Penobatan Sang Putri

1532 Kata
Di dalam istana utama, suasana tampak ramai karena ada banyak orang di sana. Para petinggi kerajaan seperti para menteri, tetua kerajaan dan para pejabat kerajaan, tampak hadir menduduki kursi masing-masing. Tentu saja di kursi singgasana yang megah duduk sosok pria mengenakan pakaian kebesaran khas seorang raja beserta mahkota yang bertengger di kepalanya. Dialah Raja Rudolf, sang penguasa di Kerajaan Wendell. Ucapannya adalah perintah dan wajib dituruti oleh semua orang. Jika melanggar maka bersiaplah kehilangan kepala karena hukuman penggal adalah hukumannya. Sang raja tidak duduk sendirian, melainkan bersama dua wanita cantik dengan pakaian mewah khas ratu. Ivy tak tertarik pada kedua ratu itu karena yang menjadi fokus tatapannya adalah sang raja. Ivy baru memalingkan tatapan dari sang raja karena merasakan seseorang menyenggol rusuknya dari samping kiri, itu Clyde yang memberi isyarat pada Ivy untuk membungkuk, memberikan penghormatan pada raja dan ratu karena Ivy belum melakukannya. Paham dengan maksud isyarat Clyde, Ivy pun membungkukan sedikit badannya sebagai bentuk penghormatan. "Yang Mulia, saya membawa gadis yang saya ceritakan pada Anda beberapa hari yang lalu," ucap Clyde memulai pembicaraan. "Namanya Ivy, berasal dari pedepokan Xiao Lian di kota Wyred." Raja tidak mengatakan apa pun, tapi tatapannya tertuju pada Ivy yang menundukkan kepala kali ini. "Ivy, ya? Nama yang unik. Sudah berapa lama kau tinggal di padepokan itu?" Itu suara raja yang bertanya pada Ivy, gadis itu mendongak, memakukan tatapan pada sang raja. "Sejak saya masih anak-anak, Yang Mulia." "Oh, benarkah? Lalu di mana orang tuamu sekarang? Apa mereka tinggal di padepokan itu juga?" Ivy menggelengkan kepala. "Orang tua saya sudah meninggal ketika saya berusia 15 tahun, sejak saat itu saya tinggal di padepokan." Raja memperlihatkan raut iba mendengar pengakuan Ivy. "Hm, begitu. Jadi kau seorang yatim piatu?" "Benar, karena memang yang tinggal di padepokan itu semua merupakan anak-anak yatim piatu." Raja mengangguk-anggukan kepala, terlihat dia baru mengetahui hal ini. "Putra mahkota mengatakan padepokan itu dihuni oleh banyak orang, tapi kalian hidup serba kekurangan dan membutuhkan bantuan. Karena putra mahkota memohon agar kerajaan memberikan bantuan pada padepokan itu maka mulai bulan ini kerajaan akan memberikan sumbangan untuk padepokan Xiao Lian. Setiap bulan sumbangan ini harus diberikan. " Clyde yang mendengarnya tersenyum lega karena permohonannya benar-benar dikabulkan oleh raja. Dia pun membungkuk hormat. "Terima kasih atas kebaikan Anda, Yang Mulia," ucapnya. Clyde melirik ke samping karena tak mendengar Ivy melakukan tindakan yang sama dengannya, gadis itu hanya terdiam sambil menatap raja. Clyde yang gemas dengan ketidakpekaan Ivy pun lantas sekali lagi menyenggol rusuk Ivy membuat gadis itu refleks menoleh padanya. Clyde pun memberi isyarat dengan matanya, tapi tampaknya gadis itu tak memahami maksudnya. Kesal dengan kelambatan Ivy, Clyde pun meletakkan salah tangannya di pundak Ivy dan menekannya agar gadis itu membungkuk sepertinya. "Terima kasih atas kebaikan Anda, Yang Mulia." Detik itu juga Clyde tersenyum lega karena Ivy akhirnya memahami maksud isyaratnya. Sang raja tersenyum di depan sana. "Tidak perlu berterima kasih, aku senang bisa membantu rakyatku yang membutuhkan bantuan." Tanpa sadar Ivy mengepalkan tangan mendengar ucapan raja ini, karena di matanya sang raja begitu tidak peduli pada rakyatnya sehingga dia tidak mengetahui ada padepokan yang membutuhkan bantuan, bahkan di luar sana masih banyak rakyat kecil yang juga membutuhkan bantuan. Ingin rasanya Ivy mengutarakan hal ini, tapi dia tidaklah bodoh, dia tahu saat ini bukan waktu yang tepat untuk membahas masalah seperti itu. "Jadi Ivy, kau yang menyelamatkan putra mahkota saat dia nyaris dirampok ketika melarikan diri dari istana? Apa kau memiliki kemampuan bela diri karena itu bisa melawan para perompak itu?" "Hanya sedikit kemampuan bela diri yang saya kuasai, Yang Mulia. Guru kami di padepokan mengajarkan bela diri kepada kami untuk melindungi diri karena di luar sana sangat banyak perompak yang meresahkan dan membahayakan." Ivy menjawab, berusaha bersikap sesopan mungkin. "Hm, begitu rupanya. Sangat jarang seorang wanita menguasai bela diri di kerajaan ini." "Benar, Yang Mulia. Dan Ivy baru saja merendah karena kenyataannya kemampuan bela dirinya sangat hebat. Anda harus melihatnya nanti." Clyde tiba-tiba ikut melibatkan diri dalam perbincangan antara Ivy dan sang raja. "Oh, begitukah? Kalau begitu, Ivy, nanti kita atur waktu untukmu memperlihatkan kemampuan bela dirimu di depan kami semua. Pasti akan menjadi tontonan yang menyenangkan." Sang raja pun tertawa. "Anda benar, Yang Mulia. Saya juga penasaran ingin melihat kemampuan bela dirinya." Yang mengatakan ini adalah Ratu Ketiga yang sejak tadi terus memperhatikan Ivy dengan tatapan sinis dan tak bersahabat. Tentu Ivy pun menyadari itu. Lagi pula Ratu Ketiga memang begitu dikenal dengan keangkuhan, sikap arogan dan kekejamannya. Tatapan Ivy kini tertuju pada sang ratu, tak gentar sedikit pun walau istri kesayangan raja itu sedang menatapnya tajam di kursi singgasananya, seolah dia tak suka melihat kedatangan Ivy ke istana. "Putra Mahkota sepertinya sudah sangat mengenal gadis ini?" tanya Ratu Ketiga, kali ini ditujukan pada Clyde. "Benar, Yang Mulia. Karena selain menyelamatkan nyawa saya dari para perompak yang ingin merampok saya, Ivy juga membantu saya dengan membawa dan mengizinkan saya untuk menginap di padepokan. Jika bukan berkat bantuan Ivy, mungkin saya tidak akan berdiri di sini sekarang karena bisa jadi para perompak kejam itu sudah membunuh saya." "Ah, artinya Nona Ivy ini memang sangat berjasa." "Ya, kau benar, Ratuku." Sang raja menyahut. "Karena itu, sebagai balas budi atas jasa Ivy yang telah menyelamatkan putra mahkota maka aku akan mengangkatnya sebagai putri kerajaan sekaligus putri angkatku. Mulai hari ini Ivy telah resmi dinobatkan sebagai putri kerajaan dan nama baru untuknya adalah Putri Gwendolyn." Setelah raja selesai mengumumkan hal tersebut, semua orang yang berada di istana utama memberikan penghormatan pada Ivy dengan serempak. Ivy meneguk ludah karena baru kali ini dirinya begitu disanjung dan dihormati terlebih oleh para petinggi kerajaan yang sangat dia benci karena mereka sering bertindak semena-mena, menindas rakyat kecil hanya karena memiliki gelar dan jabatan tinggi di kerajaan. Diam-diam Ivy menyeringai karena mulai detik ini kedudukannya tak kalah tinggi dengan mereka semua. Ah, justru kedudukannya lebih tinggi dari para petinggi kerajaan karena sang raja telah mengangkatnya sebagai bagian dari keluarga kerajaan. Berbagai pemikiran untuk memanfaatkan statusnya sebagai putri kerajaan pun mulai menari-nari di dalam kepalanya, berbagai rencana kini bermunculan di benak Ivy. Pertemuan dengan raja tak berlangsung lama karena setelah penobatan Ivy yang mendapat gelar baru sebagai Putri Gwendolyn itu selesai, Ivy dan Clyde pun undur diri. Kedua orang itu baru saja meninggalkan istana utama. "Selamat karena sekarang kau sudah menjadi seorang putri raja," ucap Clyde tiba-tiba di tengah-tengah langkah mereka yang sedang berjalan berdampingan. Namun, Ivy tak memberikan tanggapan apa pun, gadis itu hanya diam seribu bahasa. "Oh, ya. Bagaimana kalau kita jalan-jalan mengelilingi kota untuk menyapa rakyat? Aku yakin mereka akan menyambutmu dengan riang karena untuk pertama kalinya dalam sejarah seorang rakyat biasa diangkat menjadi putri kerajaan." Ajakan Clyde ini cukup menggiurkan, Ivy pun mengangguk setuju. Berada di istana membuatnya pengap, dia ingin menghirup udara segara di luar sana. Rupanya Clyde memang sudah merencanakan mengajak Ivy berkeliling kota untuk menyapa rakyat karena di depan istana sudah disiapkan rombongan prajurit yang sudah menanti untuk mengawal putra mahkota dan putri yang baru dinobatkan. Bahkan sebuah mobil mewah untuk dinaiki Ivy dan Clyde sudah terparkir dengan cantik. Kini rombongan itu pun mulai melaju meninggalkan area istana. Ivy dibuat takjub ketika melihat rakyat sudah berjajar dengan rapi di sepanjang jalan, mereka tak bisa mendekati jalan yang akan dilewati rombongan istana karena sudah banyak prajurit yang berjaga. Rakyat-rakyat kecil itu berdiri seraya melambai-lambaikan tangan pada mobil yang dinaiki Ivy dan Clyde. "Semoga panjang umur Putri Gwendolyn! Semoga panjang umur Putra Mahkota!" Seruan itu saling bersahut-sahutan membuat suasana kota menjadi ramai seketika. Ivy yang mendengar seruan itu pun membuka kaca mobil di sampingnya, dia tersenyum dan ikut melambaikan tangan pada semua rakyat yang sedang mendoakan dan menyambutnya dengan hangat. "Bagaimana perasaanmu sekarang karena semua orang menghormatimu? Tidak akan ada lagi yang merendahkan atau menghinamu." Ivy membuka mulut siap menyahut ucapan Clyde. "Kak Ivyyyyyyy!" Namun, urung gadis itu lakukan saat indera pendengarannya mendengar beberapa orang berteriak memanggil namanya. Saat melihat ke arah sumber suara, kedua mata Ivy berkaca-kaca karena menemukan saudara-saudara seperguruannya ada di sana. Mereka semua ikut menyambut penobatan dirinya sebagai putri kerajaan dengan gembira. "Wah, Miranda dan yang lainnya ikut hadir di sini rupanya," ucap Clyde yang juga melihat para penghuni padepokan ikut menyambut penobatan Ivy. "Clyde, kau harus menepati janjimu." Satu alis Clyde terangkat naik. "Janji untuk memberikan sumbangan pada padepokan maksudnya? Kau sendiri sudah mendengarnya dari raja, mulai bulan ini kerajaan akan memberikan sumbangan pada pedepokan, jadi jangan khawatir karena saudara-saudaramu tidak akan kekurangan lagi. Mulai sekarang mereka akan hidup berkecukupan dan bisa makan enak setiap hari." "Janjimu untuk melepaskan Kak Alvin dari penjara. Kau tidak melupakan janji itu, kan?" Clyde menyengir lebar. "Tentu saja tidak. Mana mungkin aku melupakan janji itu. Secepatnya pria itu akan dibebaskan dari penjara." Detik itu juga Ivy pun mengembuskan napas lega. "Aku sudah menepati janji-janjiku padamu. Aku sudah membantu orang-orang yang kau sayangi. Sekarang giliranmu yang harus membantuku karena sebenarnya aku masih memiliki satu permintaan padamu." Kening Ivy mengernyit dalam. "Permintaan apa?" "Akan kukatakan jika waktunya sudah tiba. Saat aku mengutarakan permintaanku itu, kau harus mengabulkannya, ya. Itu pun kalau kau orang yang tahu cara berterima kasih." Clyde menyeringai lebar di akhir ucapan. Sepertinya bukan hanya Ivy yang memiliki banyak rencana di dalam kepalanya untuk masa depan nanti, melainkan Clyde pun demikian. Entah rencana apa yang sedang dipikirkan sang putra mahkota?

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN