuk ke dalam kamarnya setelah mengakhiri makan malam. Sementara Bima masih terdiam di sana, dia kesal dengan Aldo yang seolah mengatakan kalau dirinya menyukai Ratih. Yang mana membuat Bima juga menghentikan kegiatan makan malamnya, kemudian melangkah masuk ke dalam kamar Ratih. Dan tentu saja hal itu tidak lepas dari sorotan Aldo yang mengintip lewat celah kamar, dia tertawa di sana. “Benar kan dugaanku, mana ada pembantu secantik dia.” Sementara itu, Ratih terkejut dengan kedatangan Bima, apalagi dirinya baru saja membaringkan tubuhnya. “Tuan?” “Diamlah,” ucap Bima yang ikut membaringkan tubuhnya di samping Ratih, menarik pinggang perempuan itu akan tubuh mereka lebih dekat lagi. “Aku akan tidur di sini.” Ratih yang berfikit tidur dalam hal lain, membuka kancing bajunya perlahan. Yang membuat Bima mengerutkan keningnya bingung. “Tidak, bukan menidurimu, aku hanya tidur biasa.” “Benarkah?” “Tidur dan diam,” ucap Bima yang kini menggesekan wajahnya ke potongan leher sang istri kedua. Membuat Ratih geli, namun dengan pelan dia mengusap surai suaminya perlahan. Ratih menyukai hal seperti ini, dimana dia bisa melakukan hal seenaknya pada suaminya sendiri. “Jangan dekat dekat dengan Aldo, hindari dia.” Ratih mengangguk. “Pergi jika dia mendekat.” “Aku mengerti, Tuan,” ucap Ratih. Sampai dering ponsel mengalihkan atensinya, Ratih menggapai ponsel di nakas dan membaca siapa yang sedang menelponnya. “Dari Kak Kania.” “Angkat saja.” Ratih berdehem dan segera mengangkatnya. “Hallo, Kak?” “Ratih, kakak denger di sana ada Aldo ya?” “Iya, Kak.” “Dia gak ganggu kamu kan? Orangnya dia suka penasaran, apalagi sama cewek cantik.” Ratih menggeleng. “Enggak kok. Kakak kapan pulang?” “Dua hari lagi deh kakak pulang. Kamu kapan ikut kelas lagi? Ada laporan kamu gak ikut beberapa hari?” “Pas kemaren kan disuruh Tuan Bima untuk diam aja di rumah, kebetulah Bibi Endah juga pulang kampung. Kalau sekarang ada Tuan Aldo, yang dia tau kalau aku ini pembantu di sini kak.” “Iya sih, Mas Bima juga bilang sama Kakak. Kamu sabar dulu ya, Kakak juga minta maaf. soalnya kakak khawatir kalau Aldo bocorin kesepakatan kita.” “Gak papa, Kak. Santai aj⸻Akkhhh!” “Tih, kamu kenapa?” Ratih menggigit bibir bawahnya saat Bima menyeringai, dengan tangan yang mengusap-usap bagian perut bawahnya. “Nggak, Kak. Digigit nyamuk.” “Masa ada nyamuk? Minta Bibi buat beli anti nyamuk elektrik.” “Iya, Kak. Nanti Ratih minta.. shhh…” Ratih memejamkan matanya, Bima yang jail it uterus saja menggoda sesuatu di bawah sana. “Kak, nanti Ratih telpon lagi ya.” “Oh iya, kamu capek ya kerja? Istirahat aja, jangan lupa bikin bayi sama Bima.” Dan Bima mendengar kalimat itu, yang mana membuatnya menyeringai tatkala Ratih mematikan sambungan telponnya. “Denger gak kata Kania apa? Bikin bayi ayo.” ***** Selama beberapa hari ini, Ratih terus menghindari Aldo yang terus berkeliaran di rumah. Bibi Endah juga membantu Ratih agar tidak bertemu dengan Aldo, mengingat itu juga perintah dari Bima. Supaya memberi Ratih pekerjaan yang menjauhkannya dari sepupunya itu. Beberapa kali Aldo keluar, tapi dia sering berada di rumah. Bima juga kesulitan mencari-cari kesempatan bersama sang isti, bahkan untuk tidur bersama. Hari ini Aldo pergi keluar lagi, membuat Ratih setidaknya merasa bebas sedikit. “Kamu kapan mulai kelas lagi?” “Nanti, Bi, abis Tuan Aldo pulang. Nanti dia curiga, masa iya pembantu sekolah sebelum kehamilan.” “Iya juga sih. Hati hati kamu keceplosan, kalau bocor kan bisa gawat.” “Keluarga Tuan Bima gak akan suka sama aku ya, Bi?” tanya Ratih yang mendudukan dirinya di sofa. Menerima segelas s**u kehamilan dari Bibinya. “Minum ini.” “Bener ya, Bi? Gak suka?” “Bukannya gak suka, tapi mereka kayak…. Gak banget kalau kamu dari kalangan bawah. Punya istri dua ya gak papa, tapi ingat status kamu. Masa kamu gak malu?” Ratih terdiam, sebelum akhirnya dia mengangguk mengerti. Memilih meminum s**u itu. Memang Ratih hanya dari kalangan rakyat biasa, tidak memiliki kelebihan apapun. “Kamu tuh gak sekolah, duit gak punya, turunan siapa juga? Gak ada, makannya kamu diem aja.” “Iya, Bi. Paham kok. Ratih mau bersihin halaman deket kolam renang dulu ya.” “Gak usah, nanti juga ada tukang.” “Ratih bosen,” ucap perempuan itu melangkah keluar dari rumah, memilih membersihkan kolam renang dari daun daun kering di sekitarnya. Mengingat kolam renang memiliki penutup yang khusus. Ratih sibuk membersihkan dedaunan di sana, dia tidak sadar ada orang yang memperhatikan. Sampai orang itu berdehem. “Ekhem!” Sontak Ratih tersentak dan menatap Aldo yang bersandar di pohon besar sana. “Tuan Aldo, sejak kapan anda di sana.” Aldo malah menyipitkan matanya. “Kamu istri kedua Bima?” Sontak Ratih menegang, dia bergetar ketakutan saat pria itu mendekat. “Tuan….” “Jangan takut, itu bukan urusanku. Hanya saja, Kania baik bukan?” Ratih mengangguk. “Dia baik karena menginginkan sesuatu. Jika sudah tidak mendapatkannya, dia akan meninggalkanmu, lebih tepatnya membuangmu. Kania sudah mengatakan rencana ini padaku berulang kali. Jadi, apapun alasan kamu menerimanya, sebaiknya segera ungkapkan alasannya, sebelum Kania membuangmu.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN