Lea baru saja keluar dari Lift ketika ia melihat Rendy menunggunya dibalik tiang besar di lobby.
“Kamu tunggu disini ya, biar aku ke basement untuk ambil mobil dan menjemputmu di lobby,” bisik Rendy mesra. Lea hanya mengangguk tersipu. Hari ini mereka tak lagi kencan di restoran saja, tapi sudah ingin lebih dekat.
“Lea!” panggilan seseorang yang tegas, membuat Lea dan Rendy menoleh kearah suara.
“Eh, bapak … mau pulang pak?” tanya Lea tampak kaget melihat Theo tak jauh darinya.
“Nggak, saya gak pulang. Ayo ikut saya, saya mau dinner meeting dengan client!” perintah Theo cepat dan membuat Lea pucat pasi.
“Maaf nih pak, tapi ini sudah bukan waktu kerja … saya sudah ada janji dengan Lea,” selak Rendy tampak tak suka dengan sikap Theo yang langsung ingin mengajak Lea meeting dadakan.
“Ah… mas … biar aku saja yang bicara,” pinta Lea tak enak hati mendengar ucapan Rendy pada Theo, ia merasa sangat takut Theo jadi tersinggung karenanya.
“Pak, maaf malam ini kita akan meeting apa? Mbak Annie gak bilang apa-apa sama aku soalnya?” tanya Lea kikuk dengan suara pelan dan gelisah.
“Meetingnya dadakan, Annie gak bisa ikut, jadi kamu yang gantikan dia! Kenapa? Kamu mau pacaran malam ini sama si manipulatif?” sindir Theo sambil menatap Rendy tanpa ekspresi.
Disindir manipulatif, raut wajah Rendy tampak berbeda.Ia terlihat marah pada Theo.
“Pantes kamu bilang sering merasa stress, mulut bos loe kaya banci! Nyinyir banget kaya cewe!” ucap Rendy sindir balik Theo dengan kasar. Ia merasa tak perlu berbasa-basi lagi pada pria pincang didepannya.
“Terserah kamu mau bilang saya apa, tetapi saya bukan kamu yang memanfaatkan atasan untuk mendapatkan perhatian perempuan. Jadi laki tuh bermodal, mas!” balas Theo tenang tapi dingin lalu menarik tangan Lea untuk mengikutinya.
“Pak, tunggu … saya mau pergi dengan mas Rendy,” bisik Lea menahan langkahnya, ia terlihat bingung ketika melihat kedua pria dihadapannya saling serang dengan kata-kata. Rendy pun segera menahan Lea dengan berdiri dihadapan Theo.
“Loe denger kan kata cewe gue?! Dia mau pergi sama gue, bukan sama bos pincang!”
“Mas Ren! Jangan keterlaluan begitu!” tegur Lea tak suka ketika Rendy berbicara kasar mengenai fisik Theo. Tapi Rendy terlihat tak peduli, ia menepis tangan Theo dari lengan Lea dan sedikit mendorong Theo sehingga pria itu berdiri terhuyung-huyung.
“Mas, sudah! Ini diliatin orang ah, malu!” ucap Lea gusar karena suasana terasa sangat tidak enak. Melihat mobil Theo sudah sampai lobby, Lea pun segera mengajak Theo untuk pergi dari situ.
“Ayo pak, ke mobil … pak Sugi sudah sampai,” ucap Lea panik.
“Mas, sebentar ya …” ucap Lea pada Rendy dan segera keluar dari pintu lobby bersama Theo.
Ketika pintu mobil terbuka, Theo segera menyuruh Lea untuk ikut masuk.
“Masuk!” suruh Theo.
“Gak bisa pak, aku mau pergi sama mas Rendy,” ucap Lea bingung sekaligus gelisah melihat sikap bosnya yang mendadak bersikap kasar pada calon kekasihnya.
“Rendy itu penipu! Kamu dibohongin sama dia, jangan bodoh! Masuk!”
“Pak …”
“Masuk!” Mendengar suara Theo makin tinggi sehingga menarik perhatian orang-orang membuat Lea spontan masuk ke dalam mobil. Masih terlihat wajah Rendy yang mengejarnya ke mobil dan memukul pintu mobil Theo dengan keras ketika Lea masuk ke dalam. Lea hanya bisa menoleh kebelakang dan melihat Rendy tampak kesal diikuti dengan pandangan banyak orang yang juga baru bubar dari kantor masing-masing.
“Apa-apaan sih mas?!” tanya Lea kesal dengan suara tinggi ketika mobil telah meninggalkan area gedung.
“Aku tahu hari ini kita gak ada meeting! Ini akal-akalan mas aja kan?!”
“Iya! Ini akal-akalan aku aja biar kamu gak pergi sama si tukang tipu!”
“Mas gak boleh bicara begitu! Hanya karena mas gak kenal mas Rendy dan menuduh orang sembarangan!”
“Aku gak nuduh orang sembarangan! Dia memang tukang tipu dan kamu akan jadi korbannya sebentar lagi! Kamu tahu gak yang kirim bunga sama kamu itu bukan dia! Tapi Pak Zul, atasan Rendy!”
“Kok tiba-tiba kamu sebut nama pak Zul sih?! Kenapa semua orang kamu libatkan untuk urusan aku sama Rendy?!”
“Bukan semua aku libatkan, tapi memang kebenarannya begitu! Kita harus bicara, kamu harus dengar penjelasanku kenapa aku bersikap seperti itu pada Rendy! Mulai besok, kamu gak perlu lagi bicara sama si penipu itu!”
“Mas, aku memang karyawan mas dikantor, tapi urusan pribadiku bukan urusan mas Theo! Mas gak ada hak untuk larang aku ketemu siapapun!”
“Aku larang kamu karena ada alasannya! Rendy itu gak baik!”
“Akh sudah! Aku jadi pusing! Kenapa sih, kalian tidak bisa membiarkan aku bahagia?! Aku merasa senang dan kembali hidup tetapi ada saja gangguannya!”
“Apa? Kamu bilang aku pengganggu?! Aku tuh cuma mau kasih tahu yang benar sama kamu! Tapi malah kamu anggap pengganggu!”
“Kalau mau ngasih tahu juga ada caranya, mas! Bukan dengan mempermalukan aku didepan orang banyak seperti tadi!”
“Siapa yang mau bikin kamu malu?! Pacar kamu tuh, yang sikapnya arogan dan kasar! Aku heran sama kamu yang mau sama orang seperti itu?! Kamu harus belajar supaya gak ditipu sama orang!”
“Iya deh, aku memang bodoh! Mas Theo emang yang paling pintar sedunia!”
“Loh, aku gak bilang kamu bodoh! Aku bilang kamu harus belajar, bukan bodoh! Kebiasaan berpersepsi!”
“Mas… mbak…”
“Apa?!” bentak Theo dan Lea bersamaan ketika pak Sugi memotong mereka.
“Sudah sampai ….,” jawab pak Sugi tegang karena dibentak oleh dua orang. Lea segera turun dari mobil dengan tergesa-gesa.
“Lea, tunggu! Kita harus bicara!” panggil Theo masih emosi.
“Gak! Gak perlu aku bicara sama mas Theo! Urusi saja urusan mas sendiri dan biarkan aku mengurusi hidupku sendiri! Gak perlu saling ikut campur!” pekik Lea sebelum akhirnya ia berlari menuju kamarnya dan membanting pintu.
Theo hanya bisa mendengus gusar dan segera masuk ke dalam rumah. Ia merasa kesal sendiri karena malah jadi debat kusir dengan Lea, tanpa bisa menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Theo mencoba menenangkan pikiran dengan membersihkan diri dan segera sholat magrib. Setelah merenung cukup lama, Theo akhirnya memutuskan untuk meminta maaf pada Lea. Ia sadar, sikapnya memang sudah membuat Lea malu dan merasa jengah karena terlalu ikut campur.
Selesai makan malam, Theo menatap keluar jendela ke arah taman belakang dimana kamar Lea berada. Lampu kamar Lea yang tampak terang benderang membuat Leo memutuskan menemui Lea.Perlahan ia mengetuk pintu kamar perempuan itu sembari memanggil namanya.
“Lea, ini aku … aku butuh bicara dengan mu…” ucap Theo dengan nada lembut. Tak ada jawaban.
“Aku akan tetap didepan pintu kamarmu, sampai kamu buka Lea. Aku mau minta maaf sama kamu,” ucap Theo lagi. Melihat tak ada reaksi dari dalam kamar Lea, Theo segera menarik salah satu kursi di teras belakang dan membawanya ke depan kamar Lea.
“Aku akan duduk disini sampai kamu membukakan pintu,” ucap Theo sambil duduk menunggu. Iya, ia akan menunggu sampai Lea memberikannya kesempatan untuk menjelaskan apa yang terjadi dan memberikan kesempatan untuknya meminta maaf.
Tanpa Theo sadari, sebenarnya Lea sudah tak berada di dalam kamar. Diam-diam ia menyelinap keluar rumah untuk menemui Rendy yang menunggunya di pinggir jalan rumah Theo. Sikap Theo yang mendadak membenci Rendy tak bisa diterima oleh akal sehat Lea, apalagi Rendy terus menerus menghubunginya sehingga Lea memutuskan untuk menemui Rendy dan hendak meminta maaf atas sikap Theo padanya.
Bersambung