Balas Budi

1567 Kata
Sudah dua hari berlalu dan Ivy masih merasa syok sampai sekarang. Masih sulit baginya mempercayai bahwa pria yang dia selamatkan dari perompak waktu itu ternyata putra mahkota yang melarikan diri dari istana. Ivy hanya menyendiri di depan rumah, tengah duduk di kursi di mana dia dan Clyde pernah duduk bersama di sana sambil bersama-sama memberi rumput untuk kuda. Hembusan napas pelan berulang kali meluncur dari mulutnya, pikirannya tiada henti memikirkan tentang Clyde. “Kak Ivy.” Sebuah panggilan terdengar, Ivy menoleh ke arah sumber suara dan dia menemukan sosok Miranda yang berdiri di sana. Ivy tersenyum kecil, lantas melambai-lambaikan tangan, memberi isyarat pada Miranda untuk mendekat dan duduk di sampingnya. Miranda menurut, gadis itu kini mendudukan diri tepat di samping Ivy. “Kak Ivy, aku perhatikan belakangan ini melamun terus. Ada apa, Kak? Apa Kak Ivy tidak bisa melupakan Kak Clyde … eh, maksudku putra mahkota?” Mendengar nama Clyde disebut, Ivy mendengus keras. “Ya, aku memang tidak bisa berhenti memikirkan pria pembohong itu. Ck, jika saja sejak awal aku tahu dia itu seorang putra mahkota, aku tidak akan menyelamatkannya ketika dia dikepung perompak. Aku juga tidak akan membawanya ke padepokan kita. Ada banyak hal yang aku sesali setelah mengetahui ternyata pria itu seorang putra mahkota. Salah satu penghuni istana dan anggota keluarga kerajaan yang sangat aku benci.” Kedua tangan Ivy terkepal saat mengatakan ini. “Kak Ivy, aku sering merasa heran kenapa Kakak bisa begitu benci pada anggota keluarga kerajaan?” Sekali lagi Ivy mendengus. “Itu karena mereka suka bertindak semena-mena. Lebih mementingkan diri sendiri daripada kesejahteraan rakyat kecil seperti kita. Di saat kita hidup susah dan serba kekurangan, mereka justru berfoya-foya di istana. Padahal mereka bisa hidup mewah dan makan makanan yang enak-enak juga uangnya dari hasil memeras rakyat karena pajak yang besar. Entahlah, yang jelas aku tidak suka dengan sistem pemerintahan di Kerajaan Wendell.” Miranda tak mengatakan apa pun, hanya mendengarkan curahan hati Ivy dalam diam. “Oh, karena itu alasannya, aku pikir Kak Ivy membenci anggota keluarga kerajaan karena ada alasan lain.” Ivy menggelengkan kepala sambil mengulas senyum tipis untuk Miranda. “Tidak. Aku tidak memiliki alasan lain. Ngomong-ngomong bagaimana denganmu?” Miranda mengernyitkan dahi, tampak kebingungan. “Maksudnya, Kak? Aku tidak paham.” “Setelah tahu pria itu ternyata putra mahkota, bagaimana perasaanmu sekarang? Bukankah kau menyukainya, Miranda?” Wajah Miranda seketika bersemu merah, tampak sedang menahan malu sekaligus keterkejutan karena Ivy yang tiba-tiba bertanya demikian. Ivy tentu menyadari ucapannya membuat Miranda malu dan salah tingkah, dia pun terkekeh kecil. “Kenapa harus malu, Miranda? Padahal wajar gadis seusiamu sudah mulai jatuh cinta. Hanya saja sayangnya kau jatuh cinta pada pria yang salah. Sampai kapan pun mustahil kau bisa bersanding dengan anggota keluarga kerajaan. Lagi pula saranku jangan mau menjadi pasangan anggota keluarga kerajaan.” “Memangnya kenapa, Kak?” tanya Miranda, terlihat serius menanggapi ucapan Ivy dan sekarang dia penasaran bukan main. “Karena mereka itu tidak setia. Kau lihat sendiri kan mana ada pria anggota keluarga kerajaan yang hanya memiliki satu pasangan. Mereka selalu memiliki banyak selir. Aku tidak ingin kau hidup seperti itu, Miranda. Berbagi suami dengan