5. Love Story

1603 Kata
Cinta, Putri memang tidak mengerti apa itu cinta. Tapi bukankah rasa sangat menyayangi yang ia rasakan pada Ayah dan Ibu juga terhadap Liona kakaknya itu adalah cinta. Cinta Putri pada orang-orang yang berharga dan teramat penting melebihi diri sendiri. Tidak ingin kehilangan orang-orang itu dan selalu ingin bersama adalah bentuk cinta Putri pada mereka. Cinta yang Sarif deklarasikan tidak seperti itu. Apa setiap cinta memiliki bentuk yang berbeda. Apa yang dikatakannya tentang bukti cinta, biarlah waktu yang berbicara, Putri tidak dapat mengerti yang Sarif maksud dalam suratnya. Dalam setiap surat yang Putri terima, Sarif selalu menyisakan misteri tak terungkap yang membuat Putri merasa penasaran bahkan lebih dari itu. Bukan sekedar rasa penasaran semata, bagaimana Putri menjelaskanny dalam kata. “Kamu membaca surat itu lagi?” Tegur Egi pada rekan sebangkunya. “Ahh, ini..” Putri tidak bisa beralasan karena tertangkap basah. Tidak hanya sekali Putri membaca surat-surat dari Sarif tapi berulang kali dalam setiap kesempatan. Semakin dibaca Putri semakin terhanyut dalam makna di setiap kata. Membawanya dalam untaian kata aliran perasaan hati Sarif yang entah bermuara sampai di mana. Jika terus seperti ini Putri bisa hafal isi surat di luar kepala. “Apa dia sebaik itu dalam menulis kata puitis?” Egi tidak bisa mengerti. “Bukan begitu, hanya saja ada beberapa kata dalam surat yang mengganggu pikiranku.” Kata-kata dalam surat Sarif tentang senyuman, kesunyian dan air mata. Apa yang Sarif maksudkan dengan air mata itu. “Mungkin dia pernah melihatmu.” Egi coba membantu, menyumbang pemikiran, memberi perhatian, mendengarkan, hanya itu yang bisa dilakukannya untuk Putri. “Tentu saja dia pernah melihatku, kami bahkan telah bertemu meski bukan kesengajaan.” Lagi pula mereka bersebelahan kelas, pasti pernah melihat wajah satu sama lain meski tidak saling menyadari. “Benarkah? Kapan itu?” Egi baru mendengar hal ni. “Emm, itu sudah beberapa waktu lalu.” Putri enggan bercerita. “Aku bisa jelaskan apa yang dimaksud Sarif dalam suratnya.” Tiba-tiba Lia bergabung dalam perbincangan mereka. Di antara mereka siapa lagi yang lebih mengenal Sarif dari padanya. “Apa itu?” Tanya Egi tak sabar. Ia merasa kisah Sarif dan Putri ini menarik sejak awal. Lia duduk berhadapan dengan Putri, dengan sorot mata misterius menatapnya. “Aku berada di sana bersama Sarif. Saat itu aku yakin adalah hari di mana Sarif untuk pertama kali melihatmu dan jatuh hati pada pandangan pertama.” Terang Lia dengan cara dramatis. “Uwaahh...” Egi terbawa cerita Lia yang agak bernuansa takdir romantis. “Kapan? Di mana itu?” Putri tidak pernah menduga ada kejadian seperti itu. “Hari di mana saat kau bersama Kak Dimas. Aku dan Sarif bermaksud menemui Kak Dimas untuk menyapa hari itu. Tapi kami urungkan niat ketika melihat situasi antara kamu dan Kak Dimas yang...” Lia tidak menyelesaikan kata-katanya. “Apa! Hari itu..” Putri terkejut, juga entah mengapa ia merasa kecewa. “Mengapa harus di hari itu... Apa Sarif melihatku menangis hari itu?” Ratap Putri dalam hati. Putri aslinya tidak sembarangan menangis di depan orang lain. Putri akan sangat malu jika benar Sarif telah melihatnya menangis. Karena itu berarti Sarif telah melihat sisi lemah Putri yang memalukan. Putri tidak menginginkan itu sekali pun ia tidak memiliki perasaan pada Sarif. Atau mungkin perasaan itu ada maka Putri tidak menginginkannya, memperlihatkan sisi terburuk dirinya. Kini satu misteri dalam surat telah terjawab. Namun Putri dapat menarik kesimpulan bahwa sejak apa yang terjadi di hari itu dan setelahnya, membuat Sarif mulai menaruh perhatian pada Putri. Jika dipikirkan Putri telah memberi kesan pertama pada Sarif yang tidak biasa. Mungkin itu titik awal dimulainya kisah Sarif tentang Putri sebagai tokoh utama. *** OSIS tengah gencar membuat kegiatan sosial dalam memperingati HUT sekolah. Rencananya OSIS akan membuat acara amal yang bertujuan mengumpulkan dana bantuan untuk masyarakat yang membutuhkan. Selain uang yang terkumpul dari acara amal, OSIS juga berencana akan mendatangi beberapa perusahan untuk mengajukan proposal. Seusai sekolah anggota OSIS dan beberapa siswa perwakilan dari tiap kelas berkumpul untuk membahas perencanaan. Tim Panitia Penyelenggara dibagi beberapa kelompok dalam tugas. Putri sebagai perwakilan dari kelas 1-4 mendapat tugas untuk menyebar proposal ke perusahan atau kantor atau lembaga lainnya. Putri tidak sendiri, ada sekitar delapan orang yang mengemban tugas sama dengannya. Namun agar bisa lebih banyak proposal yang tersebar, kelompok mereka dibagi lagi menjadi kelompok lebih kecil yaitu dua orang. Pasangan Putri dalam tugas ini adalah Sarif sebagai perwakilan dari kelasnya. Maka selama menjalankan tugas Putri dan Sarif banyak menghabiskan waktu bersama. Hari pertama mereka menjalankan tugas seusai sekolah, tidak ada percakapan berarti selain kata-kata singkat yang dibutuhkan seperlunya. “Eum, aku tidak pakai motor ke sekolah. Tidak apa ‘kan kalau kita pergi menggunakan angkutan umum?” tanya Sarif. “Ya, tentu.” Jawab Putri padat. Dan pembicaraan berakhir. Pastilah suasana di antara mereka terasa canggung satu sama lain. Baru pertama kali Putri dan Sarif sedekat ini, apa lagi menghabiskan waktu untuk mengerjakan hal bersama. Tugas mereka bukan hanya sekedar mendatangi kantor untuk memasukkan proposal. Tapi juga menyampaikan informasi dan kemampuan diplomasi agar pihak luar tertarik dengan proposal yang mereka ajukan. Sehingga dapat terkumpul dana mencapai target demi terselenggaranya acara. Tugas yang cukup sulit tantangan dan beban tanggung jawab. Karena tidak semua proposal membuahkan hasil yang mereka harapkan. “Iya Kak, untuk hari ini akan kami akhiri dan coba lagi besok ke tempat lain.” Sarif melaporkan perkembangan tugas mereka pada panitia senior dalam satu tim. “Kerja bagus. Baiklah aku mengerti, kalian bisa pulang sekarang.” Ucap seseorang disambungan telepon. Ini adalah hal mendasar bekerja dalam tim atau kelompok, yaitu melaporkan setiap perkembangan serta tindakan agar saling teroganisir dengan lebih baik. Dan Sarif lebih berpengalaman dalam hal ini dari pada Putri. “Terima kasih Kak, sampai besok di sekolah.” Sarif mengakhiri panggilan. Sementara itu Putri menatap Sarif dengan binar mata cemas menanti respon kakak kelas di kepanitian acara ini. Begitu Sarif menyadari sejak tadi Putri tak lepas menatapnya, ekspresi wajah kaku itu kembali. “Ehm, senior bilang kita bisa kembali ke rumah sekarang.” Ucapnya menyampaikan pesan di telepon tadi. Namun tak kuasa membalas menatap wajah Putri lurus. Seharian ini selain sibuk menjalankan tugas, Sarif juga sibuk menghindari tatapan Putri yang terasa berat untuk Sarif hadapi langsung.   Menjelang sore hari Putri dan Sarif mengakhiri tugas untuk kembali ke rumah. Dalam perjalan pulang mereka sidikitnya sudah bisa memulai percakapan ringan. Di luar dugaan Putri yang mulai bicara lebih dulu pada Sarif. “Bagaimana dengan kegiatan clubmu? Apa kabar Kak Dimas baik-baik saja?” Sarif merasa terkejut mendengar Putri mulai bicara lebih dulu padanya, meski yang Putri tanyakan adalah kabar orang lain dan bukan dirinya. “Baik, Kak Dimas baik-baik saja.” Senyuman kaku Sarif memperlihatkan jelas kegugupannya. Namun Putri tak cukup peka untuk menangkap gelagat itu. Putri terlarut dalam masalah yang terjadi antara Dimas dan kakaknya, pada hubungan mereka yang baru saja putus cinta. “Aku cemas dengan keadaannya, tapi sepertinya Kak Dimas bisa kembali fokus seperti dulu lagi.” “Ya itu benar...” Sarif sepakat dengan Putri, ia juga selalu memperhatikan Dimas selama latihan. “Aku juga sangat mencemaskannya. Tapi belakangan ini permainan Kak Dimas juga kondisinya dalam puncak terbaik sepanjang karir.” “Oh, benarkah? Aku bersyukur mendengarnya. Terima kasih sudah berbagi kabar denganku.” Sarif ragu untuk memastikan dan bertanya pada Putri. Tentang sesuatu yang terlintas di benaknya, melihat Putri begitu perduli dan sangat perhatian pada Dimas. Ketika itu, saat pertama kali melihat Putri di mana ia bersama dengan Dimas. Sarif menduga bahwa ada hubungan spesial di antara keduanya. Namun kini Sarif merasa ragu, bisa saja Putri memang menyukai Dimas sejak awal, meski hanya sepihak. “Kamu menyukai Kak Dimas?” Pada akhirnya Sarif memberanikan diri untuk bertanya, ia ingin mendapat kepastian jelas dari Putri sendiri. “Tentu, aku sangat menyukainya. Aku selalu mendukung hubungan Kak Dimas dengan Kakakku. Saat hubungan mereka berakhir, aku juga merasa berat untuk menerima keputusan itu.” Sarif tahu tentang kisah Dimas dan kekasihnya yang terkenal sebagai pasangan populer di sekolah. Tapi ia tidak tahu bahwa orang yang dimaksud pasangan Dimas rupanya adalah kakak dari Putri sendiri. Sarif teringat pernah bertemu dengan pacar Dimas meski sekilas. Saat hubungan keduanya berakhir, di sekolah atau pun di club menjadi pembicaraan ramai. “Aku juga mendengar tentang hubungan mereka. Ketika itu keadaan Kak Dimas benar-benar kacau.” Saat Dimas di masa-masa terpuruk, Sarif menyaksikan semua itu secara dekat di club. “Benar, aku tahu itu. Kak Dimas masih menyukai Kakak, begitu juga sebaliknya. Aku yakin sampai saat ini hal itu tetap tidak berubah.” Pembicaraan Putri dan Sarif berakhir. Masing-masing dari mereka larut dalam pemikiran sendiri dalam benak. Tugas Panitia Penyelenggara untuk hari ini berakhir bersamaan dengan perpisahan Sarif dan Putri di sore itu. *** Hari kedua. Putri dan Sarif berdiskusi untuk menjalankan tugas agar lebih terorganisir dari yang kemarin. Setidaknya mereka sudah bisa saling bicara lebih leluasa dan tampak akrab satu sama lain. Meski kenyataannya percakapan mereka masih terkait tentang tugas. Mereka tidak menyangka bisa bekerjasama dengan baik seperti ini. Kini Putri sedikitnya tahu orang seperti apa Sarif itu. Pemuda bertanggung jawab, pekerja keras, cerdas, santun, bisa diandalkan, pandangan Putri terhadap Sarif semakin luas. Tidak banyak pemuda yang mau mengerjakan tugas seperti ini, yang jelas merepotkan, menyita waktu, melelahkan dan lebih lagi karena gengsi. Apa yang Putri lihat pada Sarif tidaklah seperti itu. Tapi itu adalah penilaian sepintas Putri pada Sarif, bagaimana pun belum lama mereka menghabiskan waktu bersama. Lalu apa yang Sarif lihat pada Putri, hingga bisa berkata cinta. Bukan, lebih baik menyebutnya dengan PERNAH cinta, karena Putri tidak tahu akan isi hati Sarif saat ini. Masihkah dengan rasa yang sama seperti pada surat yang Sarif tinggalkan untuk Putri. Ataukah telah berakhir tanpa kesempatan untuk Sarif memulai, melangkah maju.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN