Dan seketika, senyum pemuda itu terkembang dengan puas. Tentu saja, si pemuda cerdik laksana ular tersebut sangat gembira saat merasa umpannya telah disambar ikan.
“Kamu sudah punya pilihan?” sang Opa terlihat curiga pada Niko.
“Opa, Niko hanya memohon satu syarat itu saja setelah semenjak tadi dipaksa untuk menggantikan posisi Opa dalam perusahaan. Sekarang, Niko akan menggunakan hak prerogatif untuk memilih sekretaris pribadi dengan mandiri tanpa campur tangan pemegang saham lainnya.” Berlagak sok penting, Niko memainkan hak kuasanya di tempat itu.
“Ha-ha-ha ... gayamu, Nik ... ha-ha-ha ... lihat anak kamu, Tih ... gayanya sudah macam presiden saja.” Wajah tua itu tertawa terbahak melihat kelucuan sang cucu yang kini tengah kembali mendapatkan sebuah cubitan dari sang Mama.
“Tapi oke, Opa mau lihat siapa pilihan kamu. Sesukamu, Nik ... tapi, jika dalam waktu tiga bulan dia nggak becus apa-apa, kamu harus segera menendangnya. Kalau kamu nggak mau, kekuatan saham 60% dari pemegang lain akan menggesernya dengan paksa.”
“Baik, Opa. Tiga bulan pun cukup!”
Semua mengerutkan kening, tak paham dengan nalar Niko yang secara enteng mengatakan itu. Tak perduli dengan tatapan heran keempat orang dalam ruangan itu, Niko mengambil sebuah kertas dari meja sang kakek, kemudian menuliskan sesuatu dan memberikan pada Nuning sambil berkata,
“Tolong carikan data lengkap nama ini dan jabatan saat ini yang ia miliki di perusahaan. Besok pagi, karyawan yang bernama ini harus menghadap saya untuk wawancara. Oh ya, sebelum bertemu dengan saya, minta tolong pada bagian HRD lakukan beberapa test IQ, EQ dan test kepribadian secara sederhana.”
Semua melongo saat mencoba membaca tulisan di atas kertas yang dipegang oleh si sekretaris. Hanya Nuning yang tetap tenang. Ia mengangguk untuk mengiyakan perintah Boss barunya.
“Kamu kenal gadis itu, Nik?” tanya sang Kakek dengan sedikit heran.
“Belum, Opa ... Besok pagi, kami akan berkenalan. Tapi Niko tahu kalau dia genius,” jawab Niko tenang sambil menyungging senyum.
Rapat keluarga dalam kantor segera dibubarkan, dan mereka semua berpindah tempat menuju tempat tinggal Niko yang dulunya merupakan rumah bagi semua anggota keluarga. Ratih harus selalu mendampingi suaminya yang menjadi seorang Diplomat. Sementara Nichole juga setia mengikuti suaminya yang memiliki perusahaan di luar negeri.
Kini rumah yang megah dan besar yang terletak di bilangan elite pinggiran kota itu menjadi istana Niko sepenuhnya, karena sang Kakek lebih suka untuk tinggal menyendiri di tengah hamparan perkebunan dan pabrik pengolahan hasil bumi mereka.
---
Tanpa diketahui oleh si anak muda bandel, Opa Haryo memang sengaja memanggil mereka pulang ke tanah air. Mengingat usia yang tak lagi memungkinkan untuk bekerja keras seperti dulu lagi, secara diam-diam sang kakek mengajak Mama dan kakak Niko untuk mengadakan sebuah pembicaraan.
Mereka berbincang dan mencari formula tepat dalam mengurus perkebunan, pabrik dan juga pemasaran produksi. Selain hal itu, inti pembicaraan juga untuk memikirkan keadaan si anak bungsu yang sebenarnya menjadi tumpuan harapan keluarga. Jika pemuda itu tidak segera diselamatkan dari gaya hidupnya yang sekarang, sudah barang tentu akan terlambat bagi semua untuk menyerahkan tanggungjawab kepada Niko sebagai penerus berikutnya dalam memimpin perusahaan keluarga tersebut.
Dan pada malam sisa hari itu, dihabiskannya untuk berkumpul serta saling bercerita melepas rindu. Tak lupa, para senior memberikan sedikit demi sedikit pengertian pada si anak muda agar mau mengerti tanggungjawab yang harus dipikulnya di masa depan.
Paginya, Niko sudah berada di kantor pimpinan KOFFIE en CHOCOA VAN JAVA. Kedatangan kali kedua dalam dua hari ini sangat berbeda dengan kemarin dimana Ia sempat sedikit dihalangi oleh seorang gadis cantik di meja resepsionist.
***
Pagi itu Narendra tua mengumpulkan para kepala bagian di ruang meeting untuk memperkenalkan Niko sebagai pimpinan baru perusahaan. Selesai pertemuan yang lebih merupakan basa-basi saja, Haryo Bagus mengajak cucunya untuk mengelilingi semua bagian dan ruangan yang ada di kantornya.
Kebiasaan sang Direktur Utama senior adalah seperti itu. Pimpinan yang begitu dicintai oleh semua karyawan tersebut, selalu tak pernah lupa untuk menyambangi serta menyapa semua penghuni kantor dari level teratas sampai pekerja di kalangan bawah seperti OB dan Cleaning Service. Adatnya memang tak pernah berubah, selalu ramah dan kebapakan serta penuh perhatian kepada semua orang yang sudah ia anggap sebagai keluarganya sendiri.
Sang kakek membawa Niko berkeliling untuk berkenalan dan memberi contoh pada anak muda itu tentang bagaimana sikapnya selama ini terhadap anak buah. Ia berharap, agar cucunya nanti juga mau meneruskan kebiasaan seperti itu. Bukan menjadi pemimpin yang jauh dari anak buah, tapi sesosok figur yang mampu memberi motivasi serta penghargaan kepada bawahan.
---
Kembali ke ruang kerja CEO yang kini menjadi hak sepenuhnya Niko, Narendra senior memanggil Nuning untuk menemuinya. Lalu, mereka bertiga segera terlibat dalam pembicaraan tentang tekhnis kerja sehari-hari.
Boss besar menginstuksikan pada Nuning agar mulai saat itu membuat empat copy laporan harian. Jika dahulu hanya satu copy yang selalu diserahkan setiap hari pada Haryo Bagus, saat ini harus menjadi empat buah untuk satu laporan bagi setiap pemegang saham.
Ditekankan juga pada Nuning jika mulai saat ini, semua keputusan ada di tangan Niko. Suka tidak suka, anak muda itulah yang harus mengambil semua keputusan penting.
“Perkara nanti Niko akan berkonsultasi dengan saya, biarlah pemuda itu yang memutuskan. Jadi, mulai sekarang kamu hanya wajib melaporkan apapun masalah operasional sehari-hari pada Niko.” Demikian Haryo Bagus menegaskan hal tersebut pada sekretaris pribadinya.
Masih di hadapan Niko, sang kakek juga memberikan instruksi jelas jika keberadaan Nuning dalam kantor tersebut adalah masih tetap sebagai wakil kehadiran Haryo Bagus. Apapun yang diusulkan oleh sekretaris itu adalah merupakan suara dari Narendra senior.
“Jadi, Niko ... Nuning ini adalah wakil Opa, suara dia adalah suara Opa. Bedanya sekarang, jumlah kepemilikan saham kamu jauh lebih besar daripada yang lain. Oleh karena itu, kamu berhak memutuskan apapun persoalan dan solusi sehari-hari yang harus diambil. Tapi pesan Opa, mintalah pertimbangan pada Nuning. Karena dia pasti lebih paham semua masalah disini. Belajar dan terus belajarlah dari dia, sebab semua pemikirannya adalah pemikiran Opa juga. Kamu paham?”
Niko manggut-manggut dan merasa sedikit lega karena jadi tahu apa yang akan dilakukannya jika menghadapi suatu masalah nanti.
Selesai pertemuan tiga orang, Haryo Bagus Narendra segera pamit untuk pergi meninggalkan kantor dan akan segera bergabung dengan anak serta cucu perempuan. Mereka sudah berencana untuk segera meluncur ke rumah tinggalnya yang berada di pedesaan.
“Niko ... Opa, Mama dan Nichole menunggumu di perkebunan. Sore ini, datanglah ke rumah Opa. Kami semua pasti ingin mendengarkan semua cerita pengalaman pertamamu di kantor.”
---
Setelah hanya berdua di ruangan, mereka berdiskusi sebentar untuk membicarakan tentang nama yang kemarin diserahkan oleh Niko pada Nuning.
“Gadis itu sudah berada di ruangan saya, sementara hasil test masih diproses oleh bagian HRD setelah tadi pagi ia dipanggil kesana untuk melakukan itu.”
“Oke, Mbak. Terima kasih. Kalau Mbak sudah selesai, suruh gadis itu masuk kesini.”
“Siap, Mas Niko. Sebentar, saya panggilkan dia,” jawab sekretaris tersebut sambil berjalan meninggalkan ruangan.
Tak berapa lama kemudian, pintu diketuk dari luar.
"Masuk."
Nuning sudah kembali lagi dengan membawa seorang gadis cantik tinggi kerempeng memasuki kantor baru Niko. Sosok yang tampaknya tidak terintimidasi dalam ruangan boss itu, mungkin memiliki tinggi sekitar seratus tujuh puluh centimeter. Ia berpakaian sangat rapi bersahaja namun masih saja terlihat menarik dan anggun. Dengan postur dan kepala yang tegak yang menatap lurus ke depan, rasa percaya dirinya terlihat begitu tinggi namun jauh dari sikap sombong.
Niko tak henti menatap gadis yang baru satu kali dulu pernah ia temui. Dicermatinya seluruh profil serta gerstur, seakan ia ingin menghapal seluruh detil profil dari raut muka yang terlihat datar tanpa emosi. Wajah rupawan yang kini berada didepannya, terukir dengan sempurna seolah Tuhan sedang tersenyum saat menggerakkan tangan-NYA dalam penciptaan tersebut.
***