wanita lain, itu pasti sangat menyakitkan. Jika itu aku, aku tidak akan pernah sudi.” Miranda terdiam seraya menundukan kepala, wajahnya terlihat sendu. Ivy yang menyadari itu, menyentuh dagu mungil Miranda dan mengangkatnya agar mereka bisa saling bertatapan. “Jangan menangisi pria seperti Clyde, Miranda. Percayalah kelak kau akan mendapatkan pria yang jauh lebih baik darinya. Sekarang kau lupakan dia. Anggap kau tidak pernah bertemu dan mengenalnya.” “Apa Kak Ivy bisa melupakan begitu saja pertemuan dengan putra mahkota? Apalagi kalian sepertinya dekat.” Ivy tertawa lantang, merasa ucapan Miranda itu sangat lucu dan menggelikan di telinganya. “Apanya yang dekat? Kami justru sering bertengkar seperti musuh.” “Aku pernah mendengar katanya semakin banyak bertengkar maka hubungan akan menjadi lebih dekat.” “Huh, siapa yang mengatakan itu? Aku tidak setuju,” bantah Ivy sambil mengibaskan tangannya untuk menampik ucapan Miranda tersebut. “Sebenarnya aku tidak menyesal karena sudah bertemu dan jatuh cinta pada putra mahkota.” Ivy refleks memusatkan atensinya pada wajah Miranda yang tengah mencurahkan isi hatinya. “Aku justru merasa beruntung karena dia yang menjadi pria cinta pertamaku. Walau yang Kak Ivy katakan memang benar, aku tidak mungkin bisa bersamanya, tapi pertemuan kami berdua dan perasaan cinta ini akan selalu aku kenang seumur hidupku. Aku berharap sekali saja aku bisa melihat wajahnya lagi, walaupun dari kejauhan.” Ivy terdiam, bisa melihat dengan jelas keseriusan dan ketulusan perasaan Miranda untuk Clyde. “Kak Ivy, jatuh cinta itu menyenangkan. Aku harap Kak Ivy akan segera merasakannya.” Ivy membuka mulut hendak menjawab ucapan Miranda tersebut, tapi urung dia lakukan karena tiba-tiba keributan terjadi. Baik Ivy maupun Miranda bergegas bangkit berdiri begitu melihat banyak penunggang kuda yang mendatangi padepokan mereka. Setelah mereka perhatikan ternyata itu prajurit istana. Mereka datang lagi bersama seseorang yang sejak tadi mereka bicarakan. Ya, Clyde ikut dalam rombongan prajurit istana tersebut. Clyde turun dari kudanya dan berjalan dengan gagah mengenakan pakaian kebesarannya sebagai putra mahkota, menghampiri Ivy dan Miranda yang sedang melongo di tempat. “Hai, Ivy, Miranda. Bagaimana kabar kalian?” tanya Clyde, seramah dan seceria biasanya seolah dia tidak merasa bersalah sedikit pun karena sudah membohongi kedua gadis itu tentang statusnya. Miranda tersipu karena semburat merah bermunculan di wajahnya, tak dia sangka keinginannya yang dia utarakan beberapa menit yang lalu benar-benar dikabulkan. Kini dia bisa melihat lagi wajah pria yang dia cintai. Sedangkan Ivy memasang raut wajah keras yang menyiratkan amarah yang mendalam. Dia mendorong d**a Clyde agar menjauh membuat pria itu terdorong ke belakang dan nyaris terjengkang. Tentu saja tindakan kasar Ivy itu mengundang reaksi dari prajurit istana yang bertugas mengawal dan menjaga keamanan sang putra mahkota. Dengan serempak mereka berniat maju untuk menyerang Ivy, tapi dengan cepat Clyde bertindak. Dia mengangkat satu tangan sebagai isyarat agar para prajurit itu diam di tempat. “Kenapa kau datang lagi ke sini, hah?!” bentak Ivy, dia tak peduli atau merasa gentar walau pria yang berdiri di hadapannya seorang putra mahkota yang harus dia hormati. “Berani sekali kau bicara sekasar itu pada Yang Mulia Putra Mahkota!” Sang pemimpin para prajurit balas berteriak, membentak Ivy yang lagi-lagi bersikap tak sopan pada junjungan mereka. Clyde kembali mengangkat satu tangan, memberi isyarat agar tak ada yang ikut campur dengan urusannya dan Ivy. “Aku ingin bicara denganmu. Bisa kita bicara berdua?’ Dengan angkuh Ivy berpangku tangan. “Kalau kau ingin bicara, bicara saja di sini. Kenapa kita harus bicara berdua?” Namun, Clyde mengabaikan sepenuhnya penolakan Ivy, dia menangkap salah satu tangan Ivy dan menariknya paksa agar mengikutinya. Tentu Ivy memberontak mencoba melepaskan diri, tapi Clyde tak membiarkannya terlepas, tetap menggenggam tangann Ivy seerat yang dia bisa lalu menariknya paksa agar ikut bersamanya. Kini Ivy hanya bisa pasrah mengikuti ke mana pun Clyde membawanya pergi. Langkah mereka baru terhenti setelah mereka berada cukup jauh dari orang-orang sehingga mereka bisa bicara berdua dengan leluasa. Ivy menepis kasar tangan Clyde yang masih menggenggamnya dan kali ini berhasil karena tangannya akhirnya bebas. “Ck, kau ini mau bicara apa denganku? Dan lagi kenapa kau kembali ke sini? Kenapa tidak tidur santai saja di istanamu?” Ivy melebarkan mata ketika sebuah pemikiran terlintas di kepalanya. “Atau kau datang ke sini karena berniat menangkapku?” Kening Clyde mengernyit. “Kenapa kau berpikir begitu?” “Karena aku sering bersikap kasar padamu.” Clyde terkekeh pelan. “Itu mana mungkin. Kalau aku datang ke sini karena berniat menangkapmu sudah pasti tadi aku akan membiarkan saat prajurit istana hendak menangkapmu.” “Terus apa alasanmu datang lagi ke sini? Atau kau ingin menangkapku karena mengetahui akulah orang yang mencuri stempel milik menteri perpajakan?” Ya, hal itulah yang membuat Ivy khawatir sekarang karena Clyde mengetahui kejadian tersebut. Namun, di sisi lain Ivy lega Clyde mengetahui pelaku sebenarnya dari kasus pencurian stempel itu agar Alvin yang menjadi kambing hitam bisa dibebaskan secepatnya. Clyde menggelengkan kepala. “Tidak. Itu juga bukan alasanku datang ke sini.” Satu alis Ivy terangkat naik, mulai penasaran. “Lalu apa alasannya kau datang lagi ke sini? Berani sekali kau datang setelah terbongkar selama ini kau membohongi kami mengenai identitasmu yang sebenarnya.” “Aku sudah pernah mengatakan bukan orang yang tidak tahu cara berterima kasih. Alasan aku datang ke sini karena ingin membalas kebaikan kalian semua penghuni padepokan ini, terutama kau.” Ivy semakin kebingungan. “Kau ingin membalas budi kepada kami?” Gadis itu berdecak. “Memangnya dengan cara apa kau akan membalas kebaikan kami, hah?” “Aku akan membawamu ke istana.” Kening Ivy kembali mengernyit dalam. “Untuk apa aku pergi ke istana?” “Kau akan tinggal di istana karena mulai sekarang kau akan diangkat menjadi putri kerajaan.” Detik itu juga kedua mata Ivy melebar sempurna, terkejut bukan main mendengar perkataan Clyde yang terkesan seperti sebuah lelucon. “A-apa kau bilang? Aku akan diangkat menjadi putri kerajaan?” Ivy menunjuk dirinya sendiri. Clyde tersenyum seraya mengangguk-anggukan kepala. “Ya. Aku sudah memohon pada raja dan dia bersedia mengabulkan permohonanku itu. Sebagai balas budi dariku karena kau sudah menyelamatkan nyawaku dari para perompak, kau akan tinggal di istana karena itu …” Clyde mengulurkan tangan kanannya pada Ivy. “… ikutlah denganku, Ivy.” Ivy tak tahu harus berkata apa, dia hanya bisa terbelalak dengan mulut menganga karena masih tak sanggup mempercayai ucapan Clyde yang sangat mengejutkan itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN