Pencarian

1232 Kata
Kami membawa Candra masuk ke dalam rumah. Dia istirahat dan tertidur untuk bebebrapa saat. Saat terbangun sudah segar aja dia. Kurasa ini waktu yang tepat untuk kepo. Aku membuka percakapan dan mengajukan pertanyaan padanya. "Bang, Abang kemana aja ?" "Aku muter-muter di hutan nyariin kamu Ndut. Pas ada api itu kan aku langsung pas aku sadar kamu gak ada, aku balik lagi ke tempat itu. Di sana udah gak ada orang sama sekali. Tenda terbakar. Aku panik nyariin kamu dan teman-teman yang lain. Sepanjang malam gak tidur aku muter terus nyari kalian semua. Sampai aku berada di air terjun. Di dekat situ aku terjebak gak bisa keluar. " "Gak bisa keluar gimana ?" tanya Ichal penasaran. "Ya, kemanapun aku pergi ujung-ujungnya selalu balik lagi ke tempat itu. Dua hari aku cuma minum air sungai sama makan daun-daun dan jamur. Sepanjang malam di teror suara-suara aneh. Aku mencoba mencari jalan keluar tapi selalu saja balik ke tempat yang sama sampai aku putus asa." Aku menggeser tempat duduk dan memperbaiki posisi dudukku. "Emangnya kau mendengar apa Bang ?" tanyaku penasaran. "Suara cekikikan kuntilanak, lalu suara rintihan yang begitu menakutkan. Bahkan aku terus di ganggu makhluk gaib sepanjang malam. Salah satunya kuntilanak merah dia terus mengikutiku dan terus menggangguku. Kabut tebal menyelimuti hutan, gak ada yang bisa ku lakukan selain duduk di pinggir sungai. Perasaanku udah gak karu-karuan. Pikiranku kacau, aku kelaparan tubuhku lemas dan otakku sudah tidak bisa berfikir dengan jernih. Udah pasrah banget aku, aku pikiran untuk selamat udah hilang dari otakku. Pas aku duduk terdiam di pinggir sungai, tiba-tiba ada suara auman hari mau. Keras banget suaranya. Langsung aku berdir. Kaget dan takut campur jadi satu. Dalam benakku yang aku pikirin mungkin aku akan mati hari ini di terkam harimau. Saking putus asa dan jengkelnya aku di gangguin mulu sama makhluk halus. Aku teriak sekencang-kencangnya. Aku tantang mereka semua yang ada di tempat itu. Yang ada di otakku kalau emang harimau itu memakanku biarlah dia memakanku. Aku ngomong sambil teriak ,aku bilang woy.... kalian semua setan-setan penunggu tempat ini. Kalau kalian ingin membunuhku, cepat bunuh aku sekarang juga. Jangan mempermainkan aku dan jangan menyiksaku b******k ! Ayo bunuh aku sekarang aku sudah siap mati. Woy dimana kalian ? Apa kalian mendengarku ? Muncullah dan bunuh aku ! "Candra menghela nafas, dia menghisap rokok yang ada di tangannya. "Terus mereka muncul semua ?" Tanyaku Candra menggelengkan kepala. "Enggak, mereka gak muncul. Cuma suara auman harimau yang terdengar. Aku aku tantangin lagi mereka aku teriak lagi. Aku bilang woy setan keluar kau semua ayo bunuh aku ! Kenapa kalian tidak mau keluar. Kalau kalian gak mau membunuhku biarkan aku pergi dari sini! Saking jengkelnya aku. Aku teriak sekencang-kencangnya. Lalu aku duduk di pinggir sungai. Kupikor sudah gak ada harapan untukku keluar dari hutan ini. Eh ternyata 10 menit kemudian Bari dan warga dateng nyamperin aku. Ya Allah lega sekali aku." "Untung mereka mendengar teriakanmu Ndra " ujar Riska. "Iya, tapi ada yang aneh. Bari bilang dia sudah melewati sungai itu 3x bahkan menyisir sepanjang sungai tapi mereka tidak melihatku. Padahal aku terus berada di pinggir sungai. Bari bilang selesai dia solat dia mendengar suara teriakan dari arah sungai. Dia mngomong sama orang-orang. Awalnya dia ragu tapi pas dia mendengar teriakan yang ke dua dia balik ke sungai." "Syukurlah Bang yang penting Abang udah selamat. Mudah-mudahan bang Ilyas juga segera di temuan," ucapku. "Iya aamiin Ndut," jawab Candra. Hari semakin sore Bari masih belum kembali. Kami semua yang ada di rumah ketua adat harap-harap cemas menunggu kabar baik darinya. Kami mengadakan doa bersama untuk keselamatan Ilyas. Candra tampak murung dia terlihat sangat sedih. Yah wajar Ilyas adalah sahabat baiknya dari kecil pasti dia sangat mengkhawatirkannya. Selesai berdoa Candra duduk di halaman rumah dia termenung di kursi tua yang telah usang. Aku menghampirinya. "Bang, ngapain duduk di sini sendirian ?" tanyaku. Aku duduk di sebelahnya. Candra menoleh kearahku, dia menarik nafas dalam-dalam. "Gak papa Ndut, " jawabnya lirih. "Abang sedih ya ?" "Enggak, aku cuma mengkhawatirkan Ilyas. Sampai sekarang belum ada kabar darinya dan aku gak tau dimana rimbanya. Aku takut terjadi sesuatu padanya." Candra menghela nafas "teman macam apa aku ini ? Temanku sedang dalam bahaya sementara aku hanya diam di sini tanpa bisa melakukan apapun untuknya . "Suara Candra bergetar seperti menahan tangis. Aku menatap wajahnya, matanya tampak berkaca-kaca. "Bang aku minta maaf, " ucapku lirih sambil tertunduk penuh penyesalan. "Gara-gara aku kalian semua dalam masalah. Gara-gara aku bang Ilyas hilang." "Ini bukan gara-gara kamu Wah, tapi aku." Suara seseorang menyahut dari belakang . Ichal menghampiriku dan Candra. "Ini semua salahku, aku yang udah melanggar pantangan itu, hanya karena egoku dan aku terlalu penasaranku dan tidak percaya dengan hal yang kuanggap mitos. Aku telah mencelakakan kalian semua. Aku minta maaf, " tutur Ichal dengan penuh sesal. Candra melihat Ichal dengan sorot mata yang tajam penuh kemarahan. Candra tiba-tiba berdiri dan memegang kaos Ichal lalu menariknya dengan paksa. "IYA, INI SEMUA EMANG SALAHMU. KAU DENGAR INI SEMUA SALAHMU KAU DENGAR ITU ?" Candra berbicara dengan nada tinggi dia berteriak pada Ichal. "GARA-GARA KAU AKU HAMPIR MATI DAN SEKARANG ILYAS BAHKAN DIA SAMPAI SEKARANG BELUM KETEMU DAN BELUM ADA KABARNYA. " Aku beranjak berdiri dan berusaha meredam emosi Candra. "Bang udah bang, istighfar Bang." Aku memegang lengannya Candra. Sementara Ichal pasrah di tarik-tarik oleh Candra. Aku menengahi mereka karena aku tau Candra pasti akan memukul Ichal. Mendengar suara keributa teman-teman yang lain keluar. Mereka berduyun-duyun menghampiri kami. Candra mendorongku dengan kasar sikuku terbentur kursi dan aku jatuh tersungkur di tanah. Dengan sigap Candra memukul Ichal. Satu pukulan dari Candra mendarat di wajah Ichal hingga ia jatuh tersungku ke tanah, hidung Ichal mengeluarkan darah. "NDRA BERHENTI ! APA-APAAN KAU INI!" bentak Riska. Ia pun memegangi Candra di bantu teman-teman yang lain. Mereka menahan Candra agar tidak memukuli Ichal. Ichal segera beranjak berdiri. "IYA AKU TAU INI SEMUA SALAHKU, AKU YANG UDAH MEMBUAT KALIAN SEMUA CELAKA TERMASUK KAU DAN ILYAS. AKU AKAN TANGGUNG JAWAB SEKARANG JUGA AKU AKAN MENCARI ILYAS UNTUKMU. ILYAS BUKAN HANYA SAHABATMU TAPI JUGA SAHABATKU BUKAN HANYA KAU SAJA YANG SEDIH TAPI JUGA AKU, " ujar Ichal setengah membentak. Ichal langsung pergi. Saking lantangnya suara Candra sebagian warga desa sampai keluar. Riska berlari mengengejar Ichal. "Chal tunggu Chal. Kau tidak boleh pergi kau harus tetap di sini !" Riska menahan Ichal. "Lepas !" seru Ichal dengan emosi yang tertahan. "Enggak kau gak boleh pergi. Ingat pesan juru kunci dan ketua adat. Kita semua harus tetap di sini jangan pergi kemana-mana plis Chal dengerin aku, jangan menuruti emosimu." Riska menoleh ke Candra " plis Ndra jangan seperti ini. Kita semua tim, kita semua teman di saat seperti ini jangan saling menyalahkan. Meskipun ichal salah dia udah menyesali perbuatannya. Nasi udah menjadi bubur semua udah terjadi kalian berantem juga percuma, itu tidak akan menyelesaikan masalah. Yang ada malah hanya akan menambah masalah." "Sudah nak sudah kalian jangan berkelahi, di situasi seperti ini tidak ada gunanya berkelahi, lebih baik kita mendoakan mereka yang sedang mencari teman-teman kalian. Tidak usah saling menyalahkan. Tidak ada gunanya. Kalian berkelahi sampai mati tidak akan merubah apapun," lerai si istri tetua adat. Semua terdiam. Candra pergi meninggalkan tempat itu. Sementara Ilyas masih berdiri di tempatnya dia tertunduk, tubuhnya bergetar dan tangisnya pun pecah. Ilyas terduduk di tanah sambil menangis histeris layaknya anak kecil. Riska menenangkan Ichal. Istri ketua adat pun menghampiri Ichal dan menenangkan Ichal. Sementara teman-teman yang lain. Mereka hanya memperhatikan Ichal.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN