Tiga Permintaan

1106 Kata
Clyde berjalan tegap dan cepat tanpa menoleh ke kiri dan kanan, tak peduli walau dia berpapasan dengan banyak dayang yang membungkuk memberikan penghormatan padanya, sesuatu yang biasa dia lihat jika sedang berada di istana. Ya, sang putra mahkota yang meninggalkan istana itu kini telah kembali ke istana. Dia ikut dengan para prajurit yang membuat kekacauan di padepokan Ivy. Terpaksa ikut pulang ke istana karena dia tahu jika berdiam diri maka kondisinya akan sangat berbahaya karena dengan mata kepalanya sendiri, dia melihat Ivy yang nyaris berkelahi dengan prajurit-prajurit itu. Kini Clyde harus menghadap raja karena tentunya sang raja yang sudah mengetahui kabar kepulangannya ke istana langsung memberikan perintah pada Clyde agar menghadap. Setibanya di istana kediaman raja, seorang ajudan yang bertugas melayani raja di istananya, berteriak memberitahukan kedatangan putra mahkota. Begitu dipersilakan masuk oleh raja, Clyde pun masuk ke dalam ruangan pribadi raja tanpa ragu. Tengah duduk di singgasananya sosok pria paruh baya yang masih terlihat tampan dan gagah meski usianya tak lagi muda. Pria berwibawa dan penuh kharisma itu kini tengah menatap tajam putranya yang tengah membungkuk hormat padanya. "Clyde, tindakan apa yang kau lakukan ini? Kenapa kau melakukan tindakan bodoh dan mengacaukan segalanya dengan melarikan diri dari istana? Apa kau sudah kehilangan akal sehatmu, hah?!" Mendengar bentakan dari sang raja yang tidak lain merupakan ayah kandungnya sendiri, Clyde yang tengah membungkuk hormat itu pun menegakkan tubuhnya, lalu menatap lurus pada sang raja, tak terlihat gentar sedikit pun walau orang yang dia hadapi tidak semata-mata ayahnya melainkan sosok raja agung yang memerintah Kerajaan Wendell, yang begitu dihormati dan ditakuti semua orang. "Aku terpaksa melakukan ini Ayahanda." Kening raja mengernyit dalam. "Memangnya kenapa kau sampai melakukan ini? Apa yang kau inginkan?" Clyde menghembuskan napas pelan, pertanyaan inilah yang dia tunggu-tunggu sejak tadi. Walau dia tahu jika memberitahukan alasan sebenarnya dia pergi meninggalkan istana pasti akan membuat sang raja murka, Clyde sudah pasrah. Dia hanya tidak bisa menuruti perintah ayahnya yang satu ini. "Aku dengar Ayahanda akan menjodohkan aku dengan si pelangi berjalan." "Si pelangi berjalan?" ucap Raja Rudolf seraya mengernyitkan kening, kebingungan mendengar ucapan Clyde. "Eh, maksudnya keponakan Ratu Ketiga." Dengan cepat Clyde meralat ucapannya. "Apa itu benar, Ayahanda?" Sang raja pun mengangguk karena memang seperti itu yang sudah dia rencanakan. "Ya, itu memang benar. Sudah saatnya kau menikah karena usiamu sudah cukup untuk berumah tangga. Aku dan Ratu Ketiga sudah memikirkannya baik-baik dan menurut kami wanita yang cocok untuk menjadi pendampingmu adalah …." "Aku tidak mau menikah dengannya," sela Clyde cepat walau sang raja belum menyelesaikan ucapannya. "Aku tidak mau menikah dengan wanita pilihan Ayahanda maupun Ratu Ketiga. Itulah alasan aku melarikan diri dari istana." Raja Rudolf tampak murka karena wajahnya memerah, tatapannya begitu tajam tertuju pada Clyde. "Jangan membantah, Clyde. Kami sudah memilihkan wanita yang cocok untuk menjadi putri mahkota, pendampingmu yang kelak akan membantumu setelah kau naik takhta." Dengan tegas Clyde menggelengkan kepala sebagai bentuk penolakan. "Aku tidak mau menikah dengan wanita itu karena aku tidak mencintainya. Jika Ayahanda terus memaksa agar aku menikah dengan wanita itu maka aku lebih memilih turun takhta, aku akan melepas gelar putra mahkota yang sekarang aku sandang. Ayahanda bisa memberikan gelar itu pada putra anda yang lain." "Clyde!" Raja Rudolf semakin murka karena mendengar Clyde dengan berani berkata demikian. "Beraninya kau berkata begitu!" "Tadi Ayahanda bertanya apa alasanku melarikan diri dari istana, dan sekarang aku sudah memberitahukan alasannya. Aku tidak ingin menikah dengan wanita pilihan Ayahanda. Jika Ayahanda terus memaksa maka itulah keputusanku. Aku akan mengundurkan diri dari posisi putra mahkota." Raja Rudolf mulai frustrasi menghadapi putranya yang pembangkang dan begitu keras kepala itu. Dia memijit pangkal hidungnya yang mulai berdenyut. "Jika tidak ada lagi yang ingin Ayahanda bicarakan, aku pamit undur diri." Tanpa menunggu respons raja, Clyde berbalik badan, bersiap untuk pergi. "Tunggu dulu. Pembicaraan kita belum selesai, Clyde." Namun, karena sang raja berkata demikian, Clyde pun mengurungkan niat untuk pergi. Dia kembali berbalik badan menghadap raja. "Baiklah aku tidak akan memaksamu untuk menikah lagi dengan keponakan Ratu Ketiga. Sekarang kau harus kembali menjalankan tugasmu sebagai putra mahkota." Raja Rudolf pikir setelah dia memutuskan untuk mengalah dan mengabulkan keinginan Clyde maka masalah mereka selesai sampai di sini. Namun, rupanya pemikirannya salah besar karena dari raut wajah Clyde yang masih mengeras, sang raja tahu putranya itu masih menuntut sesuatu. "Ada apa lagi, Clyde? Bukankah aku sudah mengabulkan keinginanmu, kenapa kau tidak terlihat senang?" "Karena aku baru bersedia kembali menjalankan tugasku sebagai putra mahkota jika Ayahanda mengabulkan tiga permintaanku," sahut Clyde seraya mengangkat ketiga jarinya membentuk angka tiga. "Tiga permintaan? Apa itu?" Clyde menyeringai, sepertinya rencana yang sudah dia susun akan berjalan lancar. "Pertama, aku ingin memohon agar anda melepaskan seorang tahanan istana bernama Alvin. Dia dituduh sebagai pencuri stempel menteri perpajakan padahal sebenarnya itu tidak benar. Aku mengenal pria itu dan aku tahu dia orang baik-baik. Dia hanya sedang difitnah. " Raja Rudolf mengernyitkan kening karena baru pertama kali ini Clyde meminta hal seperti ini. Biasanya putranya itu tak pernah mempedulikan nasib para tahanan istana yang tentunya akan dihukum berat tak lama lagi karena kesalahan yang sudah mereka perbuat. Menjadi tahanan istana artinya mereka merupakan orang-orang yang sudah melakukan pelanggaran berat. Raja Rudolf menghembuskan napas pelan sebelum memberikan anggukannya. "Baiklah, aku akan memerintahkan untuk melepaskan pria itu." Clyde tersenyum tipis dan kembali mengangkat jari tangannya sehingga membentuk angka dua. "Permintaanku yang kedua, aku ingin Ayahanda mengizinkanku untuk memberikan sumbangan pada salah satu padepokan di kota Wyred. Kondisi padepokan itu sangat menyedihkan, mereka membutuhkan bantuan karena itu rencananya setiap bulan aku akan memberikan sumbangan untuk mereka." "Padepokan mana yang kau maksud?" "Padepokan Xiao Lian, ada di kota Wyred." Tak ingin ambil pusing karena dia tak tahu tentang padepokan yang dimaksud putranya, Raja Rudolf pun memilih setuju. "Baik, baik. Lakukan sesukamu. Kau boleh memberikan apa pun pada padepokan itu." Kali ini Clyde tersenyum riang karena dua permintaannya dikabulkan raja dengan begitu mudah. "Lalu apa permintaanmu yang ketiga?" Ditanya seperti itu oleh raja, Clyde meneguk ludah karena permintaannya yang terakhir ini entah kenapa menyebutkannya membuat dia merasa gugup. "P-permintaan yang ketiga, ini berhubungan dengan seorang wanita." Satu alis sang raja terangkat naik. "Seorang wanita? Siapa dia?" "Dia adalah orang yang menyelamatkanku karena di malam ketika aku melarikan diri dari istana, aku nyaris dirampok dan dibunuh oleh perompak. Berkat wanita itu aku selamat dan masih hidup sampai sekarang." "Oh, jadi dia berjasa besar untukmu, kau ingin membalas kebaikannya?" "Benar Ayahanda," sahut Clyde sambil mengangguk. "Apa yang ingin kau berikan padanya sebagai balas budi?" Clyde meneguk ludah sebelum mulutnya terbuka dan berkata, "Tolong Ayahanda izinkan dia tinggal di istana. Angkatlah dia menjadi putri kerajaan." Permintaan Clyde yang nekat tersebut sukses membuat bola mata sang raja membulat sempurna seolah siap menggelinding keluar dari kelopaknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN